Lama-lama aku terbiasa menghadapi lelaki yang kelakuannya mirip Lucky. Mereka rerata agak kemayu, lemah lembut, penuh perhatian. Namun terkadang penampilan sering kali mengecoh, layaknya seorang lelaki tulen, penuh berewok, suara lantang jantan, tubuh kekar berotot, hobinya ngegym dan fitness, tapi begitu bertemu denganku mendadak melambai. Â Kelakuan....
Suatu hari, aku berkenalan dengan seorang lelaki di mall. Iwan namanya. Saat itu aku sedang duduk di bangku depan swalayan sambil menunggu ibu belanja. Ia menghempaskan pantat disebelahku sembari memasang headset di telinga. Tiba-tiba hapenya terjatuh menimpa kakiku. Reflek aku memungut dan menyerahkan padanya, ia mengucapkan terima kasih seraya menyebut nama. Baru ngobrol sebentar, ibu selesai belanja dan mengajak pulang. Masih sempat ia meminta nomor hape dan berjanji akan menghubungiku.
Mulanya aku biasa saja saat ia mengirim WA dengan menanyakan : "sedang apa?", "sudah makan belum?", "sudah mandi belum?" dan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada perhatian. Begitu sering ia me-WA seperti itu, aku menjadi jijik, kurasakan sudah seperti orang pacaran saja. Kejijikkanku memuncak ketika ia mengajak  video call di tengah malam buta. "Mohon maaf," kataku. "Kayaknya kamu sakit," aku langsung memblokir nomor WA lelaki tak layak itu.
Sejak itu aku menjadi takut berteman dengan  laki-laki. Dan menghindar jika itu bukan teman yang kukenal sejak lama. Karena, hampir setiap yang baru kukenal ada saja ulahnya. Memegang tangan, mengelus pipi, menyentuh dada, menyenggol bagian-bagian sensitif, berpura-pura memperebutkan benda di tanganku  lalu bergumul untuk bisa memelukku, bahkan ada yang pernah mendaratkan bibir ke pipiku dengan bersemaling dibalik cipika cipiki. Yang seram lagi baru kenal sudah mengajak tidur ke hotel. "Bangs*t!" bathinku mengumpat. "Memang aku lelaki apaan!"
Semasa berikutnya,  saat telah bekerja, aku  berteman dengan seorang senior penuh kebapakan. Ia sabar setiap kali memberi petunjuk atas pekerjaan yang aku lakukan, pun perhatian dan humoris. Darinya aku banyak mendapat pengalaman, dia suka bercerita tentang apa saja. Darinyalah aku mengenal ada kehidupan yang menyimpang. Dunia yang dilaknat tuhan tapi tidak bisa dilenyapkan.Â
Dunia diluar aturan yang sudah digariskan. Dunia yang tidak berlawanan jenis, tidak wanita tidak lelaki. Dunia gay namanya. Dia menasehatiku untuk menjauh dari orang-orang seperti itu, karena bisa berbahaya bagi kelangsungan hidup manusia. Manusia bisa punah, tidak ada yang berkembang biak. Aku disuruhnya segera menikah, supaya tidak tertular. Ia khawatir, karena banyaknya lelaki yang mengejaraku, nanti lama-lama khilaf dan masuk perangkap.
Kupikir benar juga, apa kata Bapak Suteja, demikian namanya. Kalau aku menikah, maka hari-hariku akan teratur. Ada wanita yang setia menunggu di rumah setiap hari. Ada wanita yang senantiasa memperhatikan segala kebutuhanku. Ada wanita yang menemani malam-malamku. Jika tuhan berkenan, ada anak-anak yang hadir di tengah-tengah kami. Dan aku memutuskan untuk mencari wanita yang mau menjadi teman hidupku, kekasih halalku. Tapi siapa wanita itu? Â Hingga kini belum aku temukan....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H