Sejatinya tidaklah begitu, semua gender berhak mendapatkan semua akses asasi termasuk akses pendidikan tinggi.
Seorang perempuan calon ibu yang memiliki wawasan tinggi tentu akan melahirkan generasi berkualitas juga sebab latar belakang pendidikannya.
Dia akan mengerti bagaimana cara mendidik anak agar lebih pintar dan cerdas.
Lain hal jika memiliki keterbatasan intelektual, mungkin saja berbeda dalam cara mendidik anak dan mengurus rumah tangga.
Idealnya memang demikian, setiap pasangan satu level dalam semua hal agar bisa saling mengimbangi termasuk level pendidikan.
Namun kualitas rumah tangga tidak selalu ditentukan oleh pasangan berintelektual tinggi.
Bahkan kebanyakan mereka saling tidak mau mengalah, akibat merasa setara dalam titel kesarjanaan.
Rumah tangga sering diisi dengan perdebatan kusir saling mau menang sendiri.
Kesetaraan yang dibutuhkan dalam lingkup rumah tangga adalah saling mendengar dan memahami bukan menghakimi.
Perdebatan tanpa jelas pangkal-ujungnya akan berakhir dengan keributan yang justru menegasikan nilai-nilai intelektual yang dimiliki.
Karakteristik intelektual tinggi adalah saat konten pembicaraan berkesesuaian dengan perilaku keseharian.