Sobirin menjerit sejadi-jadinya, ia lari sana lari sini meneriakkan tolong. Dibukanya daun pintu, disundulkan kepala ke jendela hingga kaca pecah meruah, ulahnya menghasilkan teriakan lantang, para bantuan pun datang, Sobirin dibawa ke Bidan buat ngobatin luka kepala, tapi Emak harus dititipkan ke Rumah Sakit Jiwa.Â
Jiwanya goncang, ia merasa gagal memimpin Ranting, setiap geraknya adalah salah, baik yang bawah tanah maupun yang di atas tanah, dibilang tidak kerja, diteriakkin pecundang, diancam dininabobokan, bahkan dikembalikan ke rumah sandera zaman penjajahan.
"Minum obatnya Bir," perintah serak-serak basah menghentakkan lamunan Sobirin
Matanya nanar mencari arah suara itu, lalu kembali menatap kosong tanpa respons. Ia tak pernah menyadari bahwa sekarang Emak Mantanlah yang merawatnya di Rumah Sakit Jiwa sejak ia membenturkan kepala hingga berdarah beberapa tahun lalu....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H