Framing bermakna asal membingkai, jika itu dimaksudkan untuk menceritakan pribadi seseorang bergeser maknanya menjadi mengarahkan atau menggiring.
Framing jahat artinya seseorang menceritakan kepribadian buruk orang lain dengan maksud mengarahkan orang banyak terhadap objek, dengan tujuan keburukannya itu diketahui dan diyakini oleh orang banyak.
Kenapa mayoritas kita jika melihat kesalahan orang lain sangat kuat ingatannya seolah-olah tidak terlupakan, sementara kebaikan seseorang seringkali terlupakan begitu saja.
Saat seorang guru matematika menguji siswanya dengan membuat soal perhitungan, 10 soal perkalian. Sang guru menyengaja untuk menyalahkan satu nomor dari kesepuluh soal tersebut.
Apa yang terjadi? Semua siswa serentak berteriak: "Salah Pak" kepada sang guru tersebut, sambil merujuk kepada soal yang jawabannya salah.
Kemudian sang guru pun menjawab. Itulah kebanyakan manusia, dari ke-10 soal cuma satu yang salah, sementara 9 soal lainnya benar. Tapi, mengapa kita selalu fokus kepada yang salahnya saja menganggap guru matematika bodoh tidak tahu jawaban dari 1 nomor itu saja.
Ya, satu keburukan yang dilakukan oleh seseorang akan selalu diingat di memori kebanyakan orang, kenyataan itulah yang terjadi.
Hari kita menghadapi kontestasi politik, di mana semua orang berhak mencalonkan diri untuk menjadi pemimpin atau menjadi wakil rakyat. Bagi para haters mereka mencari latar belakang, aib calon pemimpin atau calon anggota dewan tersebut dengan harapan saat kejelekannya diketahui oleh banyak orang maka mayoritas orang tidak akan memilih dia. sungguh politik yang sangat kejam.
Contoh terkini dalam kontestasi pemilihan presiden, kita disuguhkan tiga bakal calon presiden dari tokoh nasional. Mereka adalah Anies Rasyid Baswedan, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.
Ketiganya memiliki kapabilitas memimpin negeri ini, dua dari ketiganya berpengalaman memimpin sebagai gubernur, sementara seorang lagi mantan jenderal TNI.