Mohon tunggu...
Abah Raka
Abah Raka Mohon Tunggu... Buruh - catatan-catatan receh tentang filsafat dan politik

kanal personal: https://abahraka.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Poligami Realitas Media Sosial

22 November 2010   16:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:23 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih banyak contoh dan kasus lain, empat contoh di atas adalah representasi dari wujud virtual yang seolah-olah nyata. Ia berhasil menciptakan rekaan yang dianggap nyata melalui citraan-citraan. Menurut Heidegger citra adalah sebuah model kenyataan yang tidak ada lagi referensinya pada realitas, ia bahkan telah mematikan realitas itu sendiri. Edmud Burke Fildman mendefinisikan citra sebagai bukan benda, ia adalah sensai cahaya yang jatuh pada retina ditransmisikan sebagai impuls energy pada otak yang secara simultan menerjemahkannya ke dalam entitas bermakna yang disebut citra. Ia adalah sebagai hasil pemuatan sensasi optis dengan makna.

Beberapa citraan yang dibangun oleh media virtual tersebut memenuhi beberapa tipologi citra yang diungkapkan oleh W.J. Mitchel (Yasraf, 2010) yang kemudian diistilahkan oleh Yasraf sendiri, yaitu; Pertama, Citra Fatamorgana. Citra fatamorgana adalah kategori citra yang membentuk dunia citra dan halusinasi di dalam berbagai ruang hiperealitas seperti dalam computer. Ia memunculkan halusinasi yang pada dasarnya tidak pernah ada di alam nyata. Adanya Raja NN, adanya Kepala Desa Rangkat, adanya planet Kenthir ia adalah wujud dari halusinasi. Ia ada dalam konsep namun tidak ada pijakan realitas.

Kedua adalah citra hantu. Hantu adalah roh tak bertubuh atau spirit tak berwujud, akan tetapi mampu menampakan dirinya di dunia nyata dalam wujud image, seakan sesuatu yang hidup. Ia mampu menciptakan efek-efek di dalam dunia nyata (Tertawa, senang, ketakutan, trauma, kematian). Contoh nyata adalah ketakutannya beberapa kompasianer terhadap eksistensi geng ngocol (NN), padahal NN sama sekali tidak berwujud, ia hanya mewujud dalam alam virtual, namun kenapa merasa terancam dengan ketakutan NN. NN dalam hal ini ibarat hantu bagi kompasianer yang ketakutan ancaman tulisan 'tak bermutu'.

Ketiga adalah citra kamuflase. Ia merupakan kemampuan menyembunyikan diri dengan cara mengganti citra luar sesuai dengan lingkungan. Ia melakukan penyamaran melalui citra. Di Kompasiana seseorang dapat menjadi seorang anak jalanan, namun sangat pintar dalam memainkan logika. Begitupun di Kompasiana ada seorang yang seolah menjadi Dewa bagi anak jalanan karena menjadi penolong mereka. Ia mencitrakan dirinya baik melalui postingan tulisan ataupun melalui citraan profil yang dibuatnya sendiri. Dan hampir semua kompasianer melakukan pencitraan ini. Ada yang memang sesuai dengan referensinya di alam nyata, atau tidak sama sekali. Jika seorang dosen ia tulis pengajar, tentu ini ada rujukan realitas, namun jika kasusnya seperti Puri, tentu sama sekali tidak merujuk para realitas. Ia benar-benar tercabut dari realitas.

Keempat adalah citra nomad. Nomad merupakan ciri orang yang selalu berpindah-pindah (Nomaden). Citra ini diciptakan oleh orang-orang yang selalu mengganti-ganti profilnya, siapapun, termasuk saya sendiri. Ia mengganti-ganti profilnya sesuai dengan kemerasaan dirinya sebagai apa dan siapa.

Kelima adalah Citra Mutan. Mutan adalah sebuah entitas yang mampu mengubah totalitas dirinya lewat perubahan genus. Dalam citra mutan batas antara yang hak dan batil menjadi melebur. Ia menggabungkan antara kejahatan dan kebenaran, antara Tuhan dan Syetan. Melalui citra mutan orang meleburkan semua nilai menjadi nihilism. Citra mutan mudah-mudahan tidak ada di Kompasiana, karena citra ini dapat merusak generasi penerus dan meracuni Kompasiana.

Melalui citraan-citraan tersebutlah para bloger kompasianer membentuk realitas baru di alam virtual yang bisa jadi merujuk pada realitasnya atau realitas bayangan sehingga seolah menjadi nyata, maka munculah realitas kompasiana yang mendua dari alam realitas nyata kompasianer yang sesunggunya. Pada titik inilah Realitas sesungguhnya telah melakukan poligami dengan realitas maya.

Pelajaran yang dapat dipetik

Adanya anggapan bahwa realitas virtual sebagai alam nyata, mendorong kita untuk berhati-hati akan citra-citra yang diciptakan oleh kaum bloger, baik di kompasiana sendiri ataupun di media social lainnya seperti Fesbuk, Plurk, Koprol atau yang lainnya. Kasus Puri dan NN adalah kasus nyata nyata. Puri sama sekali tidak ada rujukan realitas dan NN dianggap nyata sebagai mengganggu dan tidak menyehatkan oleh sebagian kompasianer. Hal ini harus menjadi pelajaran berharga bagi kita agar tidak tertipu oleh citraan-citraan yang dibuat oleh kompasianer sebelum benar-benar kita menyaksikan rujukan realitasnya. Karena bagaimanapun dunia maya adalah dunia citraan. Ia dibangun oleh berbagai sentuhan teknologi citraan yang semakin mutakhir. Ia bisa jadi merujuk realitas namun bisa jadi sama sekali tidak ada rujukannya. Citraan dapat dibuat melalui jalan apa saja seperti dituliskan di atas, melalui gambaran profil, foro, atau tulisan yang menjadi focus dari sharing and connecting Kompasiana.

Tulisan ini didedikasikan untuk Ulang Tahun Kompasiana Ke-2.

Semoga tambah jaya di alam maya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun