Korban tawuran rata-rata adalah mereka yang tidak ada sangkut paut permasalahan dengan pelaku, korban tawuran rata-rata mereka yang tidak tahu-menahu tentang permasalahan yang diperebutkan.
Secara logika jika satu kelompok menyerang kelompok lain maka lawannya telah mempersiapkan segala sesuatunya termasuk senjata dan cara melarikan diri saat terdesak.
Namun bagi seseorang yang merasa tidak punya urusan dia akan menjadi gagap saat ada serangan mendadak. Tak mampu menghindar saat mendapat serangan bertubi-tubi.
Tawuran pelajar dari dulu semacam lingkaran setan yang sulit diputus. Mata rantai ini seakan turun-temurun diwariskan dari generasi ke generasi.
Penyebab Tawuran
Tawuran atau tindakan kekerasan antar remaja biasanya terjadi karena beberapa faktor, di antaranya:
- Tekanan Teman Sebaya: Remaja sering kali merasa tertekan untuk menunjukkan kekuatan atau keberanian mereka di depan teman-teman sebayanya. Hal ini dapat mengarahkan mereka pada perilaku kekerasan atau tawuran.
- Identitas Kelompok: Remaja seringkali membentuk kelompok atau geng yang memiliki identitas dan nilai-nilai yang sama. Mereka mungkin merasa perlu membela kelompok mereka atau menunjukkan kekuatan dan dominasi kelompoknya dalam konflik dengan kelompok lain.
- Lingkungan yang Tidak Mendukung: Lingkungan yang kurang mendukung seperti lingkungan yang keras, penuh kekerasan, atau tidak aman dapat memicu perilaku kekerasan dan tawuran di kalangan remaja.
- Gangguan Kesehatan Mental: Beberapa remaja mungkin memiliki masalah kesehatan mental seperti gangguan perilaku atau kecemasan, yang dapat memengaruhi perilaku mereka dan membuat mereka lebih rentan terhadap tawuran dan kekerasan.
Tindakan Preventif untuk Mencegah Tawuran
Untuk mencegah terjadinya tawuran antar sekolah, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan, di antaranya:
- Pendidikan Pencegahan Kekerasan: Sekolah dapat mengadakan program pendidikan pencegahan kekerasan, termasuk mengajarkan siswa tentang nilai-nilai positif seperti rasa saling menghargai, toleransi, dan kerja sama dalam mengatasi konflik.
- Konseling: Sekolah dapat menyediakan program konseling bagi siswa yang mengalami masalah emosional atau perilaku agresif, serta memberikan dukungan dan bimbingan untuk mengatasi masalah yang mereka hadapi.
- Pengawasan Sekolah yang Ketat: Sekolah dapat memperketat pengawasan terhadap kegiatan siswa di lingkungan sekolah dan sekitarnya untuk mencegah terjadinya tawuran atau tindakan kekerasan.
- Kerjasama dengan Komunitas: Sekolah dapat berkolaborasi dengan komunitas sekitar untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi siswa.
- Pelibatan Orang Tua: Sekolah dapat mengajak orang tua siswa untuk berpartisipasi dalam program pencegahan kekerasan dan membantu memonitor perilaku anak-anak mereka di lingkungan sekolah dan sekitarnya.
- Kebijakan Sekolah yang Jelas: Sekolah dapat membuat kebijakan yang jelas dan tegas terkait dengan tindakan kekerasan dan sanksi yang akan diberikan kepada siswa yang terlibat dalam tawuran atau tindakan kekerasan.
- Aparat penegak hukum yang berwibawa: supremasi hukum benar-benar harus ditegakkan sehingga para kriminal berpikir dua kali untuk melakukan sebuah kejahatan.
Ketidakstabilan emosi merupakan salah satu faktor kuat untuk mengubah jiwa insani menjadi jiwa hewani, pendidikan dini berbasis karakter sangatlah urgen adanya.
Jangan menunda langkah preventif jika tidak semuanya terlambat dan hanya menyisakan penyesalan tak berujung.
Putus mata rantai dari lingkaran setan ini agar kita mendapat generasi yang berkualitas. Peran serta dari berbagai pihak untuk terwujudnya langkah ini sangat diperlukan.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H