Mohon tunggu...
Duhita Dundewi
Duhita Dundewi Mohon Tunggu... -

nothing special

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Debat Ketiga Pilgub Sumut 2018, Tegang!

19 Juni 2018   02:01 Diperbarui: 19 Juni 2018   02:29 990
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Nanti malam, debat ketiga itu digelar. Pasangan Eramas harus berhadapan lagi dengan Djoss. Publik dan pemilih Sumut sudah punya sedikit pegangan akan kualitas kedua kontestan dari dua debat sebelumnya. Dalam debat pertama, publik menangkap banyak kekurangan pada pasangan Eramas, kelebihan di pasangan Djoss. 

Dukungan publik bergeser. Banyak kelompok pendukung Eramas yang mengalihkan pilihannya ke pasangan Djoss setelah debat itu. Ini wajar, sungguh positif bagi perkembangan demokrasi di Sumut. Dukungan dan pilihan publik kepada calon pemimpin memang seharusnya didasarkan pada pengetahuan akan kompetensi si calon pemimpin.

Dalam debat kedua sebelumnya, semakin memperlihatkan kekurangan pasangan Eramas, sekaligus mengafirmasi kompetensi Djoss untuk memimpin pemerintahan dan menjalankan pembangunan di Sumut. Minimnya pengetahuan dan pengalaman pasangan Edy -- Ijeck terlihat ketika Edy tidak tahu arti kata 'stunting' dan Ijeck mengajukan lagi persoalan yang sama, yang sudah diajukannya pada sesi tanya-jawab dalam debat pertama, yaitu tentang pemekaran daerah. 

Atau ketika Edy -- Ijeck sama-sama tidak bisa menjelaskan konsep 'martabatisasi-koletif-simbiotik' yang tertulis dalam buku visi, misi, dan perogram kerja pasangan Eramas.

Edy benar-benar tidak tahu arti kata konsep 'stunting', sementara Ijeck tidak mengerti bahwa kebijakan pemekaran daerah adalah kewenangan pemerintahan pusat. Pemekaran daerah semata-semata menyangkut masalah strategi dan adminsitrasi pembangunan, sementara Ijeck memanipulasinya sebagai isu politis. 

Jika Ijeck sungguh-sungguh mendukung pemekaran daerah di Sumut, seharusnya ia bicara di DPR RI, yaitu Komisi II, yang membidangi masalah itu, bukan di forum debat Pilkada. Jika Ijeck benar-benar concern dengan soal pemekaran daerah, seharusnya ia tahu bahwa pada Agustus 2017, Komisi II DPR RI telah menunda  realisasi pemekaran 314 daerah otonomi baru. Ada persoalan serius dalam isu pemekaran daerah itu, yang tampaknya tidak dipahami oleh Ijeck.

Singkatnya, baik Edy maupun Ijeck, tidak menguasai betul soal-soal pemerintahan dan pembangunan daerah. Maka tidak heran jika terjadi guncangan dalam persepsi publik Sumut akan pasangan Eramas. 

Publik Sumut ragu, benarkah Cagub-Cawagub nomor urut 1 itu mengerti dan bisa memikul tanggung jawab pemerintahan dan pembangunan Sumut?

Keraguan itu mungkin dirasakan juga oleh Edy Rahmayadi. Itu sebabnya ia kemudian menghilang dari peredaran publik. Ia hanya berinteraksi dengan wartawan tertentu dan tidak dengan wartawan lainnya. 

Segala berita tentang Edy, selama ia 'diisukan' menderita stroke, sumbernya selalu pihak ketiga atau keterangan tertulis dari tim kampanyenya, seperti berita yang diturunkan oleh detik.com di bawah judul, Lebaran, Paslon Eramas Berkunjung ke Ketua MUI Sumut, detik.com, Minggu, 17 Juni 2018. (lihat,https://news.detik.com/berita/4071051/lebaran-paslon-eramas-berkunjung-ke-ketua-mui-sumut )

Dengan latar situasi seperti itu, debat ketiga nanti jadi lebih menegangkan. Selain masalah kualitas kedua pasangan yang kembali bakal 'diadu', Edy tidak bisa lagi 'bersembunyi' dari pandangan dan penilaian publik secara langsung. Benarkah ia menderita stroke? Mungkin stroke ringan saja. Tapi bisa jadi itu bagian dari taktik dan strategi tim isu manajemen Edy -- Ijeck. 

Mereka sengaja membiarkan dugaan publik membesar dan berkembang ke berbagai arah, dengan harapan, dalam debat terbuka Edy bisa memperlihatkan fakta sebaliknya, yaitu bahwa dirinya sehat. Ini bakal jadi punchline yang kuat untuk menutupi inkompetensi Edy -- Ijeck dalam soal-soal pemerintahan dan pembangunan daerah.

Jika itu benar bagian dari taktik dan strategi komunikasi tim pemenangan Edy Rahmayadi, berarti pasangan Eramas sedang meggeser fokus perhatian publik dari soal-soal pokok Pilkada ke soal-soal yang jauh dari urusan memilih pemimpin yang bisa menangani masalah-masalah pemerintahan dan pembangunan di Sumut. 

Eramas akan kembali melontarkan isu-isu sentimental, jauh dari substansial, yang bisa membahayakan demokrasi di Sumut. Jika pemilih Sumut akhirnya tetap juga memilih Edy -- Ijeck, maka kompetensi sudah terpenggal demi sentimen-sentimen. Pemerintahan dan pembangunan Sumut bakal jadi tumbal.

Saya sendiri berharap, dari debat ketiga nanti, publik Sumut bisa lebih akurat menilai kompetensi, bukan melulu konstituensi, mendapatkan argumen, bukan sentimen, dalam menentukan pilihan pasangan gubernur dan calon gubernur Sumut 2018 -- 2013. Karena yang dipertaruhkan dalam Pilkada Sumut 2018 adalah sekitar 14 juta warga Sumut, yang pernah kecewa karena korupsi di Pemprov Sumut, namun tidak kehilangan harapan bisa mendapatkan pemimpin terbaik di Sumut.

Mari kita simak debat Eramas -- Djoss!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun