Kemumpunian mereka sudah tidak diragukan lagi. tapi sangat disayangkan budaya dukung-mendukung yang terjebak dalam fanatisme membutakan logika.
Tak jarang pendukung satu memfitnah capres yang lainnya, saling caci di dunia maya makin gila. Rasanya jika calon mereka tidak jadi maka Indonesia akan kiamat.
Para influencer, buzzer dan haters kadang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan suara bagi jagoannya.
Saat para publik figur itu belum mencalonkan diri untuk menjadi pemimpin negeri atau wakil rakyat, nyaris kehidupan mereka sepi, tertutup rapat. Tapi setelah mereka ikut kontestasi untuk memperebutkan jabatan maka aib-aib mereka pun dibongkar.
Mulai dari isu perselingkuhan, korupsi, keluarga yang berantakan dan lain sebagainya. Aib-aib ini terus mencuat seiring santernya elektabilitas seseorang. Semakin tinggi elektabilitasnya, semakin santer informasi-informasi tentang keburukan dirinya tersebar.
Kebiasaan-kebiasaan buruk ini harus segera dihentikan karena akan berimbas kepada kerusakan yang lebih besar, dari hanya sekedar lontaran-lontaran kebencian di media sosial.
Tidak menutup kemungkinan akan berimbas menjadi kerusuhan-kerusuhan sosial di dunia nyata.
Kegemaran mengumbar keburukan lawan dengan maksud men-downgrade, tentunya menjadi salah satu pertanda bahwa manusia jika tanpa dibimbing akal sehat akan menjelma seperti binatang, bahkan dia tega memframing jahat saudaranya sendiri agar apa yang dia inginkan tercapai.
Perubahan-perubahan mendasar harus segera dilakukan, adanya sinergitas antara pemangku kebijakan dan tokoh-tokoh pegiat norma untuk terus secara masif mengkampanyekan bahaya-bahaya yang akan ditimbulkan dari framing buruk terhadap seseorang.
Membiasakan diri untuk tetap menghargai orang lain, meyakini bahwa apa yang kita lakukan mungkin lebih buruk daripada orang lain, harus menjadi habits baru di masyarakat kita.
Bagi para pemangku kebijakan diusulkan untuk membuat kebijakan dan sanksi tegas bagi para pemfitnah, baik di media sosial ataupun di muka umum dengan sanksi yang membuat jera.