Mohon tunggu...
Dudi safari
Dudi safari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Literasi

Aktif di Organisasi Kepemudaan

Selanjutnya

Tutup

Love

Cerewet Wajarkah?

31 Mei 2024   17:45 Diperbarui: 31 Mei 2024   17:48 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar okezone.com

Sudah menjadi watak seorang perempuan untuk banyak bicara, bahkan dalam sebuah riset seorang perempuan biasa mengeluarkan kata-kata sehari hampir 20.000 kata, sementara laki-laki hanya 7000 kata saja.

Jadi sangatlah wajar jika seorang perempuan biasa dianggap banyak omong alias cerewet.

Namun sangat disayangkan jika kebiasaan banyak omongnya tersebut cenderung ke arah negatif, malah menjadikan dirinya terjerumus kepada hal-hal yang tak dianjurkan agama atau bahkan bertentangan dengan adat-istiadat daerahnya.

Contoh realnya adalah saat perempuan bercengkrama untuk bergosip ria.

Hal yang sangat tak pantas tapi sudah menjadi kebiasaan sehari-hari dalam kehidupan bersosial masyarakat.

Sangat tidak pantas lagi adalah jika seorang perempuan dengan segala karakter keperempuanannya, mencela suami dengan omongannya.

Cerewet, bawel identik sebagai karakter dari seorang perempuan dan terbawa melekat walau dia sudah menjadi seorang istri atau ibu.

Hal inilah menjadi penyebab awal pertengkaran dalam rumah tangga.

Sang suami tidak kuat terus-menerus mendengar ocehan dari istrinya.

Tidak hanya sekali, bahkan tiap kali ada kesalahan sedikit, adat ngomel-nya langsung keluar.

Suasana rumah terasa panas terbakar oleh ocehan sang istri.

Namun tidak semua ocehan sang istri pertanda ketidaksukaan akan suasana rumah.

Ada sebagian situasi yang sama sekali tidak ada masalah, ocehan sang istri tetap saja terdengar setiap hari. Pertanda bahwa memang sipat bawaan dia si tukang ngoceh.

Lama-kelamaan orang rumah mulai mafhum akan sipatnya itu.

Bagi para suami yang memang tidak suka akan ocehan istrinya dia akan balik menghardik istrinya.

Suasana rumah akan terasa tambah gerah dan tidak nyaman.

Kemudian merembet ke hal-hal yang sebelumnya baik-baik saja.

Mengungkit semua masalah yang sebenarnya tidak perlu diungkit.

Ocehan sang istri menjadi pemantik bagi bom waktu yang siap meledak kapan saja.

Di sinilah letak besar hati dari seorang suami harus dimunculkan.

Jika ingin bara itu tidak menyala menjadi api dan membakar seisi rumah tangga maka segeralah tunjukkan kebesaran hatinya.

Karakter bawaan tidak akan bisa berubah selamanya, hanya pengertianlah yang akan menyalurkan kepenatannya.

Seorang yang cerewet tidak akan bisa serta merta menjadi seorang pendiam dengan segala upaya untuk melakukannya.

Laksana sesuatu yang sudah melekat dari ajalinya dan selalu menyertai dirinya sejak lahir ke dunia.

Oleh karenanya diperlukan sikap khusus untuk menghadapinya. Penyesuaian dengan memahami karakter bawaan tersebut agar rumah tangga selalu harmonis tidak terpengaruh dengan hal sepele.

Lebih memperhatikan yang pokok yaitu ketenangan rumah tangga daripada berebut hal yang kurang berguna.

Memperhatikan efek untung-ruginya daripada kekeh mempertahankan ego.

Rumah tangga yang baik adalah rumah tangga yang saling memahami atau saling mengerti.

Keutuhan rumah tangga lebih diutamakan agar kekal sesuai harapan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun