Suasana perkampungan Ambasador kembali mencekam. Kegelapan yang senantiasa menyelimuti jiwa seorang hamba yang sering merusak kehidupan manusia dan lingkunganya kembali terjadi. Tatkala tanah yang dipijak serta langit yang dijunjung tak jua mau menerima kepekaan hati sebagian umat laknat, sering menjadikanSusie salah satu penduduk Kampung Ambasador sebagai manusia yang dimiliki oleh Sang Khalik tak sadar bahwa dirinya kelak akan kembali pada Sang Pencipta. Sehingga dengan sesukanya dia berkelakuan sekehendak yang ia inginkan, bahkan memfitnahpun tidak menjadi sesuatu yang menakutkan baginya. Fitnah memang kejam. Tapi bagi Susie itu adalah kebutuhan. Tiada hari tanpa memfitnah, tiada kehidupan tanpa dia bercerita dan menjelekkan orang lain. Seperti yang terjadi baru-baru ini.
Pagi itu Susie sedang berbelanja sayur di warung Iyem sebelah rumahnya. Terdapat ibu-ibu rumahan lainnya yang berbelanja di situ. “Ibu-ibu, mau tahu cerita seru nggak?” kata Susie dengan penuh antusiasnya. “Cerita apa Sus?” jawab ibu lainnya penasaran.
“Pak Kamto masukkin cewek ke dalam rumahnya” cerita Susie bersemangat
“Lha, nggak apa-apa toh, kan ada anak dan isterinya” jawab Bu Lindu heran
“Itulah masalahnya Bu...isterinya sedang ke luar kota, anak-anaknya pagi-pagi sudah dikasih duit sama Pak Kamto, disuruh main ke Warnet” jelas Susie seperti tahu semua
“Terus...ceweknya siapa?” tanya Bu Ida
“Nggak tahu Bu, tadi pagi diantar pake motor, helm nggak dilepas sampai masuk rumah” Susie tersenyum
“Kayaknya mantan pacarnya” jawab Bu Endang yang rumahnya berdekatan dengan Pak Kamto “dulu juga pernah datang” lanjutnya lagi meyakinkan
“Berapa lama Sus cewek itu datang?”
“Lumayan Bu....hampir satu jam, habis itu dia keluar jalan kaki, tetap pakai helm, selang sebentar Pak Kamto keluar pake motor, kayaknya cewek tu dah nunggu di muara jalan” Susie bercerita sambil mengerlingkan matanya dengan penuh arti
“Waduh...gawat tuh” timpal Bu Lindu lagi
“Iya Bu, nanti kalau isterinya pulang akan aku sampaikan” kata Susie tanpa dosa
“Jangan Sus, kasihan, nanti rusak rumah tangga orang” bela Bu Iyem yang dari tadi diam saja. “Kasihan kalau mereka bertengkar, anak-anaknya masih kecil, biar saja, biar dari mereka sendiri yang tahu” kata Bu Iyem lagi
“Nggak...pokoknya akan aku sampaikan sama isterinya kalau dia pulang nanti” kata Susie tak mau mendengar nasehat
“Iya Mbak Susie, sampaikan saja, saya juga nggak nyangka lho Pak Kamto begitu, padahal dia itu rajin shalat, pintar mengaji, sering jadi imam masjid” kata Pak Ronggo satu-satunya lelaki di situ yang baru saja datang berbelanja sambil menggendong anaknya yang masih kecil
Dunia memang edan. Senang benar melihat orang lain hancur. Bukannya menyimpan rapat-rapat aib orang lain. Bukannya mencegah orang yang mau membuat suatu kerusuhan pada orang lain, ini malah mendukung dan memprovokasi. Seyogyanyalah Pak Ronggo yang merupakan salah satu tokoh masyarakat di Kampung Ambasador tersebut dapat menasehati Susie supaya tidak menyampaikan berita itu ke isterinya Pak Kamto. Karena apa yang mereka lihat dan mereka duga belum tentu sama seperti yang terjadi sebenarnya. Entah itu memang suruhan isterinya Pak Kamto untuk mengantarkan makanan buat suami dan anak-anak yang ditinggalkannya. Entah itu masih keluarga mereka yang datang untuk suatu keperluan keluarga. Karena apa yang diduga dan difikirkan oleh Susie belum tentu sama dengan kenyataan. Tapi itulah manusia durjana, senang bila melihat orang susah dan juga sebaliknya susah bila melihat orang senang.
Berita tersebut akhirnya menyebar luas di Kampung Ambasador, layaknya seorang selebritis infotainment, nama Pak Kamto selalu disebut disetiap sudut kampung. Tibalah saatnya isteri Pak Kamto pulang, belum lagi sampai di rumahnya Susie sudah menyusul dan menceritakan kejadian tersebut. Sontak Bu Kamto ngamuk dan masuk rumah langsung mencari suaminya. Untungnya Pak Kamto sedang berada di kantor, hingga luapan amarah Bu Kamto hanya kepada benda-benda yang ada di kamarnya saja. Setelah semua emosinya terkuras Bu Kamto merapikan kembali kamarnya sambil tak henti-hentinya menitikkan air mata.Akibat kelelahan diapun tertidur. Dalam tidurnya Bu Kamto bermimpi bertemu ibunya yang sudah meninggal dunia. Terlihat jelas wajah ibunya yang tersenyum bahagia dengan wajah yang jauh lebih muda dari wajah terakhir beliau di dunia.
“Nak, hidup hanya sebentar. Kita dihidupkan hanya untuk mengabdi kepada Allah, salah satu cara kita mengabdi kepada Allah yang paling besar pahalanya adalah melayani suamimu dengan baik, karena itulah ladang surga bagimu. Apa yang disampaikan orang lain belum tentu seperti itu kenyataannya, karena banyak orang yang berada di lingkungan kita tidak semuanya senang melihat kebahagian, kerukunan dan keharmonisan keluargamu. Jiwa kerdila mereka akan tertantang jika dapat membuktikan terbalik dari apa yang mereka lihat selama ini tentang diri kamu dan suamimu. Oleh sebab itu, alangkah baiknya kalau kamu coolling down, membenahi kekuranganmu, menonjolkan sisi baikmu bagi suamimu. Berpura-pura tidak tahu sampai suamimu bercerita, jangan kuras tenagamu hanya untuk mengeluarkan emosimu. Ingatlah, ada Allah yang senantiasa menolong, ada anak-anakmu yang akan menghuni masa depannya dari kekuatan tanganmu, ada keluargamu yang lain yang akan merasakan kesedihan jika terjadi sesuatu pada dirimu. Jadi jangan kau hiraukan suatu khabaryang belum tentu kebenarannya”. Mendengar kata-kata ibunya tersebut tak sadar air mata Bu Kamto menetes deras, dan iapun terbangun ketika satu sentuhan jemari ke pipinya mengusap air matanya yang jatuh.
“Mama mimpinya koq sampai menangis sungguhan?” kata suaminya yang ternyata sudah pulang dari kantor. Ia tertegun melihat isterinya tertidur nyenyak dengan mengeluarkan air mata.
“Iya Pa, tadi mimpi ketemu ibu”
“Alhamdulillah, mama masih diberi kenikmatan oleh Allah untuk melihat ibu di surga”
“Ibu tampak cantik sekali Pa” kata Bu Kamto dengan suara seraknya
“Ibu wanita sholehah Ma, dia sudah bahagia di surga” Pak Kamto tersenyum sambil mengecup kening isterinya. “Bagaimana study tournya Ma?” tanya Pak Kamto
“Alhamdulillah semua berjalan lancar Pa, anak-anak sehat dan selamat semua, mereka sangat menikmati kegembiraanya terutama ketika renungan suci di pantai” jelas Bu Kamto
“Syukurlah kalau begitu, sukses ya Ma” kata Pak Kamto lagi. “Ma, kemarin teman kantor Papa yang namanya Dina datang ke sini nganterin kerjaan Papa yang tertinggal di kantor, terus karena harus Papa selesaikan dan harus dikirim ke Pusat via email hari itu juga Papa jadinya ke warnetsekalian ngontrol anak-anak main di warnet” cerita Pak Kamto.
“Koq yang gitu aja Papa ceritain?” selidik Bu Kamto
“Iyalah Ma, kan Papa selalu cerita ke Mama, oh Iya Ma, kebetulan siDina itu lagi kena cacar, apa kita main ke rumahnya aja Ma, kasihan kan Ma dia lagi kena cacar begitu masih mau nganterin kerjaan Papa” ajak suaminya
“Terserah Papa aja” kata Bu Kamto
Sore itu mereka berkunjung ke rumah Dina, dan ternyata Dina masih dihiasi oleh bintik-bintik cacar di sekujur tubuhnya tidak terkecuali di wajahnya yang tampak polos. Rupanya Dina adalah pramubakti di kantor tempat Pak Kamto bekerja. Dia hidup bersama ayahnya yang sedang sakit-sakitan. Dina mencari nafkah untuk mereka berdua.
“Maaf bu, gubuk kami berantakkan” kata Dina malu-malu dan masih terkaget-kaget dan jua tersajung karena didatangi Pak Kamto yang merupakan salah satu manager di kantor tempat dia bekerja sekarang.
“Nggak apa-apa Din, kami hanya ingin memberimu sedikit oleh-oleh, kebetulan Ibu dari luar kota, mohon diterima ya....” kata Bu Kamto.
“Iya Din, sekalian saya ingin mengucapkan terima kasih, karena kemarin Dina sudah mengantarkan kerjaan saya, kemarin saya lupa ngucapin terima kasih, saya lagi ke kamar buat ngambil uang untuk ongkos Dina, eh tak tahunya Dina sudah pulang” kata Pak Kamto
“Maafkan saya Pak, saya harus buru-buru pulang mau beli obat, Bapak saya lagi sakit” jawab Dina sambil melihat ke arah Bapaknya yang sedang terbaring.
“Apa sebaiknya kita bawa ke rumah sakit saja?” ajak Bu Kamto
“Nggak usah Bu, Bapak nggak parah, hanya perlu istirahat saja” kata Dina.
“Oh, iya Din, nanti kalau perlu apa-apa jangan sungkan-sungkan hubungi ibu atau bapak ya” kata Bu Kamto seraya pamitan pulang.
Sepanjang perjalanan pulang tak henti-hentinya Bu Kamto mengucapkan rasa syukur kepada Allah, karena dia berhasil melewati fitnahan dan kekejian yang diciptakan oleh lingkungannya. Dia masih percaya bahwa suaminya adalah lelaki terbaik buat dirinya dan anak-anaknya. Bathin Bu Kamto ingin menceritakan apa yang dialaminya sepulang dari study tour tersebut kepada suaminya. Tapi fikiran sehatnya mengatakan biarlah apa yang disampaikan oleh Susie dia simpan dan buang jauh-jauh. Karena kalau hal itu disampaikan ke suaminya, dia takut akan berakibat buruk, bisa saja suaminya marah-marah sama Susie atau membuat perhitungan. “Biarlah, aku harus berbeda dengan Susie, kalau aku menceritakan pada suamiku, artinya aku sama saja dengan Susie”, bathinnya membisikkan. Segala sesuatu yang akan kita sampaikan kepada seseorang harus betul-betul difikirkan sebab akibatya. Itulah manusia sejatinya. Dan Bu Kamto telah memilih menjadi manusia seutuhnya. Arakkan awan mulai cerah dan tanah yang dipijak semakin terang dengan segala hiasan yang diberi oleh Sang Pencipta.
Sesampainya di rumah Bu Kamto melihat orang berkerumun di halaman rumah Susie, melihat keramaian tersebut Pak Kamto dan Bu Kamto singgah untuk mengetahui apa yang terjadi. "Susie stroke, mulutnya mendongak ke atas, nggak bisa ngomong lagi" Pak Dindin menjelaskan keadaan Susie pada Pak Kamto. "Kenapa nggak segera di bawa ke rumah sakit?" tanya Pak Kamto. "Ayo, gotong ke mobil saya" kata Pak Kamto lagi. Rupanya dari tadi orang hanya melihat dan bengong saja, tak seorangpun berfikir untuk segera membawa Susie ke rumah sakit. ah..kalau Pak Kamto tahu apa yang telah dilakukan Susie kepadanya. itulah Allah senantiasa ingin menunjukkan dan memberi pelajaran serta tuntunan kepada umatNYa, jika mereka termasuk orang-orang yang berfikir, maka nikmat Tuhan yang mana yang engkau dustakan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H