Ada di sebagian karakter laki-laki suka sekali gonta-ganti pasangan dalam membina rumah tangga. Apakah hal ini karena dia mengikuti syahwat, ataukah karena dia ingin mencari sesuatu yang benar-benar tepat dalam mencari teman hidup.
Kita tidak bisa menjustifikasi bahwa semua lelaki sama suka kawin-cerai, ada sebagian laki-laki yang tetap mempertahankan sekuat tenaga pasangan hidupnya.
Pasangan yang selalu bersabar dengan segala yang terjadi dalam kehidupan rumah tangganya dengan harapan suatu saat kebahagiaan akan diraih. Ketenangan dan kenyamanan dalam rumah tangga akan didapatkan.
Ada dua kelompok besar merujuk karakter seorang suami, pertama yang memang dia doyan kawin mengikuti syahwatnya untuk mencari perempuan sebagai pemuas nafsunya.
Kedua ada kelompok laki-laki yang benar-benar ingin menjadi suami idaman, ingin menjadi pemimpin rumah tangga yang benar-benar sesuai dengan kodratnya sebagai pemimpin.
Kelompok pertama inilah yang menjadi penyebab hubungan rumah tangga selalu ricuh, tidak ada kedamaian sebab sang pemimpin akan dengan mudah memutuskan kata cerai oleh sebab hal-hal yang sangat sepele, karena dari awal sebenarnya dia tidak berniat untuk membangun suatu rumah tangga yang baik lagi kokoh.
Rumah tangga hanya karena ingin mengikuti syahwatnya saja, lain tidak oleh karenanya rumah tangga atas dasar syahwat inilah yang sangat rentan dengan perceraian.
Menghadapi suami yang memiliki riwayat perceraian memang situasi yang sulit. Perlu pendekatan yang bijaksana dan pemahaman mendalam terhadap masalah yang mendasari.
Tak hanya lelaki, ada juga di kalangan para wanita yang memiliki karakter gonta-ganti pasangan apalagi kalau kita melirik kehidupan publik figur semuanya terkumpul dalam dua kelompok besar itu, ada yang benar-benar memiliki hasrat yang berbeda dari pasangan karena ada sensasi.
Sedangkan kelompok kedua, dia benar-benar ingin mendapatkan pasangan hidup yang dapat memberikan kenyamanan dalam mengarungi rumah tangga.
Ada persepsi keliru di kalangan masyarakat bahwa pelaku kawin-cerai adalah hebat. Persepsi keliru ini akan berdampak negatif.
Seorang pria akan berlomba-lomba mendapatkan pasangan kemudian menceraikannya begitu saja.
Pemerintah dalam hal ini kementerian agama RI, memikirkan secara serius agar masyarakat tidak larut dalam budaya kawin-cerai. Melalui lembaga ini pemerintah memprogramkan pendidikan pra nikah.
Untuk menjadi orang tua tidak ada sekolahnya tapi kehidupan selalu mengambil pelajaran dari apa yang telah lalu.
Semakin banyak pengalaman semakin luas wawasan dan menjadi modal tersendiri bagi kehidupan rumah tangga.
Kehidupan rumah tangga yang tidak didasari oleh pengetahuan maka akan menyisakan kesengsaraan.
Kesengsaraan itu bisa berbentuk ketidaknyamanan atau ketidakamanan keluarga.
Seseorang yang diketahui pernah gonta-ganti pasangan akan menimbulkan rasa was-was dalam diri masing-masing lawan.
Was-was tersebut bisa menjadi bara dalam sekam, sewaktu-waktu akan berubah menjadi api saat ada angin yang menerpa.
Berhentilah untuk membiasakan hal yang buruk agar rumah tangga sejahtera tercapai sesuai cita-cita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H