Innamal A'malu Binniyat." Semua perbuatan tergantung dari niatnya. Umat muslim pasti tidak asing mendengar hadits tersebut. Hadits ini diriwayatkan dari oleh Umar R.A, bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; barangsiapa niat hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan." (HR. Bukhari)
Mengacu kepada hadits sahih diatas, niat adalah motivasi, maksud, atau tujuan di balik sebuah perbuatan yang dilakukan manusia. Rasulullah SAW menyatakan, niat menjadi penentu pahala suatu perbuatan. Jika suatu perbuatan niatnya karena Allah, maka akan mendapat pahala dari Allah. Namun jika niatnya bukan karena Allah, tapi disertai motif lain, maka Allah tidak akan menerima amalan itu sebagai ibadah. Niat memiliki kedudukan yang sangat penting bagi seorang muslim. Untuk mewujudkan maksud dan tujuan hidup, seorang muslim harus selalu meluruskan niat setiap akan melakukan aktifitas.
Niat menjadikan segala amal perbuatan bernilai ibadah. Niat juga menunjukkan kesungguhan atau kemauan keras (azzam). Amal baik yang diniatkan mendapatkan satu pahala atau kebaikan, walaupun belum dilaksanakan. Allah akan memberikan balasan berlipat ganda setelah amal salih tersebut dilaksanakan. Sedangkan niat untuk melakukan perbuatan yang tidak baik. bila tidak dilaksanakan maka tidak mendapat dosa. Namun jika dikerjakan, hanya mendapat satu keburukan. Itulah bentuk kasih Allah kepada hamba-Nya.
Jika niat sudah diikrarkan karena Allah semata, tidak ada yang bisa menghalangi atau menghentikan seseorang saat akan melakukan sesuatu. Niat karena Allah adalah niat yang utama dan menjadi satu-satunya motivasi kita dalam menjalani kehidupan. Maka niatkan aktifitas kita semata-mata untuk mencari ridha Allah.
Dalam upaya meraih kekayaan pun, seorang muslim wajib memulai dengan niat yang baik. Dalam Al-Qur'an, umat Islam diberi tuntunan bagaimana seharusnya kita menggunakan harta. Menurut Syekh Yusuf al-Qaradhawi, dalam buku Norma Dan Etika Ekonomi Islam, seorang muslim hendaknya menggunakan hartanya dengan niat atau tujuan yakni untuk:
1. Memperkuat ketaqwaan kepada Allah SWT.
Islam mewajibkan setiap orang membelanjakan harta miliknya untuk memenuhi kebutuhan diri pribadi dan keluarganya, serta menafkahkan sebagian di jalan Allah. Harta yang kita miliki, hendaklah digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan cara harta tersebut dipakai untuk tujuan beribadah. Beberapa ritual ibadah yang memerlukan pengorbanan harta, misalnya zakat, haji, sedekah, infak dan sebagainya. Kebutuhan sehari-hari kita seperti makan, berpakaian, dan rumah hendaknya diniatkan dengan tujuan dapat beribadah dengan nyaman.
2. Memperkuat hubungan silaturahmi sesama manusia.
Manusia merupakan mahluk sosial yang perlu berinteraksi dengan orang lain. Manusia membutuhkan sarana dan prasarana (biaya) untuk berkomunikasi satu sama lain. Silaturahmi bisa dilakukan melalui tatap muka maupun media daring. Dengan memiliki resource, maka silaturahmi dapat dilakukan tanpa hambatan.
3. Berbuat amal yang benar.
Harta diberikan Allah SWT kepada manusia bukan untuk disimpan, ditimbun atau sekedar dihitung-hitung, tetapi digunakan bagi kemaslahatan manusia sendiri serta beribadah. Konsekuensinya, penimbunan harta dilarang keras oleh Islam dan diwajibkan memanfaatkannya. Harta yang diberikan Allah hendaknya sebagian digunakan untuk kemasalahan umat. Islam memandang segala yang ada di bumi dan seisinya hanyalah milik Allah, sehingga apa yang dimiliki adalah amanah. Oleh karena itu, manusia dituntut untuk menyikapi harta benda mulai dari cara mendapatkannya, pengelolaan dan pengeluarannya di jalan yang benar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H