Mohon tunggu...
Dues K Arbain
Dues K Arbain Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk membungkam pikun

Slogan Sufi Anak Zaman : Jika Allah mencintai manusia, maka akan terwujud dalam tiga kwalitas : 1. Simpatik Bagaikan Matahari 2. Pemurah Bagaikan Laut 3. Rendah Hati Bagaikan Bumi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

[TantanganNovel100HariFC] Cintaku Tertinggal di Pesantren - Dulmuluk

31 Maret 2016   18:44 Diperbarui: 31 Maret 2016   19:08 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tawa para penonton tak tertahankan. Tak terkecuali aku dan Vera. Merasakan himpitan penonton semakin berjubel, aku mengajak Vera menyingkir ke tembok benteng. Ada banyak orang berjualan makanan khas Palembang, seperti Mpek-mpek, Tekwan, Laksan, Celimpungan, Model, bahkan sampai makanan nasional seperti bakso pun ada.

Aku memesan Tekwan. Rasanya lezat dan pedas, aku bersyukur menemukannya. Tiba-tiba mataku tertuju pada tukang bakso yang tak jauh dari situ.  Pikiranku langsung teringat Mas Bejo.

“Tadi aku melihat Mas Bejo dikerumunan, makanya aku menarik tanganmu mencarinya, tapi ia tidak ada.” Aku menjelaskan pada Vera kenapa tadi aku menariknya menyeruak diantara penonton.

“Oh…,” kata Vera.

“Mungkin ia sedang ke Palembang juga Bang.” Lanjutnya lagi.

“Mungkin.” Kataku pendek.

Aku mendekati tukang bakso. Lalu aku bercerita bahwa di kampungku ada juga orang yang berjualan bakso. Aku berharap tukang bakso itu mengenal Mas Bejo. Tapi ternyata harapanku hampa. Aku menunggu kemunculan Mas Bejo di situ, siapa tahu ia tertarik untuk membeli bakso atau menikmati panganan lainnya. Entah kenapa dadaku berdebar tak karuan.

Penjual bakso tersenyum. Senyum yang tak biasa. Aku tak peduli, yang jelas senyum lebarnya telah melumerkan kekakuanku yang mencoba tersenyum bercerita banyak. Pada malam ini, saat ada pertunjukan Dulmuluk, hatiku bergetar. Aku tak sengaja datang, dan tak sengaja pula bertemu Mas Mejo yang akhirnya membebani pikiranku.

Aku percaya  pada takdir. Tuhan pasti telah memilihkan jalanku. Tapi aku percaya pula bahwa menghindari takdir untuk mendapatkan takdir lainnya juga disebut takdir. Oleh sebab itu aku hendak mengajak Vera pulang. Jantungku berdebaran menyadari Vera tak Nampak lagi. Tiba-tiba wajahku pucat, seperti orang mati. Air mata jatuh dengan sendirinya dari sudut mataku, aku sangat takut kehilangan Vera. Aku memandangi sekeliling beberapa saat dan tidak menemukan apa-apa kecuali orang berjualan dan berlalu lalang.

 

Catatan :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun