Keempat, menerima pasangan apa adanya. Saat pertama berumah tangga, masalah itu sepertinya semua menjauh maka lahirlah istilah honey moon atau bulan madu. Sepasang insan yang sedang dimadu cinta.
Kekurangan pasangan pun serasa tak ada yang terlihat, semua tampak sempurna. Begitulah terasa jika "bahtera" baru berlayar sehari dua hari atau sebulan dua bulan.
Kemudian laju bahtera lambat laun ke tengah samudera nan penuh gejolak ombak. Barulah sang nakhoda dan seisi kapal menyadari bahwa dalam mengarungi samudera rumah tangga itu tak ubahnya seperti berlayar ke tengah samudera yang begitu luas dan dalam.
Setelah sekian lama barulah terasa ada banyak masalah menghampiri yang sebelumnya itu hal sepele, bisa jadi pemantik pertengkaran. Asalnya bangun kesiangan, cuci baju sendiri dan sebagainya merupakan hal yang tak dimasalahkan. Hari ini bisa jadi pemicu masalah baru.
Menerima pasangan apa adanya dan saling pengertian merupakan komitmen untuk menjaga bahtera rumah tangga tetap ada dalam keadaan tenang dan tenteram meski badai ujian terus melanda.
Kelima, lupakan orang ketiga. Orang ketiga seringkali menjadi alasan tak masuk akal bagi seseorang untuk mengkhianati kesakralan cinta pasangannya.
Orang ketiga tidak melulu PIL (Pri Idaman Lain) atau WIL (Wanita Idaman Lain). Bisa jadi orang ketiga itu adalah orang tua kita sendiri, mertua kita, anak tiri kita, saudara kita atau bahkan tetangga kita.
Lupakan orang ketiga yang justru kehadirannya membuat rusak rumah tangga, kecuali orang ketiga yang memberi manfaat bagi keberlangsungan rumah tangga.
Dia memberi nasihat-nasihat baik, memberi solusi saat masalah melilit. Selalu libatkan akal sehat dalam memutuskan masalah bukan hanya emosi sesaat.
Itulah 5 tips untuk meraih keluarga sakinah, Mawaddah wa rahmah, dambaan setiap insan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H