Konflik anak dan bapak menjadi sebuah keniscayaan ketika keduanya berbeda pandangan dalam hal prinsip.
Jalan yang dipilih oleh Ibrahim adalah keluar dari rumah, dalam arti yang lebih luas lagi dia keluar dari komunitas penyembah berhala demi memelihara keyakinannya. Bahwa Tuhan itu satu atau kemudian hari dikenal dengan monoteisme.
Prinsip mempertahankan keyakinan satu Tuhan ini terus di gulirkan hingga nabi Muhammad Saw.
Dan sudah barang tentu menghadapi tekanan-tekanan dari keluarga, namun Islam punya solusi, seperti termaktub dalam QS. Luqman: 15.
Berbuat baik terhadap orang tua adalah ketetapan yang tidak bisa diganggu gugat namun jika para orang tua menyuruh untuk berbuat syirik maka kita tidak boleh menaatinya.
Dalam hubungan sosial hubungan kita dengan orang tua harus tetap terjalin baik.
Jika pertentangan itu memunculkan perdebatan maka gunakanlah akal sehat dalam berdebat bukan sebaliknya memakai logika sesat (logical fallaci).
Logika sesat pernah dilontarkan kaum Ibrahim saat kalah argumen berdebat tentang apa yang mereka sembah.
Namun Ibrahim dapat mematahkan semua logika sesat mereka dengan satu jawaban saja.
"Jika benar Tuhan kalian dapat memberi manfaat atau mudarat maka patung yang paling besar itulah pelakunya." Kata Ibrahim saat didakwa sebagai perusak sejumlah patung berhala.
Para penyembah berhala pun diam seribu bahasa dengan pernyataan Ibrahim.