Apa sebenarnya hubungan puasa dengan kepemimpinan?
Seperti kita telah maklum bahwa seorang leader atau pemimpin adalah seseorang yang memiliki sikap mental dan pembawaan stabil, tidak terpengaruh oleh hal-hal yang belum pasti dan memutuskan suatu perkara secara bijak.
Di sinilah titik temu antara puasa dan kepemimpinan. Orang yang sedang berpuasa diharuskan menjaga pandangan, emosi dan hasrat.
Menjaga pandangan dari hal yang dilarang agama seperti memandang lawan jenis dengan syahwat, terlalu berimajinasi untuk mendapatkan sesuatu.
Imajinasi yang berawal dari pandangan, seperti gemar mengumpulkan makanan, minuman untuk berbuka puasa, stok kue lebaran berlebihan, membeli baju lebaran yang mewah dan semacamnya.
Selanjutnya orang yang berpuasa mesti menjaga emosi. Perut lapar bisa memicu ketidakstabilan emosi, cepat marah pada hal-hal yang sepele, mudah tersinggung, mudah buruk sangka (suudzan) dan semisalnya.
Terakhir orang berpuasa diharuskan menjaga atau mengatur hasrat (syahwat). Hasrat di bulan puasa mengalami pengaturan ritme artinya hasrat seksualitas suami istri di siang bulan Ramadan untuk sementara waktu ditiadakan, namun di malam hari tidak dibatasi sama sekali.
Hasrat/syahwat ini tidak hanya pada perilaku seksual saja, akan tetapi hasrat yang lain pun seperti menghalalkan segala cara untuk menjadi seorang pimpinan dengan sogok sana sogok sini, sikut sana sikut sini menjadi perhatian tersendiri bagi seorang yang sedang berpuasa, orang yang sedang melatih diri.
Maka dari itu hikmah puasa adalah membimbing nafsu agar tidak keluar dari jalur semestinya. Inilah korelasi puasa dengan leadership.