Mohon tunggu...
DUDUNG NURULLAH KOSWARA
DUDUNG NURULLAH KOSWARA Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

History Teacher in SMANSA Sukabumi Leader PGRI Sukabumi City

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Impor

11 Mei 2019   18:07 Diperbarui: 11 Mei 2019   18:17 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Katak boleh dalam tempurung. Hamster boleh berputar-putar dalam sarangnya. Manusia perlu gaul, belajar dan keluar dari zona nyaman. Manusia kadang harus anti mainstream. Manusia kadang harus think out of the box.  Dalam bahasa Ridwan Kamil adalah inovatif kolaboratif. Kita harus berinovasi dan berkolaborasi.

Saat ini ada informasi yang diterima tidak utuh oleh para guru dan sebagian para "penggoreng" gosip tentang IMPOR GURU, GURU IMPOR.  Wawasan memang menentukan bagaimana orang bereaksi dan bernarasi. Saya sebut orang-orang yang wawasan dan literasinya pendek adalah kelompok BLEDUG DAR! Sumbu pendek dan cepat meledak. Serem!

Faktanya bukan GURU IMPOR atau IMPOR Guru. Faktanya adalah sebuah upaya bagaimana mengundang guru-guru terbaik dari luar negeri untuk  sharing dengan para guru di Indonesia.  Menteri Puan mengatakan, "Kita ajak guru dari luar negeri untuk mengajarkan ilmu-ilmu yang dibutuhkan di Indonesia," kata Puan saat menghadiri diskusi Musrenbangnas, Jakarta, Kamis (9/5) seperti dilansir Antara.

Nah kenapa banyak yang kebakaran kumis? Beruntung yang tidak berkumis tidak kebakaran.  Menteri Puan ingin ada sebuah kontribusi dari guru luar negeri pada siswa Indonesia dan guru Indonesia. Jangan sewot dan kurang percaya diri akan hadirnya guru luar negeri. Mereka bukan untuk menjadi PNS, PPPK atau pun menjadi guru honorer di negeri kita. Mereka hanya sebagai guru tamu pemantik dan objek komparasi bagaimana menjadi guru yang baik.

Bahkan kalau boleh usul sebaiknya guru-guru luar negeri dikolaborasi dengan guru-guru berprestasi  internal menjadi guru mentor.  Mentor bagi guru-guru yang ngajarnya belum baik, belum pernah berprestasi, belum pernah menulis, belum pernah membuat buku atau masih menjadi guru biasa-biasa saja. Menteri Puan ingin guru-guru Indonesia lebih baik. Komparasi pada performa guru luar yang dianggap profesional.

Kehadiran "guru impor" jangan  dibawa serem dan pendek fikir. Kehadiran mereka bukan untuk menggeser pekerjaan para guru PNS, guru  PPPK atau guru honorer. Kehadiran mereka rencananya memberikan "sengatan" pada dunia pendidikan di Indonesia. Sengatan positif agar kita semua belajar pada guru-guru yang lebih baik. Bukankah Malayasia dahulu belajar pada kita. Mendatangkan guru-guru dari Indonesia? Kini mereka mulai meninggalkan kita.

Hanya kodok yang boleh tetap dan menetap dalam tempurung.  Manusia harus bergaul lebih luas dan buka wawasan. Apalagi para guru, Ia harus lebih buka wawasan dan lebih pintar dari masyarakat umum.  Kehadiran guru-guru luar negeri adalah bagian dari ikhtiar membangkitkan prestasi layanan dunia pendidikan terhadap publik anak didik. Setiap ikhtiar yang tidak dholim harus dihargai.

Ibarat kehadiran ustad-ustad  ternama  atau habieb-habieb  dari luar negeri untuk  berda'wah di Indonesia tidak apa-apa. Tidak akan mengeser atau merendahkan para ustad di dalam negeri.  

Kehadiran para ulama dari luar negeri untuk ceramah di Indonesia sangat baik agar wawasan masyarakat kita dan para ulama kita bisa komparasi. Selama tidak provokasi dan menghina-hina kepala negara.   Kalau orang luar negeri itu lebih baik kita belajar darinya. Kalau ternyata mereka biasa biasa saja berarti kita sudah  sejajar. 

Menteri Puan sebenarnya  menterjemahkan apa yang disampaikan Presidennya. Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyatakan menyiapkan tiga jurus untuk menyelesaikan persoalan bangsa menyambut 100 tahun Indonesia Merdeka pada 2045 mendatang, termasuk agar Indonesia tidak masuk dalam jebakan kelas menengah (middle income trap).
 

Tiga jurus itu adalah pemerataan infrastruktur, reformasi birokrasi, dan pengembangan SDM (CNN).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun