Mohon tunggu...
Dues K Arbain
Dues K Arbain Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk membungkam pikun

Slogan Sufi Anak Zaman : Jika Allah mencintai manusia, maka akan terwujud dalam tiga kwalitas : 1. Simpatik Bagaikan Matahari 2. Pemurah Bagaikan Laut 3. Rendah Hati Bagaikan Bumi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Terjebak di Ruang Rindu

4 November 2015   15:58 Diperbarui: 4 November 2015   16:08 1290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

“Terlebih Abang, yang setiap saat menginginkan adanya dirimu. Kadang di malam sahdu berharap kamu berkunjung untuk sekedar lelap tidur bersama. Semua itu sangat menyiksa”. Rintihku. “Tapi Maafkan Abang, Ellen. Akan banyak hati yang terluka dan jiwa-jiwa menangis masgul menyesali takdir”. Lanjutku lagi penuh sesal.

“Lalu Abang mengabaikanku?” tanyamu tersinggung

“Bukan itu, hanya saja hadirmu tidak dimasa Abang masih sendiri”. Aku mencoba menggenggam jemarimu dengan tangan lusuhku. Ah, kutepis saja itu. Aku tak butuh. Angin sudah reda. Angkuh cinta tak terpenuhi. Tapi hasratku menginginkan untuk terus menggenggam tanganmu. Bahkan membuka ruang dadaku buatmu berlabuh.

“Aku selalu merindukan Abang”. Katamu dengan wajah memohon.

“Tak terkecuali aku. Yang terus berusaha membunuh rindu, seperti mawar-mawar layu. Aku sudah sekarat, dengan dahaga terik menyengat menahan penat dari penantian merindu padamu”. Suaraku tercekat.

“Lalu kenapa kita tidak mencobanya?” Kamu menatapku penuh harap

“Tak mungkin. Datangmu sudah terlambat”. Jawabku dengan dada sesak.

“Baiklah Abang. Kalau begitu, jangan sesali apa yang akan terjadi nanti”. Katamu dengan suara sendu.

====

Lalu, setelah malam itu kamu berlalu. Berlalu meninggalkan jejak basah air mata. Berlinang tanpa kejab di riak-riak kubangan cinta berbaur dosa. Karammu menenggelamkan labuhan hatiku hingga tergelincir di ujung gelap cakrawala. Pergimu telah mengiriskan pisau tajam merajam punggung hati dengan luka menganga berkepanjangan. Setiap detik, aku menuntut catatan langit hanya ingin melihat adakah kisah-kisah kita mengukir lagu indah disana.

Maafkan aku Ellen. Aku sangat mencintaimu. Tapi aku tak mungkin menyakiti wanita yang telah melahirkan dan membesarkan anak-anakku. Aku hanya selintas pergi darinya. Setelah itu kutemppuh jalan pulang meneruskan perjalanan sakral jejak terang melepas kegelapan. Terima kasih telah membuatku bahagia walau hanya dalam jenak waktu tak seberapa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun