Selera orang berbeda-beda, mulai dari selera makan, gaya hidup dan mungkin saja dalam menyangkut mencari pasangan.
Menyangkut selera individu yang beragam tersebut, tak bisa digeneralisir bahwa A itu sama dengan A atau B sama dengan B.
Fakta di lapangan tidak demikian, jika orang Sunda suka memakan lalaban, orang Minang suka makanan pedas, hal itu tidak bisa disamaratakan, mungkin secara umum demikian adanya.
Dalam memilih teman hidup pun beragam status, ada lajang memilih lajang, ada juga lajang memilih pasangan yang sudah berstatus janda atau duda.
Dalam satu survei dilansir dari AnalisaDaily.com. mengungkap fakta bahwa sekitar 78 persen anak gadis berkenan memilih pasangan hidup dengan pria berstatus duda. Sedangkan lebih dari 80 pria lajang tidak menerima berpasangan dengan janda.
Artinya lebih banyak anak gadis yang siap dinikahi duda daripada laki-laki lajang memilih janda.
Walaupun hal tersebut sudah biasa terjadi di kalangan masyarakat, tapi tetap saja bagi sebagian orang hal tersebut menjadi tabu.
Perbedaan status biasanya seiring dengan perbedaan usia. Di mana salah satunya bisa lebih muda atau lebih tua.
Hal ini bisa berdampak pada kematangan emosional yang akan mengganggu keharmonisan rumah tangga.
Perbedaan status juga bisa menjadi bahan atau modal dasar pertengkaran.
Pasangan bisa saling tidak menghargai sebab beranggapan pasangannya masih terlalu muda, atau sebaliknya menganggap terlalu tua.
Kondisi seperti ini bisa terus berlarut jika tidak ada kedewasaan dari salah satunya.
Sudah banyak contoh rumah tangga yang dibangun dengan beda status, berhasil sampai tujuan kebahagiaan.
Beda status hanya salah satu model dalam pernikahan saja, masih banyak model-model lain yang biasa tergambar dalam masyarakat.
Pertengkaran akibat beda status harusnya dapat dihindari sedini mungkin.
Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan sebelum memutuskan nikah beda status.
Pertama, pengenalan karakter. Seseorang baru boleh memutuskan nikah beda status saat dia mengenal karakter dasar calon pasangannya, meliputi emosi dan latar belakang calon pasangan. Setelah itu baru dia mau menerima atau tidak sang calonnya.
Kedua, jangan terburu-buru. Tergiur karena calon pasangan berlimpah harta, atau seorang tokoh publik, lantas terburu-buru tanpa pertimbangan yang matang menerima lamarannya.
Ketiga, persiapan mental. Mental seseorang yang bermaksud untuk nikah beda status, harus benar-benar dipersiapkan. Jangan sampai apa yang diputuskan sekarang berakhir dengan penyesalan.
Hal-hal di atas seyogianya menjadi pertimbangan bagi setiap insan yang mau menikah dengan model beda status.
Namun tidak mesti juga kita insecure jika pun mendapat jodoh dengan model beda status. Toh, sekali lagi banyak pasangan yang berhasil membina keluarga tetap bahagia, walau dengan status pasangan yang berbeda.
Siapa pun jodoh kita, itu adalah pemberian terbaik dari Tuhan untuk kita. Maka terimalah pemberian itu dengan lapang dada.