Masa kanak-kanak adalah masa keemasan yang seharusnya dijalani oleh setiap manusia, karena di masa ini seorang anak mulai peka/sensitif untuk menerima berbagai rangsangan atas terjadinya kematangan fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Demikian juga yang terjadi pada keempat orang anak-anakku. Walaupun masa peka dari masing-masing mereka itu berbeda, namun ada satu kesamaan yang dihasilkan dari keempatnya, yaitu : keberanian.
Jika saya kilas balik kenapa ini bisa terjadi. Ternyata semuanya tidak luput dari peran ibunya sejak dari kandungan. Mulai dari kehamilan anak pertama sampai yang keempat, isteriku tidak pernah berinteraksi dengan yang namanya “ngidam”. Boleh dibilang hamil pun tidak dirasa, dianggap wajar, karena menyadari kodradnya sebagai seorang wanita. Bahkan saat memasuki usia kandungan 3 (tiga) bulan di kehamilan anak pertama, isteriku sempat ikutan acara tarik tambang pada perayaan 17 Agustusan. Olala.
Saat saya tanya “kenapa tidak ngidam?” Jawabnya : “sebetulnya ada keinginan untuk memakan sesuatu yang asam-asam, tapi saya lawan, takut anaknya jadi manja”.
“Walah nanti anak kita ngences?”
“Ah, nggak ada hubungan”. Jawabnya.
Selain itu selama kehamilan, isteriku tidak pernah diam, ia selalu mengerjakan pekerjaan dapur, menyapu rumah, halaman, mengepel lantai bahkan mencuci dan menjemur pakaian. Lalu kemana fungsi pembantu? Pembantu betul-betul hanya membantu apa yang ia kerjakan. Duh!!!
Dan yang tak kalah penting, selama masa kehamilan isteriku khatam Al-Qur’an dua sampai tiga kali hingga melahirkan. Luar Biasa.
Ketika anak masih bayi, layaknya orang tua pastilah kasih sayang kepada anak adalah hal yang utama. Tapi semua dilakukan dengan wajar dan tidak berlebihan. Anakku jarang sekali digendong, bahkan kami tidak menidurkan mereka dalam ayunan. Waktu menyusui dilakukan dengan cara berbaring bersama si bayi. Saat mengerjakan suatu urusan, anak ditinggal di tempat tidur sambil berpamitan, seperti : “tinggal dulu nak, ibu mau ke dapur”. Kami membiasakan mengucapkan kata-kata yang tegas, tidak dicadel-cadelkan. Seperti kata-kata : “ini anak tyapa?”. “du tantikna anak mama tayang” dan sebagainya.
Yang paling penting, dan mungkin inilah salah satu kunci utama kenapa anak-anakku jadi pemberani. Kami tidak pernah menakut-nakuti dengan hal-hal yang tidak penting, misal : awas gelap ada hantu, awas jangan keluar rumah ada culik, dan beribu awas-awas lainnya. Jika ada orang lain yang menakut-nakuti mereka, kami segera memberi penjelasan yang sedikit kontroversi dengan apa yang mereka dengar dari orang lain. Misal, ada yang bilang “awas jangan nakal, nanti di sunat!”. Maka kami akan menjelaskan kepada mereka bahwa disunat itu memang sudah keharusan untuk laki-laki, lagian tidak sakit, rasanya seperti digigit semut saja, bahkan setelah disunat enak, banyak dapat duit dan dapat hadiah bagus-bagus seperti sepeda, PS dan sebagainya”. Alhasil, kedua anak laki-lakiku meminta sendiri dirinya untuk disunat saat baru berumur 5 (lima) tahun.
Mungkin itu trik-trik kecil dari pengalaman kami, yang bisa dikembangkan dalam mendidik anak, supaya anak menjadi pemberani. Kita memerlukan generasi pemberani, kuat dan tidak lemah untuk masa-masa mendatang.
Berikut ini saya tampilkan jepretan anak pertama saya yang saat ini sudah berumur 18 (delapan belas) tahun terhadap aktivitas adik bungsunya yang berumur 6 (enam) tahun dalam arena permainan yang terletak pada Taman Pelangi Sriwijaya Palembang tanggal 4 Oktober 2014.
Oh ya, sibungsuku ini memilih permainan yang menantang. Saat ditanya mau naik kereta api-kereta apian, dijawabya : “ah, itu mainan anak-anak”. Lalu ia memilih permainan yang banyak dipilih oleh remaja dan orang dewasa, salah satunya “Bungee Trampoline”.
Bungee Trampoline, merupakan permainan loncat dengan menggunakan tali dan trampolin yang membuat pemainnya meloncat setinggi-tingginya dan melayang-layang di udara. Tanpa sedikit pun ekspresi ketakutan yang diperlihatkan bocah 6 (enam) tahun tersebut bahkan ia melakukan gerakan akrobatik yang membuat para pengunjung yang melintas di arena tersebut terpekik-pekik bahkan ada yang terdiam terpana.
Aisah melakukan persiapan untuk permainan Bungee Trumpoline (dokumen pribadi)
Asyiiik...... Aisah mulai melayang (dokumen pribadi)
Senyum....senyumlah terus anakku sayang (dokumen pribadi)
Semakin tinggi, semakin menjulang, gapailah sebatas apa engkau mampu (dokumen pribadi)
Ahaiiiii................ (dokumen pribadi)
Ha ha ha....... ayahmu ketakutan, tapi ibumu hanya tersenyum (dokumen pribadi)
Mejeng di arena Taman Pelangi Sriwijaya (dokumen pribadi)
Nah, ini kebanggaan uwong kito gilo, eh salah uwong kito galo (dokumen pribadi)
Salah satu tangga rumah adat sumatera selatan yang terletak di Taman Pelangi Sriwijaya (dok. pribadi)
Pintu gerbang Taman Pelangi Sriwijaya Palembang (dokumen pribadi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H