[caption id="attachment_79167" align="alignleft" width="300" caption="Wapres Boediono, BJ. Habibie dan Azzumardy Azra. Gambar dari wapres.go.id"][/caption] Tulisan ini awalnya berjudul Kebesaran Pemimpin Indonesia. Namun karena menyangkut kebesaran kedua pemimpin di atas maka saya ubah judulnya dengan mengarah langsung pada kedua pemimpin tersebut. Hari Minggu (5/12) pukul 10 pagi, Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) mengawali Muktamarnya yang ke V di Istana Bogor. Sekitar 1200 orang menghadiri acara pembukaan tersebut dan tumplek di aula dadakan yang disediakan pihak Istana tepat berada di depan Istana. Seremonial acara sendiri dibuka oleh Wakil Presiden Boediono dan diakhiri dengan doa. Setelah ditutup dengan doa, Master of Ceremony mempersilahkan Wakil Presiden RI, Bapak Prof. Boediono untuk meninggalkan acara. Wapres dan rombongan pun berdiri dan meninggalkan aula dadakan tersebut yang juga dihadiri oleh para pejabat Negara lainnya seperti Menteri Agama Suryadarma Ali, Menteri Pendidikan Nasional M.Nuh, Hatta Rajasa, beberapa anggota DPRRI, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan serta pejabat lainnya. Setelah Prof. Budiono dan rombongan meninggalkan aula, MC meminta para peserta dan undangan agar tidak beranjak dahulu karena Prof. Dr. Ing B.J. Habibie sebagai Ketua Dewan Kehormatan ICMI akan memberikan orasi Ilmiah tentang Long March ICMI sejak tahun 1990 lalu hingga tahun 2050 mendatang kepada para peserta. Prof. Habibie pun mendampingi Prof. Boediono meninggalkan aula dan kembali duduk di tempatnya semula. Namun setelah MC selesai mengumumkan akan ada orasi ilmiah dari Prof. Habibie, Wakil Presiden Bapak Prof. Boediono kembali lagi ke dalam aula. Sempat terjadi kegaduhan di antara peserta, ada apa gerangan, ko di depan aula tampak para staf Wapres mengerubuti atasannya. Ternyata Bapak Wapres Boediono ingin mendengarkan ceramahnya Pak BJ Habibie. Pak Boediono pun kembali duduk di tempat semula dan selama 1,5 jam mendengarkan ceramah Mantan Presiden ke-3 tersebut. Menurut informasi yang dapat saya himpun, para staf yang taat pada aturan keprotokoleran Negara melarang Pak Boediono untuk kembali. Saya sendiri tidak tahu menahu aturan protokoler Negara seperti apa. Menurut informan, biasanya jika sudah melakukan sambutan dan membuka acara baik Presiden ataupun Wakil Presiden langsung meninggalkan acara tanpa harus menunggu acara selanjutnya. Namun berbeda dengan kejadian tersebut. Protokoler sudah melarangnya namun Prof Boediono tetap memaksa untuk mendengarkan ceramah Pak Habibie. Saya melihat ini merupakan bukti kebesaran Prof. BJ Habibie sebagai seorang negarawan. Ia telah berkontribusi besar dalam memajukan negeri ini. Membuat orang Islam bangga terhadap keislamannya. Membuka bangsa Indonesia agar melek teknologi. Menggagas system perbankan syariah walaupun ia bukan seorang ekonom/ bankir. Kebesaran BJ. Hibibie bukan karena ia seorang mantan Wapres dan Presiden sekaligus, namun juga karena banyak karya dan besarnya kontribusi beliau untuk negeri ini. Ia bukan hanya tokoh dalam negeri namun juga tokoh internasional. Teori perkapalterbangannya digunakan oleh para Enginer (Insinyur) di seluruh dunia, orang perkapalan tahu dan faham tentang Habibie teori dan habibie method (dalam buku Fadel Muhammad 'memilih jadi pengusaha' di sebut-sebut tentang teori ini). Namun kebesaran seorang Habibie tidak akan mempan bagi orang yang tinggi hati dan sombong, yang merasa bahwa dirinya seorang pejabat. Hal ini tidak terjadi pada Wapres Boediono. Ia menolak para protokol yang harus meninggalkan acara (mungkin juga aturannya demikian). Padahal saat kehadiran Presiden AS Barack Obama yang diagung-agungkan oleh media dan masyarakat Indonesia, Wapres Sendiri tidak hadir dengan alasan aturan keprotokoleran. Ini membuktikan bahwa Prof. Boediono adalah seorang yang rendah hati. Ia tidak memperdulikan bahwa dirinya Wapres karena melihat kebesaran Prof. Habibie. Satu hal yang menunjukan bahwa ia seorang (Prof. Boediono) seorang yang rendah hati saat ia menyampaikan kepada para muktamirin bahwa saat kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh Presiden Habibie saat reformasi diamini oleh dirinya yang saat itu menjadi bawahan. "Saya ingin menggarisbawahi apa yang disampaikan oleh Pak Azzumardy Azra* bahwa saya sangat hormat kepada Pak Habibie, oleh karena itu saya tidak mungkin menentang kebijakan ekonominya saat itu walaupun Pak Habibie bukan seorang ekonom," sergahnya sebelum sambutannya dimulai.*** * testimony Azzumardy Azra untuk Prof. Habibie, "Para ekonom meremehkan kebijakannya ekonominya karena memandang bahwa ia (Prof. Habibie) bukan seorang ekonom, namun faktanya kebijakannya membawa perbaikan dalam bidang ekonomi. Sobat juga bisa membaca tulisan saya sebelumnya; Membenturkan Islam Tulisan dari teman: @Ragile: Gol Indah @Della: Wikileaks @Nunik: Payudara Semoga bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H