Adalah Marlan dan Nelawati (bukan nama sebenarnya), sepasang pengantin baru dari hasil perjodohan kedua orang tuanya.
Banyak motif dari kedua orang tuanya untuk menjodohkan mereka, di antaranya adalah untuk mempererat jalinan keluarga besar, menjaga marwah darah keluarga dan kemungkinan besar juga untuk menjaga harta warisan agar tetap berputar di lingkungan keluarga besarnya.
Semuanya tidak ada yang salah karena hal itu merupakan hak pribadi masing-masing orang.
Namun tahukah orang tua akibat fatal dari perlakuan mereka terhadap kedua anaknya tersebut akan membawa rumah tangga mereka sempoyongan terombang-ambing dengan ketidakpastian karena mungkin saja usia belum matang.
Perjodohan biasanya dilandasi oleh keterpaksaan salah satu pasangan, dengan sebab inilah proses pernikahan atas dasar perjodohan akan rentan berbagai macam ketidakharmonisan karena pasangan tersebut mungkin saja tidak memiliki chemistry, mereka tidak mau menolak keinginan kedua orang tuanya akhirnya dengan terpaksa mereka mengikuti apa yang diperintahkan oleh orang tuanya.
Praktik Perjodohan ini sudah ada semenjak zaman-zaman lampau, biasanya mereka berharap anak keturunan mereka hidup dengan nyaman dan tenteram di bawah perlindungan mereka dan pengawasan mereka atau ada pula di zaman feodal perjodohan timbul karena hutang budi dari orang tua kepada tuan tanah.
Perjodohan memiliki sisi gelap, dalam perjodohan bisa saja mengalami hal-hal yang tidak seindah yang dibayangkan sebelumnya.
Kedua orang tua membayangkan anaknya akan hidup bahagia, aman dan nyaman, baik dari segi harta maupun nama baik keturunan.
Akan tetapi ada satu yang luput dari ingatan, bahwasanya perjodohan yang sering kali dilatarbelakangi untuk mempererat hubungan keluarga akan berimplikasi kepada turunan.
Anak yang dijodohkan karena pertalian darah yang relatif dekat secara kesehatan menunjukkan hal yang tidak baik dan tidak disarankan.