Mohon tunggu...
Kharly Oktaperdana
Kharly Oktaperdana Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang birokrat biasa di dunia fana.

Mencoba bersantai dengan anda, duduk bareng dan bercerita. -key-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mister Dust

11 Mei 2012   08:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:26 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nine Island, 10 Mei 2012

‘Good afternoon, Mister. Do you want any juice?’ suara pelayan ini sedikit mengejutkanku. Membangunkanku dari acara jemur pagi di tepi kolam renang hotel mewah ini. Tapi tak mengapa, senyum pelayan ini cukup meneduhkanku. Bukan wanita seksi seperti di film James Bond tapi seorang bapak paruh baya dengan jenggot tebalnya, rabi . Diapit semua kemewahan ini memang indah tetapi bak sebatang kara, aku tidak dapat berhubungan dengan dunia luar lagi. Memang terdengar aneh, berada di sebuah hotel mewah di atas pulau tak bernama dan tak ada di peta, Pulau Nine. Sesuai dengan tanggal misi itu, kemarin, 9 Mei 2012. Sungguh aku juga menginginkan masa laluku, bekerja seperti biasa, mengobrol, bercanda dan bertemu wanita, ahh baru satu hari aku sudah merindukan wanita itu, Khadijah. Sudahlah.

‘Yes, please. Thank you!’

Nikmati saja hidupku disini. Agendaku hari ini menarik dan  menyenangkan, bukankah aku sudah lama tidak memancing ikan di laut. Dunia tidak akan melihatku meski aku berdiri di tepi pantai dan melambaikan tangan ke semua pesawat yang melintas. Pulau mewah ini diselimuti dengan selubung anti radar dan tak terlihat dari luar tapi aku bisa memandang bebas ke luar. Selubung ini membuat aku bahkan pulau ini menghilang.  Pulau buatan inipun tetap indah dengan pasir pantai putih sekeliling pulau dan pepohonan rindang lainnya. Menurutku hal ini sebanding dengan risiko yang harus ku korbankan. Meninggalkan semua identitasku, duniaku.

Aku harus merasa bahagia meski pagi ini hatiku berkecamuk antara lucu, bingung, sedih dan sebagainya,beribu rasa ketika menyaksikan semua saluran televisi dan semua media menyorot kecelakaan maut itu, ‘Ujicoba Sukhoi SuperJet 100 di Indonesia Memakan Korban’.

Dan aku salah satu penumpang pesawat naas itu. Hidup hingga saat ini tetapi hari inilah aku sedang mati disana, di dunia mereka.

=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-

Bandung, 31 Desember 2011

‘We need you,’

‘Okay, I’ll join this mission’, entah apa yang ada di pikiranku. Kedua agen rahasia Amerika ini berhasil memaksaku menjalankan misi gila ini. Ancaman mereka untuk membunuhku dan keluargaku adalah ancaman berat. Pernikahanku dengan wanita muslim Indonesia ini sudah mereka ketahui. Setidaknya aku masih punya waktu beberapa bulan bersama keluargaku sebelum misi itu dilaksanakan dan mereka masih menghormatiku sebagai bagian dari mereka. Aku sadar ketika mereka menetapkan pilihan padaku, tidak ada pilihan lain kecuali melaksanakannya. Dalam keyakinan kami bahwa kami adalah bangsa yang terpilih, Yahudi.

Ku dengar, mereka ini menghancurkan nama baik pabrik pesawat asal Rusia tersebut, ujicoba pabrikan tersebut untuk membuat pesawat komersial akan mengancam laju bisnis industri pesawat yang masih dikuasai Amerika Serikat dengan Boeing-nya. Sukhoi Super Jet 100 ini akan dipromosikan di beberapa negara dalam waktu dekat ini.

Sebagai hukuman bagiku yang telah menikahi wanita Muslim ini dan segala keuntungan lainnya seperti kependudukanku yang telah menjadi warga negara Indonesia, dan karirku di penerbangan Indonesia inilah yang membuat mereka menjatuhkan pilihan padaku. Sialnya, menikahi wanita muslim itu pun tidak lantas menjadikannya menjadi Yahudi sepertiku. Apalagi anakku, begitu mirip ibunya tapi jujur aku mencintainya, mencintai mereka. Kini, aku pun tertarik dengan agama yang dia anut, Islam.

=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-

Nine Island, 17 Agustus 2012

‘Mr Dust melarikan diri. Entah bagaimana dia melarikan diri. Dia tidak berada di kamarnya’ seorang penjaga pulau ini melaporkan pada pimpinan proyek ini melalui telepon satelit.

Benar, aku melarikan diri. Keterasingan disini membuka mataku, membuatku berpikir lebih dalam, untuk apa aku hidup jika harus menderita batin. Aku teringat perkataan istriku ketika dahulu menikah, ‘Manusia diciptakan untuk beribadah. Beribadah kepada Allah, Tuhan Semesta Alam.’

Seminggu saja telah membuatku bosan menyandang status makhluk tak bernama dan tak diakui, sampah. Mati tetapi hidup. Rencana melarikan yang ku buat bersama rekan-rekan lainnya sudah matang. Entah apa tujuan rekan-rekan lainnya tersebut. Mungkin rindu dengan keluarga, rindu dengan apa yang mereka cintai, atau lainnya tetapi berbeda denganku. Aku ingin mendekat kepadaNya, Sesuatu yang belum terlalu jelas ku kenal.

Jika rencanaku berhasil, mungkin mereka bisa melacak kami.  Maafkan aku teman-teman. Kalian hanya umpan. Para penjaga hanya akan sempat menangkap kalian dan aku akan berusaha kabur lebih cepat sehingga menghilang berbaur masuk ke dusun terdekat. Ya, Nine Island terletak di pesisir selatan pulau Jawa,  Indonesia. Dengan Menyebut Nama-Nya, Sang Maha Pengasih, Sang Maha Penyayang.

=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-

Jakarta, 01 September 2012

Menjadi buronan lebih dari satu minggu saja dari agen-agen itu merupakan sebuah prestasi. Kematian untuk kedua kali sudah di depan mata. Aku harus bertemu dengan istriku untuk terakhir kalinya, menyampaikan pesan itu. Rumah kami pasti dijaga, saluran telpon pasti disadap, mereka tahu itu. Setidaknya ini harus kucoba meski aku harus mati.

‘Kring,kring’ telepon diangkat istriku langsung.

‘Bu Khadijah, ditunggu di sekolah ya Bu. Ada tugas penting dari kepala sekolah’ Bu Yati menelepon istriku. Untunglah mereka tidak mengetahui pertemukanku dengan Kepala Sekolah kemarin. Aku berhasil mencuri handphone kepala sekolah dan mengirim pesan ke Bu Yati agar segera pergi ke sekolah bersama dengan istriku.

Aku bukan tidak mau membeberkan semua konspirasi ini tapi aku tidak mau mengancam nyawa istri dan anakku, setidaknya ketika tidak ada pembeberan rahasia ini, istri dan anakku akan aman.

=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-

‘Kok Kepala Sekolah malah gak datang ya Bu Yati? Ibu nerima sms dari Pak Bagus, toh?’ Bu Khadijah sedikit kesal setelah menunggu dua jam di sekolah sedangkan Pak Bagus tak kunjung datang. Handphonenya pun tidak dapat dihubungi.

‘Kalau begitu, mari kita pulang saja Bu. Mungkin Pak Bagus Lupa.’

‘Mari Bu Yati, kita pulang naik angkot saja’

=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-

‘Tiiit..tiit..tiit’ ringtone handphone berbunyi dari dalam tas Khadijah. Dia bingung handphone siapa yang ada di dalam tasnya.

‘1 message received’

Assalamu’alaykum, Dik.

Kembalikan handphone ini ke Bapak Kepala Sekolah, kemarin mas pinjam sebentar.

Pria yang berpapasan dengan adik tadi sore di perempatan itu adalah aku, masmu, ayah ‘Aisyah,anakmu.

Sejak kejadian itu mas masih hidup, Sekarang mas hanya ingin memastikan kalau Dik Dijah dan ‘Aisyah baik-baik saja.

Esok kan tiada bagi mas. Karena hari ini mas sedang mati.

Sampai bertemu di surga.

Laailaha ilallah.

-Dmitirev­-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun