Mohon tunggu...
DUDUNG NURULLAH KOSWARA
DUDUNG NURULLAH KOSWARA Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

History Teacher in SMANSA Sukabumi Leader PGRI Sukabumi City

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Impor

11 Mei 2019   18:07 Diperbarui: 11 Mei 2019   18:17 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Saya sangat setuju pemerataan infrastruktur. Dahulu ada pemberontakan yang dilakukan para tokoh pejuang karena pembangunan terlalu Jawa Sentris atau Jakarta Sentris. Kini malah Ibukota mau dipindah ini menjelaskan keberpihakan dan tidak ada konsep Jakarta atau Jawa Sentris. NKRI adalah bukan Jawa Sentris. Pembangunan harus merata, adil dan memakmurkan bangsa dan menumbuhkan rasa kebangsaan. Kita harus move on. Move up!

Saya sangat setuju reformasi birokrasi. Para pejabat di birokrasi terlalu dimanjakan. Tapi dalam melayani rakyat lelet dan kadang seenaknya. So pejabat! Padahal para birokrat pejabat ini hidupnya enak. Bahkan gaji para struktural itu tinggi-tinggi. Bagai langit dan bumi bila dibanding gaji para guru honorer.  Guru honorer naik angkot. Pejabat naik mobil dinas, sopir disopirin, bensin dibensinin dan bahkan tempat parkirnya  pun juga khusus  parkir pejabat. Reformasi birokrasi wajib!

Saya setuju pengembangan SDM. SDM adalah kunci  sukses paling mendasar. Konon menurut  cendikiawan dari Islamabad, Dr. Farrukh Saleem  mengapa orang Yahudi begitu hebat. Mengapa orang-orang Yahudi banyak yang super cerdas dan sangat unggul dibanding manusia lainnya. Jawabannya  terkait pendidikan. Pendidikan akan melahirkan SDM.  SDM adalah modal dasar bangkitnya sebuah bangsa.

Kembali ke laptop terkait GURU IMPOR. Sebenarnya bukan guru impor melainkan guru dihadirkan sementara untuk  memberikan "best practice" bagaimana menjadi guru yang baik. Mengingat peserta didik Indonesia masih tertinggal dibanding peserta didik luar negeri.  Dimensi HOTS, attitude, seni, literasi dan sejumlah kekurangan lainnya masih perlu diperbaiki.  

Bangsa kita kadang masih berkutat pada kelulusan bukan kejujuran. Kecerdasan berbau angka lebih dipuja dibanding kecerdasan attitude. Masih ingatkah kita tentang anomali UN dahulu?  Bahkan oknum guru, kepsek, kadisdik dan kepala daerah pun terlibat. Rame-rame berlomba dalam kelulusan 100 persen bukan orientasi kejujuran. Ini namanya radikalisme pendidikan. 

Tanggapan Ketua Umum PB PGRI sudah tepat. Mendukung setiap peningkatan mutu guru. Termasuk   rencana hadirnya sejumlah guru terbaik di Indonesia untuk dimanfaatkan sebagai learning communiity sesama guru Indonesia dan luar negeri. Bahkan Kepala sekolah berprestasi dari Jawa Timur bernama Bapak Sampun sangat menunggu kehadiran guru terbaik dari luar negeri agar dikirim ke sekolahnya.  

Bapak Sampun ingin sekolahnya "melompat" lebih baik menjemput masa depan yang lebih kompetitif. Era disrupsi adalah era membuka diri bukan era mengurung diri atau sewot diri.  Tuntutan perubahan memaksa kita untuk belajar pada bangsa lain yang lebih maju. Bila tidak kejumudan akan terus membelenggu. Akhirnya  sekolah tanpa branding dan sad ending.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun