Mohon tunggu...
Dues K Arbain
Dues K Arbain Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk membungkam pikun

Slogan Sufi Anak Zaman : Jika Allah mencintai manusia, maka akan terwujud dalam tiga kwalitas : 1. Simpatik Bagaikan Matahari 2. Pemurah Bagaikan Laut 3. Rendah Hati Bagaikan Bumi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Fikber]#5 : Derita Cinta Membara

17 November 2015   08:44 Diperbarui: 20 November 2015   20:47 1906
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Nampaknya Gie ingin menyampaikan sesuatu yang penting”, jawabku

“Ingin melamarmu?” Nina berselidik

“Bukan, sepertinya tentang perusahaan kita”, jawabku jujur

Lalu kupacu simerah menyusuri kilau cahaya lampu jalan ibu kota. Hiruk pikuk orang bersuka, dari yang gagah hingga gemulai, dari yang cantik sampai ke buruk rupa. Semua bersolek meneriaki cahaya rembulan mati. Duhai malam, apa yang kau tawarkan? Bukankah rembulan pun malu untuk menyapa gelap? Bukankah setiap bait-bait terangkai tanamkan simpul-simpul indah demi cinta yang didamba?

Mobil merahku melaju cepat, hingga suatu ketika aku menginjak rem dan mendapatkannya sudah tidak bisa dikendalikan lagi. Dunia menjadi gelap, yang menggugah asa rawan lenyap, sejak itu aku tak ingat apa-apa.


====

Dan, malam ini. Aku menikmati white frappe dalam cangkir yang dituang indah sang pelayan. Ah, tempat ini begitu bersahaja. Aku seperti pernah ke sini, Gie. Ya, kita dulu sering bertemu di sini. Hanya tempat ini yang mewangikan aroma hubungan kita. Kita pernah berikrar untuk cinta yang didamba sumringah merajut masa depan. Kita mungkin pernah seperti telaga yang menyeduhkan sejuk tanpa riak menggulirkan rindu setiap malam tiba. Dan tempat ini… tempat ini adalah saksi abadi kita.

Tiba-tiba satu sosok datang. Ia memilih duduk di depanku. Dengan paras tak bersahaja menyiratkan api murka melumatkan asa. Aku mendongak. Darahku berdesir. Wajah itu sangat kukenal. Aku pernah merengkuh teduhnya cinta di situ. Aku pernah mendayung rindu dalam tatapan matanya. Aku pernah memimpikan malam menjadi terang benderang bersama harapan yang ditawarkannya. Hampir saja aku menyebut namanya, jika saja tak sadar kalau wajahku sudah berubah.

Nugie. Kamukah itu? Bibirmu berkumis - yang dulu tak pernah ada. Jambangmu panjang tak terurus – yang dulu tak pernah ada. Kantong di kelopak mata menggantung lebam - yang dulu juga tak pernah ada. Kamu sangat lusuh dan keriput.

Apa yang terjadi dengan kamu, Gie? Aku ingin memelukmu. Ingin sekali menyapamu dan mengatakan aku adalah Rhein-mu. Rhein yang sangat mencintai kamu, Gie. Tapi aku tak bisa. Aku harus mencari terang, agar aku dapat melangkah menuju benderang.

Tiba-tiba rasa ibaku menyeruak, menyingkirkan kebencian dan kejijikan. Aku semakin tak percaya kalau kamu gay, Gie. Mana mungkin, gambaranmu sama sekali tak serupa dengan yang diceritakan Mr. J. Tak tahan melihat kondisimu, Gie. Seketika tubuhku rubuh tersungkur. Badanku bergetar hebat, isak tangisku tak bisa kubendung lagi. Kugapai tanganmu, inilah tanganku, genggamlah dengan keindahan tanganmu, dan inilah tubuhku, rangkullah dengan tangan kecintaanmu, inilah wajahku, usaplah dengan rasa rindumu yang mendalam. Aku mencintaimu, Gie. Apapun adanya dirimu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun