Mohon tunggu...
Dues K Arbain
Dues K Arbain Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk membungkam pikun

Slogan Sufi Anak Zaman : Jika Allah mencintai manusia, maka akan terwujud dalam tiga kwalitas : 1. Simpatik Bagaikan Matahari 2. Pemurah Bagaikan Laut 3. Rendah Hati Bagaikan Bumi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Pakam1] Pempek Bik Rohma

18 April 2016   19:00 Diperbarui: 18 April 2016   19:21 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup miskin mengajarkan sabar
Jadi kaya menebarkan pahala
Harusnya

Hujan telah berhenti bersenandung pagi itu. Suasana desa Arisan Musi yang berada di tepi Sungai Musi mulai bergeliat. Para penduduk satu per satu keluar rumah. Aku masih berjibaku di dalam kamar tidur yang berantakkan. Menyusun pakaian dari dalam koper ke lemari. Aku baru tiba di desa ini tadi malam, ingin bertemu Bik Rohma yang pernah menjadi bagian hidupku denganmu.

Cahaya matahari lamat mengintip di celah jendela kayu yang tak rapat. Kumpulan embun masih tertinggal di rerumputan dan helai-helai daun keladi belakang rumah. Aku membuka jendela lebar-lebar. Melihat paras alam sejumput. Aku sedang tak mau menangguk kesedihan. Aku ingin bergembira, ingin bernostalgia terhadap kenangan lama.

“Ah, tak ada yang berubah.”

Aku menatap rumah di pojok jalan ke timur, pondok kecil - tempat Bik Rohma menjual pempek masih berdiri di situ. Tak sadar air mataku menetes menuju kenangan lama. Takkan lupa meski waktu kejam menelan kenangan-kenangan pilu yang kamu muntahkan, Andre.

“Aku mencintaimu.” Katamu waktu itu. Aku hanya terdiam. Kulihat Bik Rohma pura-pura tak mendengar. Ia terus menggoreng pempek untuk disajikan ke bakul-bakul yang sudah kosong.

“Aku akan meminta orang tuaku meminangmu selesai KKN ini.” Lanjutmu serius.

Aku tersedak. Biar bagaimana pun cueknya aku, tetap saja kaget dengan ucapanmu. Mulutku komat kamit merafal ayat-ayat yang kuhafal. Aroma pempek Bik Rohma menusuk hidungku seolah bunga-bunga nestapa menggapai-gapai di sela harapan menjauh dari keperkasaan waktu.

“Dengan apa kamu memberiku makan?” Tanyaku setelah mampu menenangkan pikiran.

“Aku akan mencari pekerjaan.” Jawabmu lantang.

“Semudah itukah?” Aku meremehkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun