Mohon tunggu...
Dues K Arbain
Dues K Arbain Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk membungkam pikun

Slogan Sufi Anak Zaman : Jika Allah mencintai manusia, maka akan terwujud dalam tiga kwalitas : 1. Simpatik Bagaikan Matahari 2. Pemurah Bagaikan Laut 3. Rendah Hati Bagaikan Bumi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Derita Lelaki Idola Pria

20 September 2018   18:09 Diperbarui: 20 September 2018   18:43 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lama-lama aku terbiasa menghadapi lelaki yang kelakuannya mirip Lucky. Mereka rerata agak kemayu, lemah lembut, penuh perhatian. Namun terkadang penampilan sering kali mengecoh, layaknya seorang lelaki tulen, penuh berewok, suara lantang jantan, tubuh kekar berotot, hobinya ngegym dan fitness, tapi begitu bertemu denganku mendadak melambai.  Kelakuan....

Suatu hari, aku berkenalan dengan seorang lelaki di mall. Iwan namanya. Saat itu aku sedang duduk di bangku depan swalayan sambil menunggu ibu belanja. Ia menghempaskan pantat disebelahku sembari memasang headset di telinga. Tiba-tiba hapenya terjatuh menimpa kakiku. Reflek aku memungut dan menyerahkan padanya, ia mengucapkan terima kasih seraya menyebut nama. Baru ngobrol sebentar, ibu selesai belanja dan mengajak pulang. Masih sempat ia meminta nomor hape dan berjanji akan menghubungiku.

Mulanya aku biasa saja saat ia mengirim WA dengan menanyakan : "sedang apa?", "sudah makan belum?", "sudah mandi belum?" dan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada perhatian. Begitu sering ia me-WA seperti itu, aku menjadi jijik, kurasakan sudah seperti orang pacaran saja. Kejijikkanku memuncak ketika ia mengajak  video call di tengah malam buta. "Mohon maaf," kataku. "Kayaknya kamu sakit," aku langsung memblokir nomor WA lelaki tak layak itu.

Sejak itu aku menjadi takut berteman dengan  laki-laki. Dan menghindar jika itu bukan teman yang kukenal sejak lama. Karena, hampir setiap yang baru kukenal ada saja ulahnya. Memegang tangan, mengelus pipi, menyentuh dada, menyenggol bagian-bagian sensitif, berpura-pura memperebutkan benda di tanganku  lalu bergumul untuk bisa memelukku, bahkan ada yang pernah mendaratkan bibir ke pipiku dengan bersemaling dibalik cipika cipiki. Yang seram lagi baru kenal sudah mengajak tidur ke hotel. "Bangs*t!" bathinku mengumpat. "Memang aku lelaki apaan!"

Semasa berikutnya,  saat telah bekerja, aku  berteman dengan seorang senior penuh kebapakan. Ia sabar setiap kali memberi petunjuk atas pekerjaan yang aku lakukan, pun perhatian dan humoris. Darinya aku banyak mendapat pengalaman, dia suka bercerita tentang apa saja. Darinyalah aku mengenal ada kehidupan yang menyimpang. Dunia yang dilaknat tuhan tapi tidak bisa dilenyapkan. 

Dunia diluar aturan yang sudah digariskan. Dunia yang tidak berlawanan jenis, tidak wanita tidak lelaki. Dunia gay namanya. Dia menasehatiku untuk menjauh dari orang-orang seperti itu, karena bisa berbahaya bagi kelangsungan hidup manusia. Manusia bisa punah, tidak ada yang berkembang biak. Aku disuruhnya segera menikah, supaya tidak tertular. Ia khawatir, karena banyaknya lelaki yang mengejaraku, nanti lama-lama khilaf dan masuk perangkap.

Kupikir benar juga, apa kata Bapak Suteja, demikian namanya. Kalau aku menikah, maka hari-hariku akan teratur. Ada wanita yang setia menunggu di rumah setiap hari. Ada wanita yang senantiasa memperhatikan segala kebutuhanku. Ada wanita yang menemani malam-malamku. Jika tuhan berkenan, ada anak-anak yang hadir di tengah-tengah kami. Dan aku memutuskan untuk mencari wanita yang mau menjadi teman hidupku, kekasih halalku. Tapi siapa wanita itu?  Hingga kini belum aku temukan....

logo kompal
logo kompal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun