Mohon tunggu...
Kharly Oktaperdana
Kharly Oktaperdana Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang birokrat biasa di dunia fana.

Mencoba bersantai dengan anda, duduk bareng dan bercerita. -key-

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Cukai Rokok Naik, Apa Dampaknya bagi Masyarakat?

28 November 2022   08:29 Diperbarui: 28 November 2022   08:40 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah secara resmi memutuskan pemberlakuan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) mulai tahun 2023. Kenaikan tarif cukai dianggap sebagai instrumen fiskal yang tepat untuk membendung eksternalitas negatif dari produk tembakau. Cukai adalah pungutan negara terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik antara lain konsumsinya perlu dikendalikan serta menimbulkan efek negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup. Indonesia termasuk negara di ASEAN dengan daftar barang kena cukai paling sedikit, selain rokok, komoditi lain yang dikenakan cukai oleh pemerintah adalah etanol serta minuman dengan kadar etil alkohol. Penerapan pengenaan cukai di negara lain dikenakan pada bahan peledak, kosmetik, marmer, produk granit, kapal pesiar dan lainnya.

Indonesia menempati peringkat ketiga konsumen tembakau terbesar menurut Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 setelah India dan Tiongkok. Sepertiga penduduk Indonesia berada dalam kategori perokok dewasa aktif, dan mengeluarkan rata-rata Rp382.091,- per bulan untuk rokok. BPS mencatat bahwa pengeluaran rumah tangga untuk rokok menempati konsumsi terbesar kedua setelah beras, dan lebih besar dari konsumsi lauk pauk seperti telur, tahu, tempe, dan ayam. Data ini tentu menjadi fakta yang mengkhawatirkan bagi pemerintah, tidak hanya pada sektor kesehatan namun juga kondisi sosial ekonomi masyarakat Indonesia.

Konsumsi Rokok, Kesehatan dan Prioritas Pengeluaran

Konsumsi rokok yang digunakan oleh lebih dari sepertiga penduduk Indonesia setidaknya menimbulkan dua kerugian yaitu kerugian dari sisi kesehatan dan sisi sosial ekonomi. Menurut WHO, di dalam rokok mengandung lebih dari tujuh ribu bahan kimia, dengan setidaknya 250 bahan kimia yang beracun dan menyebabkan kanker. Berbagai penyakit seperti serangan jantung, kanker, kematian janin dan penyakit lainnya tidak hanya menghantui perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Dengan kandungan yang mematikan, tak heran jika dalam tingkat global, konsumsi rokok menyebabkan satu jiwa meninggal tiap empat detik setiap harinya. Ancaman kesehatan yang disebabkan oleh rokok tentu menjadi beban tersendiri bagi pemerintah untuk mengalokasikan anggaran kesehatan yang lebih besar seiring peningkatan konsumsi rokok.

Dari sisi sosial ekonomi, pengeluaran rumah tangga yang berlebihan terhadap rokok mengurangi porsi pengeluaran terhadap komoditi primer lainnya seperti beras, protein, sayuran dan komoditas lainnya. Artinya, asupan konsumsi makanan sehat dan bergizi bagi masyarakat berkurang seiring peningkatan konsumsi rokok. Data BPS mencatat bahwa konsumsi rokok pada rumah tangga mencapai 12,21 persen pada masyarakat perkotaan dan 11,63 persen pada masyarakat pedesaan. Tentu hal ini menjadi paradoks di tengah kondisi kemiskinan yang belum pulih dibanding masa sebelum pandemi.

Pengaruh Konsumsi Rokok pada Kesejahteraan Masyarakat

Salah satu indikator untuk mengevaluasi tingkat kesejahteraan masyarakat adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM merupakan indikator yang diadopsi dari Human Development Index (HDI) oleh United Nations Development Programme (UNDP). Terdapat tiga dimensi dasar dalam

menghitung IPM suatu negara yaitu dimensi kesehatan, dimensi pendidikan, dan dimensi pendapatan. Penurunan ketiga dimensi diatas akan berdampak pada penurunan indeks pembangunan manusia atau dapat diartikan sebagai penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat.

Dimensi kesehatan dihitung menggunakan indikator Angka Harapan Hidup, yaitu rata-rata jumlah tahun hidup yang diperkirakan dapat ditempuh oleh seseorang. Angka Harapan Hidup Indonesia adalah 71,57 tahun dimana rata-rata angka harapan hidup sehat (HALE) Indonesia menurut data Global Burden of Disease Study 2019 adalah 63 tahun. Hal ini menandakan bahwa seseorang dengan harapan hidup hingga umur 71 tahun menjalani masa 7 tahun dalam keadaan sakit. Angka harapan hidup secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh konsumsi rokok yang tinggi. Konsumsi rokok menurut WHO diyakini menyebabkan kematian dini setiap tahunnya serta merupakan penyebab kematian utama di dunia.

Selain itu, konsumsi rokok mengambil porsi besar pengeluaran per kapita per bulan bagi masyarakat. Peningkatan konsumsi rokok berpotensi mengurangi alokasi pengeluaran non-rokok misalnya pendidikan dan bahan makanan. Penurunan alokasi pendidikan dan bahan makanan akan memperburuk upaya pembangunan manusia. Hal ini berdampak pada semakin jauhnya celah antara negara berkembang dan negara maju.

Dapat disimpulkan, pengaruh konsumsi rokok berpengaruh negatif pada dimensi kesehatan dan pendidikan. Semakin tinggi konsumsi rokok akan berakibat pada peningkatan kematian atau risiko penyakit serta berkurangnya alokasi pendidikan bagi rumah tangga. Di sisi lain, pemerintah menerima keuntungan dari meningkatnya pendapatan dari cukai serta kesempatan kerja di bisnis tembakau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun