Mohon tunggu...
Dudun Parwanto
Dudun Parwanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Traveler

Owner bianglala publishing, penulis, komika sosial media dan motivator/ trainer penulisan,

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

MPR Melawan Keputusan MK

10 September 2015   06:37 Diperbarui: 10 September 2015   07:33 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Putusan Mahkamah Konstitusi pada sidang uji materiil 4 April 2014 lalu telah membatalkan penggunaan frasa 4 Pilar. Namun sampai saat ini, MPR masih bandel menyuarakan sosialisasi program 4 Pilar kepada masyarakat luas. Tindakan yang dilakukan oleh MPR dianggap pengamat hukum sebagai perbuatan inkonstitusional dan melawan hukum.

Para anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sepertinya tidak peduli akan pemahaman generasi penerus bangsa Indonesia dalam memahami Pancasila. Pasalnya, lembaga yang dipimpin Zulkifli Hasan itu masih ngotot mengunakan istilah pilar dalam mensosialisasi empat unsur dasar dalam berbangsa bernegara.

Padahal banyak pakar serta civitas akademika dan pengamat hukum telah mengkritisi bahwa penggunaan frasa 4 Pilar yang memasukkan Pancasila sebagai salah satu pilarnya tidak tepat. Namun MPR tidak tanggap dengan kekeliruan tersebut. Istilah 4 Pilar masih terus lantang disuarakan sejak jaman Taufik Kiemas hingga sekarang. Akhirnya masyarakat yang peduli Pancasila yang tergabung dalam masyarakat pengawal Jancasila Joglosemar mengajukan gugatan uji materiil ke MK.

Hasilnya, pada April 2014 yang lalu Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan untuk menghapus istilah 4 pilar kebangsaan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang perubahan atas UU No.2/2008 tentang Partai Politik, yang dimohonkan Masyarakat Penagawal Pancasila Jogja, Solo, Semarang (MPP Joglosmar). Dengan keputusan tersebut, MPR dilarang menggunakan istilah 4 Pilar untuk melakukan sosialisasi kebangsaan.

Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamda Zoelvan, alasan dirinya bersama Hakim Konstitusi yang lain membatalkan istilah tersebut agar tidak terjadi kekaburan secara etimologi (bahasa) akan keberadaan Pancasila sebagai filosofi dasar.

"Orang akan pikir sama Pancasila dengan UUD padahal Pancasila adalah filosofis yang paling tinggi yang akan memberikan warna terhadap Pasal-Pasal dalam UUD. Karena pilar itu menimbulkan problem etimologis, problem sosiologis dan bisa menimbulkan kekaburan masalah dasar negara pada masa yang akan datang. Oleh sebab itu, MK membatalkan istilah itu pilar itu," jelas Hamdan seperti dikutip skalanews (12/6/2015).

Hamdan menilai, dengan diistilahkannya Pancasila sebagai pilar maka kedudukan dasarnya Negara Indonesia Merdeka itu menjadi seimbang dengan Pasal-Pasal dalam batang tubuh UUD.

Seperti diketahui, mulai Maret 2015 lalu, MPR kembali menggunakan frasa ‘empat pilar’ dalam menjalankan sosialisasi empat unsur dasar dalam berbangsa bernegara. Ketua Badan Sosialisasi MPR, Ahmad Basarah berdalih penggunaan frasa tersebut tidak bertentangan dengan putusan MK. Basarah berkelit bahwa putusan itu merujuk pada permohonan uji materi UU No.2 Tahun 2011 tentang Parpol. Sementara, MPR menjalankan sosialisasi merujuk pada UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3).

“Pada saat kami melaksanakan program ini, kami berpikir kalau bicara legal formal tidak bertentangan dengan putusan MK. Karena yang di uji materi UU Parpol, kami menggunakan UU MD3,” ujarnya seperti dikutip detiknews.

Program 4 Pilar Inskonstitusional

Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie menegaskan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan Frasa "Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara" sehingga keputusan tersebut perlu menjadi perhatian semua pihak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun