Mohon tunggu...
Dudun Parwanto
Dudun Parwanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Traveler

Owner bianglala publishing, penulis, komika sosial media dan motivator/ trainer penulisan,

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Growth Mindset

1 Juli 2021   06:36 Diperbarui: 1 Juli 2021   06:41 1212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Growth Mindset (Pola Pikir Bertumbuh)

 

Kita tentu sudah kenal istilah comfort zone atau zona nyaman.Ternyata selama ini banyak diantara kita yang sudah terjebak di zona nyaman, Satu diantara tandanya yakni apabila seseorang merasa aman  dan tidak memiliki masalah dengan aktifitasnya selama ini. Padahal jika kita ingin sukses, ingin maju, bahkan ingin berjuang serta berdakwah, mindset tersebut harus kita ubah dan kita dobrak. Kita harus segera keluar dari zona nyaman.

Kenapa kita tidak boleh berada di zona nyaman? Karena itu dead zone atau zona kematian. Maksudnya zona dimana kita tidak bisa berkembang dan mencapai suatu impian yang lebih besar lagi. Zona nyaman dalam grafik dibawah digambarkan dengan warna abu-abu. Namun untuk keluar dari zona nyaman, terdapat benteng penghalang yang sangat besar yakni  fear zone atau zona ketakutan. Untuk bisa keluar dari zona nyaman kita dikepung zona ketakutan. Inilah yang harus kita tembus.

Jika kita bisa melampaui fear zone, maka kita akan masuk ke battle zone atau learning zone. Wilayah dimana kita dapat berkontribusi, berkinerja tinggi dan sarana pembelajaran. Ujungnya nanti kita akan masuk ke sebuah wilayah yang kita impikan, yakni growth zone atau zona pertumbuhan. Inilah tujuan yang harus kita capai.

Comfort zone atau zona nyaman sangat berbahaya sehingga dikatakan sebagai danger zone.  Bahkan ada yang mengatakan bahwa bahaya terbesar dalam hidup kita adalah ketika kita sudah berada di comfort zone. Sebab comfort zone adalah tempat di mana mimpi-mimpi yang ingin kita bangun akan mati.

Untuk menilai apakah kita sekarang berada di comfort zone atau tidak, jawablah pertanyaan, Apakah hari-hari kita berjalan kurang produktif dibanding dahulu? Jika ya, berarti itu menjadi indikator kita sudah berada di comfort zone. Waspadalah. 

Jebakan itu diantaranya kita merasa sudah sukses sehingga kegiatan kita sehari-hari hanya nyantai di kamar saja, tidak produktif dan tidak mau keluar rumah, itu namanya fake happines atau kebahagiaan yang menipu, atau semu. Jika kita masih terus berada di comfort zone, menikmati hari-hari di kamar, sadarilah bahwa sebenarnya kita mendustakan sendiri mimpi dan cita-cita yang selalu kita gembar-gemborkan. Kita tertipu karena sikap seperti ini pelan pelan akan membuat kita masuk ke zona kematian.

Kita harus ingat misi kita sebagai pejuang-pejuang dakwah, pejuang-pejuang bangsa yang ingin menjayakan umat. Kita harus siap untuk menerjang atau menembus dinding hitam. dan siap masuk ke fear zone. Mari kita tekadkan menembus fear zona untuk meraih kesuksesan yang lebih besar. Kesuksesan dimulai ketika kita meninggalkan comfort zone, dan masuk ke fear zone. 

Setelah kita masuk ke fear zone ternyata tidak semenakutkan yang kita sangka selama ini. Sebab  justru di situlah ada kebahagiaan sejati. Begitu kita dobrak apa yang kita takuti,  ternyata itulah "surga" yang sebenarnya. Mata kita akan terbelalak ketika mampu melakukan banyak pencapaian yang sangat luar biasa.

Untuk menembus fear zone, maka yang pertama kita lakukan adalah mengurangi waktu senggang atau lessure time. Banyak perusahaan networking yang tumbuh berkembang tetapi kemudian turun karena banyak leader-leadernya merasakan lessure time, banyak passive income, sehingga mereka sudah tidak bekerja lagi. Ketika hal itu terjadi, sunnatullahnya perusahaan tersebut akan turun.. Maka kurangilah waktu senggang dan jadikan waktu-waktu kita menjadi lebih produktif lagi.

Setelah melewati fear zone maka kita akan menemui battle zone yang dalam grafik berwarna kuning adalah zona perang atau pertarungan. Siapa yang menguasai dunia, dia harus memenangkan zona ini. Jadi omong kosong kalau kita mengatakan akan menguasai perekonomian dunia, tapi kita tidak pernah masuk ke battle zone. 

Di zona ini kita akan bertemu dengan tantangan-tantangan, problem baru yang tidak akan ditemui di comfort zone. Misalnya sekarang kita masuk ke dalam era distrupsi, jika kita diam saja maka kita tidak tahu seperti apa koindisnya. Namun kita akan tahu ketika kita masuk dalam kancah peperangan.  Disitulah kita akan mendapatkan skill dan pengetahuan baru.

Di battle zone, kita akan mendapatkan kepuasan dan passion atau kebanggaan yang lebih besar. Kebahagiaan yang sejati. Nah kalau kita sudah masuk ke zona ini, dan bisa meraih kemenangan, maka  kita akan masuk ke dalam growth zone, zona pertumbuhan.  

Di Growth Zone, kita mengalami performance lead atau lompatan kinerja. Bonus, omset, dan produktivitas kita akan meningkat luar biasa. Kita harus bertekad untuk menembus fear zone dengan segala konsekuensinya. 

Kemudian kita bisa menikmati battle zone, dan siap berhadapan dengan challenge atau tantangannya, problem-problem yang semakin asyik, dan semakin mendewasakan kita. Hari-hari kita justru penuh gairah karena kita mempunyai mimpi yang besar.

Untuk mencapai Grosth Zone, kita harus memiliki growth mindset, yakni  pola pikir, sikap dan tindakan yang mengupayakan untuk terus tumbuh berkembang dalam pengetahuan, kapasitas, dan keterampilan diri. Dilansir dari Thomas Edison State University di buku The New Psychology of Success, Carol Dweck pertama kali mengenalkan dua istilah pola pikir yaitu growth mindset dan fixed mindset

Carol Dweck menyatakan bahwa growth mindset adalah salah satu kunci untuk mendapatkan kesuksesan. Individu yang memiliki growth mindset adalah mereka yang selalu percaya bahwa bakat, kemampuan, dan prestasi yang dimilikinya selalu dapat dikembangkan. Pengembangan diri tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan kerja keras, menggunakan strategi yang tepat saat bekerja, terus belajar hingga mendengarkan masukan dari orang lain.

Ciri-ciri growth mindset ada dua yakni, Pertama meyakini hari ini harus lebih baik dari kemarin dan esok harus lebih baik dari hari ini. Pemikiran ini sangat islami sebab dalam Islam dikatakan jika hari ini lebih buruk dari kemarin, namanya orang yang celaka, jika sama artinya orang yang merugi, dan  orang yang beruntung jika hari ini lebih baik dari kemarin. Hari esok harus lebih baik dari hari ini, itulah growth mindset.

Kedua, merasa risau jika hari yang dijalaninya berlalu tanpa ada nilai tambah. Dulu ketika awal-awal membangun jaringan jika dalam satu hari saya belum merekrut mitra, belum PCA, saya belum merasa tenang. Prinsip tiada hari tanpa merekrut, tiada hari tanpa PCA, terus saya pegang. Kita harus risau jika setiap hari berlalu tanpa melakukan nilai tambah, sesuatu yang menaikkan skill kita.

 Sedangkan orang fixed mindset sibuk memamerkan bakat, sesuatu yang sudah berlalu, kecerdasan dan pencapaiannya di masa silam. Sebaliknya, orang growth mindset, sibuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan fokus meraih level pencapaian. Dengan demikian, Growth mindset melahirkan sikap humble atau rendah diri. Perumpaannya seperti orang yang sedang naik tangga. Ketika kita naik tangga apakah meninggiikan kepala sama dengan badan? Orang yang mau lompat, apakah ada yang meninggikan badannya? Tidak ada, ketika kita mau naik atau melompat, maka kita menundukkan kepala.

Orang berjiwa growth mindset mempunyai sifat rendah hati karena dengan merendah dia siap untuk naik ke jenjang yang lebih tinggi. Dalam sebuah kitab berjudul maarif fithoriq fii thalabil ilmi karya Syekh Abdul Aziz. Beliau mengatakan, bertawadulah atau rendah hatilah kamu, maka kamu akan seperti bintang yang gemerlap di langit. 

Namun orang melihat seperti gemerlap bercahaya di genangan air, padahal dia tinggi di atas, itulah bintang. Orang yang sudah tinggi derajatnya, tidak perlu lagi meninggi-ninggikan dirinya. Kebalikannya janganlah seperti asap yang membumbung tingginya ke atas, namun sebetulnya tidak ada apa-apanya dan akan hilang begitu saja. Growth mindset lebih menghargai proses daripada hasil. Ia menyadari bahwa proses itulah inti dari nilai tambah, sedangkan hasil hanya akibat dari proses.

Orang yang mempunyai growth mindset, ingin terus belajar, tidak pernah berhenti belajar, baik  pendidikan formal maupun non formal.. Bahkan belajar dengan setiap orang, yang mungkin dianggap levelnya lebih rendah darinya tidak masalah. Itulah orang yang mempunyai pola pikir growth mindset. Ia terus mengembangkan bakatnya, kecerdasannya, pengetahuannya, skillnya, dan performance-nya agar selalu meningkat. Di zona pertumbuhan inilah kita bisa merealisasikan mimpi-mimpi kita. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun