Tingginya kenakalan remaja yang masih berstatus pelajar hampir terjadi disemua daerah termasuk di Kota Tasikmalaya dengan bentuk pencurian, penjambretan dan pengeroyokan (PR, 28/03/16). Realitas anomalis di Tasikmalaya ini menjadi miniatur dari gejala radikalisme remaja. Plus maraknya geng motor menjadi bagian tak terpisahkan dari dimensi radikalisme komunitas usia pubertas. Bila berbagai bentuk penyimpangan perilaku para remaja tanggung itu dibiarkan maka akan terakumulasi dalam eskalasi perbuatan brutal lainnya.
Banyak pihak yang harus terlibat sejak dini dalam meminimalisir hadirnya radikalisme remaja. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, tokoh agama, tokoh budaya, psikolog, kepolisian, dunia sekolah dan masyarakat luas harus ambil bagian dalam meminimalisir terjadinya kenakalan remaja. Terutama dunia sekolah harus mampu menjadi bagian terpenting dari upaya-upaya membentuk karakter remaja yang jauh dari radikalisme.
Dalam hemat penulis dunia sekolah mampu menjadi bagian dari institusi yang dapat mengurai potensi radikalisme remaja pelajar sejak dini. Terbukti, ketika penulis berkunjung ke Australia Selatan, tepatnya di Adelaide hampir tidak ada kenakalan dan tawuran pelajar atau sejenis juvenile delinquence. Mengapa di Adelaide sangat sulit menemukan kenakalan remaja pelajar? Diantara rahasia keberhasilan pendidikan Adelaide dalam meminimalisir radikalisme pelajar adalah adanya Student Diary atau di kita lebih terkenal dengan istilah Buku Penghubung.
Buku penghubung adalah buku yang menghubungan antara orangtua siswa, guru dan dinamika keseharian siswa terutama di sekolah. Dengan adanya buku penghubung maka ada ikatan mental dan formal yang terkemas dalam sebuah buku yang harus dikontrol bersama. Buku ini menjadi sebuah “segel” kedekatan antara guru, orangtua siswa dan siswanya sendiri. Dalam buku penghubung ini biasanya terdapat agenda sekolah, pekerjaan rumah siswa, informasi dari guru untuk orangtua siswa, atau dari orangtua untuk gurunya.
Memang menggunakan buku penghubung ini sepertinya “menambah pekerjaan” guru dan orangtua. Namun, ini adalah sebuah bentuk kerjasama dini dalam memantau perkembangan remaja pelajar. Minimal setiap gerak langkah remaja pelajar mayoritas dapat tergambar dari apa yang tertera dalam buku penghubung. Ditengah kesibukan orangtua dan guru setidaknya buku penguhubung mampu menjadi filter untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Pesan Mendikbud Anies Baswedan akan pentingnya peran orangtua dan guru dalam mengawal perkembangan remaja pelajar seperti yang tertuang dalam Permendikbud No 23 Tahun 2015. Permendikbud ini menjelaskan pentingnya penumbuhan budi pekerti (PBP) dikalangan peserta didik dengan kontrol orangtua di rumah yang terkoneksi dengan para guru di sekolah. Maka penggunaan buku penghubung dapat menjadi penguatan di lapangan tentang pentingnya penumbuhan budi pekerti dengan penguatan kontrol antara kedua orangtua siswa dan para guru di sekolah.
Simpulan dari uraian penulis, untuk menanggulangi kenakalan dan maraknya radikalisme yang melibatkan remaja pelajar dari institusi sekolah perlu adanya kerjasama dimensi rumah (orangtua) dan dimensi sekolah (para guru) dengan menggunakan buku penghubung. Maka penggunakaan buku penghubung ini akan menjadi kendali dan sekaligus apresiasi terhadap dinamika dan perkembangan anak remaja di sekolah dan diluar sekolah.