“Aku ingin engkau yang bertanggung jawab”. Kataku menahan tangis yang hampir tertumpah
“Tak mungkin kamu hamil Isti”. Bisik Dayan tidak percaya
“Aku hamil!!” teriakku memecahkan kesunyian Mall
“Isti, kau tidak mungkin hamil olehku. Aku tak pernah menyelamimu. Juga tak bisa menerjemahkan keinginanmu. Kau jiwa yang sulit dan rumit untuk kupahami”. Bentak Dayan yang membuatku tercenung.
Benar, tak seorang pun yang bisa memahamiku. Dan aku tak butuh dipahami oleh siapapun. Aku hanya ingin Dayan mengakui anak yang kukandung adalah buah perbuatannya. Sekarang, akankah bisa kuminta kembali mahkota yang telah melayang dari tubuhku? Yang telah menyengsarakan dengan segala keegoisanku?
“Uhuk! Kau.....kau terlalu banyak bicara Dayan”. Suaraku mulau parau. “Mengahabiskan waktuku dengan ocehanmu adalah sesuatu yang sia-sia”. Aku memandangnya dengan nanar.
Aku menarik kerah bajunya kuat-kuat. Aku ingin memeluknya erat-erat. Tapi dendam dan kebencianku menggiring niatku untuk melenyapkan Dayan dengan mendorongnya agar terjatuh di tangga eskalator.
Tiba-tiba sebelum semuanya terlambat, seseorang memanggil namaku dari kejauhan.
“Isti! Hentikan”. Aku memandang arah bentakkan. Tampak Dayat tersenyum manis, lalu ia berkata lembut sambil menggapaikan tangannya.
“Kamu tak mungkin hamil”. Dayat mengulangi lagi kata-katanya.
“Kenapa?” tanyaku mendesah