Mohon tunggu...
DUDUNG NURULLAH KOSWARA
DUDUNG NURULLAH KOSWARA Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

History Teacher in SMANSA Sukabumi Leader PGRI Sukabumi City

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Adakah Upaya Mempolitisasi PPDB?

18 Juli 2017   10:40 Diperbarui: 18 Juli 2017   10:54 703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hampir setiap tahun Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dimanapun selalu menjadi hajatan publik yang tidak pernah sepi dari kegaduhan. Realitas ini bisa dianggap wajar bila proses kegaduhan PPDB kian bertransformasi menuju  PPDB yang lebih baik.

PPDB 2017 adalah PPDB terunik. Mengapa demikian? Karena PPDB tahun ini terbagi dalam dua layanan wajah birokrasi pendidikan, yakni Dinas Pendidikan (Disdik) provinsi dan Disdik kota/kabupaten se-Indonesia.

Dua realitas layanan tersebut akan melahirkan dua wajah pelayanan birokrasi pendidikan dalam perspektif masyarakat pasca diberlakukannya Undang-undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 

Terdapat dua layanan PPDB seolah telah mengurai 'beban' berat layanan pendidikan. PPDB jenjang pendidikan dasar dibebankan kepada pemerintah kota/kabupaten. Sementara PPDB jenjang pendidikan menengah dibebankan pada pemerintah provinsi.

Di sisi lain, PPDB 2017 menjadi unik dan menarik. Dalam pantauan penulis sebagai praktisi pendidikan yang mendapat tugas resmi memantau PPDB Jabar tahun 2017, ada beberapa hal yang dapat dilihat dari dinamika dua wajah proses penerimaan tahun ini.

Pertama, segi regulasi. Pada PPDB tahun 2017, Menteri Pendidikan Kebudayaan (Mendikbud) terlambat mengeluarkan regulasi, sehingga menambah ketidakefektifan jalannya PPDB terutama dalam sosialisasi. Setiap kota/kabupaten dan provinsi mengalami gangguan sosialisasi PPDB karena Permendikbud datang terlambat.

Pemerintah Provinsi Jabar melalui Disdik Jabar termasuk lebih cepat bertindak dengan segera mengeluarkan Pergub No 16 Tahun 2017. Ini memperlihatkan layanan cepat dan antisipatif Disdik Jabar, walaupun risikonya ada ketidakseiramaan antara regulasi Kemdikbud  dengan regulasi di Pergub.

Kedua, dari segi normasi atau ketaatan PPDB. Tampaknya PPDB Disdik Jabar lebih normatif dan kondusif dibanding PPDB kabupaten dan kota. Mengapa demikian? Karena PPDB kabupaten/kota  terjebak dalam kedekatan geografis, dimana beragam dinamika dan aspirasi dapat dengan mudah dilakukan di tempat. Karenanya, aroma politisasi PPDB diduga masih kental di daerah kota/kabupaten.

Namun PPDB Disdik Jabar ada keuntungan geografis, yakni jarak telah menjadikan 'barikade' positif dari upaya-upaya tidak sehat yang sebelum pra alih kelola selalu terjadi. Realitasnya biasa terjadi masyarakat yang tak mematuhi aturan PPDB, menekan  para elit politik, yang kemudian mereka menekan para kepala sekolah, untuk kemudian terpaksa 'mengamankan'.

Di Disdik Jabar, upaya tak  sehat tidak mengemuka karena kendala jarak geografis birokrasi dari kota/kabupaten ke provinsi. Bisa terjadi juga secara langsung para oknum aparat hingga sejumlah media abal-abal menekan langsung atau membuat surat sakti dengan ungkapan klise 'Mohon Dibantu'.

Ini sebuah realitas PPDB hampir terjadi setiap tahun. Beragam dinamika PPDB tahun 2017 dalam pantauan penulis  di dua wajah layanan kota/kabupaten (pendidikan dasar) dan provinsi (pendidikan menengah), maka dapat disimpulkan PPDB provinsi lebih normatif dan kondusif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun