Memilik pasangan yang mampu memahami dan pengertian merupakan dambaan setiap pasangan, tapi apa jadinya jika pasangan malah membuat depresi dan stress dalam perjalanannya.
Kisah indah pra nikah serasa tak berbekas, sebab masalah real sudah menjadi konsumsi sehari-hari.
Memiliki masalah pribadi yang kadang tidak mampu berterus terang kepada pasangan, akhirnya meninggalkan syak wa sangka yang tidak benar, seperti tiba-tiba datang penagih hutang dengan nominal ratusan juta padahal sang istri sama sekali tidak mengetahui hutang untuk apa.
Saat istri mengetahui perihal tersebut dan sontak menyalahkannya membuat suami kembali ke titik nadir dalam kehidupannya bahkan cenderung stress dan depresi oleh karena masalah yang tidak pernah dibicarakan dipendam sendiri dengan tujuan biarlah waktu yang menjawab hal tersebut tidak sesuai harapan.
Yang terjadi ternyata masalah makin bertumbuk di dalam pikiran sang suami sehingga suami merasa didikte oleh pasangannya dan tidak bisa memberikan jawaban pasti dengan sebab apa yang dia telah lakukan tersebut.
Kenyataan satu-satunya dia harus mencari pinjaman baru untuk pembayaran atau melunasi hutang-hutang lamanya agar dia terbebas dari belenggu depresi tersebut.
Sebagai suami yang menjadi tulang punggung ekonomi keluarga, tentu dengan rasa tanggung jawab yang tinggi berpikir bagaimana caranya untuk memenuhi kebutuhan keluarga dari mulai sandang pangan dan Papannya.
Untuk memenuhi semua kebutuhan itu seorang suami dituntut lebih keras dalam berpikir dan bekerja.
Saat pekerjaan tidak ada, mau tidak mau harus berpikir seribu kali untuk mendapatkan biaya bagi kehidupan keluarganya dengan tekanan yang sangat tinggi yang betul-betul menekan setiap hari maka sangat wajar jika seorang suami terkena dengan penyakit depresi.
Namun demikian sikap bijak dan lapang hati hendaknya didahulukan untuk mendukung mental pasangan agar tidak drop.