Mohon tunggu...
Duen Sant Duary
Duen Sant Duary Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Filsafat Unpar

Pencinta seni

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Agama, Masih Penting?

8 Juni 2022   10:53 Diperbarui: 8 Juni 2022   10:58 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Agama merupakan salah satu aspek yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Kendati demikian, akhir- akhir ini, kritikan terhadap agama menjadi hal yang perlu mendapat perhatian. Berbagai aksi ekstrem kaum fundamentalis berulangkali menghiasi berita utama. Di sisi lain, para pemimpin agama yang beberapa kali terjerat skandal, juga menuai protes keras dari masyarakat. Ditambah, menurunnya jumlah umat beragama di Benua Barat juga kerap dipertanyakan. Apakah dewasa ini, agama masih memiliki posisi penting dalam peradaban?

Fenomena agama menjadi salah satu topik paling serius dan menghiasi sejarah manusia dengan daya tariknya. Tidak bisa dipungkiri, bahwa agama memiliki pengaruh yang besar dalam peradaban. Buktinya, sepanjang sejarah, banyak agama yang tercipta dan memengaruhi hidup manusia. Bukan hanya sebagai sebuah sarana untuk mengungkap keberadaan Sang Pencipta, tapi juga menjadi sebuah pedoman , norma, dan nilai sosial yang memengaruhi cara manusia bertindak dan berpikir, sehingga sejalan dengan agama yang dianutnya. Hal ini membuktikan, bahwa agama memiliki kekuatan yang dahsyat dan penting.

Manusia adalah makhluk yang beragama. Milyaran umat beragama yang tersebar di seluruh pelosok bumi adalah bukti yang tak terbantahkan. Bukan hanya kuantitas manusianya yang banyak, agama yang dianut pun cukup beragam. Mulai dari agama- agama tradisional sampai agama- agama samawi yang cukup berpengaruh dewasa ini. Kendati memiliki ajaran dan tradisi yang relatif berbeda, namun semua agama setuju untuk menjadi pedoman hidup dan mengajarkan apa yang dapat, dan tidak dapat dilakukan manusia.

Secara etimologis, istilah agama sendiri berasal dari bahasa sansekerta a-gam-a. Silaba a yang pertama berarti tidak, gam berarti "pergi ke", atau "menuju ke", dan silaba a yang terakhir berarti sifat kekal. Secara harfiah, kata agama berarti "pergi ke" atau "menuju ke" yang kekal. Agama berarti menuju kepada yang kekal karena pada dasarnya, agama bukanlah hal yang kekal (silaba a menegasi gam-a). Dari pengertian ini sangat terlihat tujuan agama yang membawa masusia kepada sesuatu yang kekal.

Dalam rangka menawarkan jalan menuju kepada sesuatu yang kekal, agama telah menjadi daya tarik yang cukup kuat bagi manusia. Selama berabad- abad perkembangannya, agama telah berhasil menata kehidupan masyarakat menjadi seni kehidupan yang teratur. Keteraturan tersebut bersumber dari cara manusia menata kehidupan religiusnya. Berdoa, membaca kitab suci, merenung, bahkan sampai kepada hal yang cukup ekstrim; bertapa. Dari hal- hal tersebutlah manusia memandang hidupnya secara berbeda, bersikap rendah hati, menolong orang yang membutuhkan, dan sebagainya. Keteraturan tercipta dari kesadaran untuk berbuat baik. Pada titik inilah agama menjadi hal yang penting dalam peradaban manusia dan tidak akan tergantikan.

Kenyataan bahwa akhir- akhir  ini ada oknum- oknum tertentu yang membawa- bawa nama agama untuk berbuat jahat, tidak lantas dapat dipastikan bahwa tindakan mereka adalah sungguh atas nama agama tertentu. Hal yang harus menjadi pertimbangan adalah apakah agama memang mengajarkan hal yang buruk atau tidak. Dan kalaupun dikatakan bahwa agama telah gagal mendidik umatnya, hal itu tidak lantas seratus persen kesalahan agama yang dimaksud. Banyak faktor lain yang bisa diperhitungkan.

Meski banyak menuai kritik dari kaum- kaum yang merasa lebih paham, kenyataan bahwa jumlah umat beragama yang mencapai milyaran di seluruh dunia adalah bukti konkret bahwa agama masih menjadi salah satu aspek penting dalam peradaban manusia. Tidak ada bukti bahwa tanpa adanya agama dunia akan berjalan teratur, tapi kenyataan bahwa agama pernah menjadi aspek yang memengaruhi keteraturan, adalah bukti bahwa agama masih memiliki kesempatan untuk melakukan hal yang sama dewasa ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun