Mohon tunggu...
DUDUNG NURULLAH KOSWARA
DUDUNG NURULLAH KOSWARA Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

History Teacher in SMANSA Sukabumi Leader PGRI Sukabumi City

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Nista Demokrasi Pilpres

2 September 2018   05:49 Diperbarui: 2 September 2018   07:34 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Era menjelang Pilpres terutama jagat maya terus menghangat dan bahkan memanas. Beberapa status, photo, komentar dan gambar bernarasi menginformasikan sejumlah hoaxs dan "penistaan" terhadap para Cawapres. Plus saling ejek terhadap dua pendukung Cawapres.

Euforia Asian Games tidak mampu memadamkan panasnya saling sindir secara sarkastit tentang Pilpres. Kehadiran Jojo sebagai penyumbang emas di cabang bulutangkis memang sempat memalingkan konsentrasi diskursus politik ke dunia olahraga. Namun itupun hanya sebentar, selanjutnya kembali ke jagat politik.

Sahabat pembaca Saya melihat ada ribuan  ungkapan dan pertanyaan yang menista dua Cawapres. Bagaimana sosok Jokowi dan Prabowo  diungkap segala kekurangannya. Betapa penuh emosinya jagat maya ketika saling balas komentar atara yang projo dan propra. Dunia maya adalah dunia yang bebas mengatakan dan melontarkan sesuatu.

Keluarnya Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) adalah undang-undang pertama di Indonesia yang secara khusus mengatur tindak pidana cyber. Dunia maya  dapat membuat seseorang atau sekelompok orang melontarkan sebuah pernyataan seenaknya dan dengan adanya UUIT maka lontaran itu menjadi berisiko hukum.

Demokrasi, kebebasan memilih calon pemimpin dan kebebasan berselancar dalam dunia maya melahirkan dua kecenderungan. Kecenderungan pertama positif atas kemerdekaan berpendapat dan berliterasi. Namun, disisi lain ada kebablasan pendapat dan keliaran berbahaya.  Semua bisa berkomentar dari mulai orang berpendidikan, tak berpendidikan bahkan provokator tertentu.

Melihat Pilpres saat ini Saya melihat ada "nista demokrasi". Proses berdemokrasi menuju Pilpres melintasi nista-nista diskurusus dalam dunia maya. Sejumlah informasi, pernyataan, status, karikatur, sindiran dan hujatan disebar semaunya. Bagaimana mungkin sosok Jokowi dan Parabowo sebagai dua orang terbaik di negeri ini "diperlakukan" sebaliknya.

Sahabat pembaca, Saya dan anda mari untuk menahan diri dari "birahi" politik yang menghujat. Jujur kadang Sayapun sebagai pendidik suka terpancing. Mari kita untuk belajar berteduh ria dan beradem ria dalam jagat maya. Terutama di tahun politik ini mari kita ubah komentar kita menjadi komentar yang apresiatif, edukatif dan empatik. Bisakah? Semoga bisa.

Saat Saya tidur dan terjaga di  tengah malam, tida-tiba otak Saya berdiskusi antara otak kanan dan otak kiri. Otak kiri saya mengatakan berapa nafasmu yang kau hirup saat tadi tertidur. Tentu tidak terhitung dan tak diketahui karena lelap dan "tak sadar diri"  Kini saat terjaga,  menurut otak kanan syukurilah setiap helaan nafasmu. Betapa nikmatnya setiaf helaan nafas saat ditasyakuri di tengah heningnya malam. Keheningan malam yang sehat mawas dirilah. Tasyakurlah setiap nafasmu Allah yang menggerakan.

Mengapa saat sadar di siang hari dan saat sehat serta penuh rezeki kita terkadang lupa diri. Perkataan, perbuatan dan bahkan tulisan di dunia maya kita tulis "semau gue". Kita lupa bahwa nikmat yang Allah berikan bukan untuk menista terhadap sesuatu. Termasuk dalam euforia berdemokrasi tidak harus ada nista diantara kita. Kita boleh mengagumi Prabowo, Jokowi bahkan Jojo, tetapi jauhi status dan pernyataan yang nista.

Kita memang penonton Pilpres yang akan berlangsung. Namun kita adalah penonton yang memiliki hati dan akal. Allah berikan kedudukan istimewa pada manusia karena akal dan hatinya. Bila akal dan hatinya penuh nafsu syetanic dan rasa kebencian maka kita akan menjadi rendahan. Nampaknya bila akal dan rasa hati kita dipenuhi energi Syetanic maka sesungguhnya binatang ternak lebih berharga dari kita.

Saat ritual kurban, sapi lebih berharga dibanding daging manusia. Dahulu memang Nabi Ibrahim mau menyembelih Ismail dan digantikan dengan hewan ternak. Karena daging manusia tidak berharga dan derajat daging hewan ternak lebih berharga. Hai manusia keberhargaanmu ada di akal dan hatimu. Jadilah manusia yang berakal dan berhati. Mari belajar menjadi manusia.

Hindari nista kata-kata, status, photo, komentar dll. Mari belajar lebih baik. Negeri kita ini masa lalunya menyimpan arsip tentang mental senang bertengkar, terkotak-kotak dan primordialis. Apakah kita akan melanjutkan? Stop! Saat Saya di Australia beberapa hari betapa civil society terbangun begitu baik, Padahal diantara mereka banyak yang tak bertuhan. Dikita? Semua hampir bertuhan dan beragama, namun apakah kita mencerminkan orang beragama?

Orang Australia bahkan anjingpun diberi baju. Di kita terkadang tokoh sekaliber Prabowo dan Jokowi "ditelanjangi". Sampai kapan kita akan terlihat bar-bar? Sampai semua dendam dipenuhi? Tidak! Katakan tidak! Mulai saat ini. Mulai dari diri sendiri. Stop kebodohan dan ketololan diri!

           

           

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun