Praktik Renten atau kegiatan renten adalah suatu aktifitas dimana seseorang meminjamkan uang dengan bunga yang berlipat-lipat yang memungkinkan bunga tersebut melebihi utang pokoknya jika cicilannya terlambat.
Ketika saya kecil, praktik renten saya ketahui dari tayangan-tayangan sinetron di TVRI yang menggambarkan kehidupan di desa yang miskin seperti kampung nelayan atau pedalaman. Dan saya pikir, praktik renten itu hanya ada dalam wacana-wacana sinetron televise saja.Saat itu saya tidak percaya ada orang dengan tega meminjamkan uang namun dengan bunga yang berlipat-lipat. Namun ternyata kehidupan saya yang dewasa dimana banyak bergaul dengan tetangga, saya memulai membuka mata, bahwa praktik renten itu ada di sekitar saya. Bahkan seorang yang bertitel Pegawai N***ri rela menggandakan uangnya kepada tetangga-tetangganya yang sedang kepepet membutuhkan dana. Memang saat saya di kampung tersebut, praktik renten yang dilakukan oleh tetangga saya tidak terlalu menekan orang yang dipinjaminya uang, sehingga lebih sedikit terlihat manusiawi, dan bunganya pun relative tetap. Misalnya meminjam uang Rp. 1.000.000,- dengan bunga 20 % berarti menjadi 1.200.000,-. Walaupun dalam tempo yang ditetapkan masih juga belum membayar, maka sang rentenir hanya mengingatkan kembali dengan penekanan jika masih belum bisa membayar maka barang-barang yang ada di rumah sang peminjam menjadi taruhannya.
Ketika saya pindah ke kota (sisi kota Bandung), Praktik renten benar-benar berada di depan mata saya, bahkan sang collector (penagih) rela untuk membogem orang yang ditagihnya, dengan kata-kata yang kasar. Dan seperti yang saya ungkapkan di atas, Praktik renten yang dilakukan ini, piutangnya bisa berlipat-lipat dan melebihi uang piutangnya sendiri. Dan hal ini terjadi di tempat dimana saya tinggal.
Pola kerjanya adalah, broker (perantara) yang sekaligus kemudian hari menjadi collector mencari konsumen yang sedang kepepet membutuhkan uang. Setelah mendapatkan konsumen, broker berhubungan dengan Sang Rentenir (pemilik dana). Setelah disepakati, collector/ broker memberikan pinjaman kepada Sang Peminjam. Pemberian pinjaman dilakukan setelah disepakati bunga pinjaman antara broker dan peminjam. Bunga berlipat satu kali sampai tempo pembayaran. Namun jika pada saat tempo pembayaran belum juga dilunasi oleh peminjam, maka sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat bunganya berlipat lagi satu kali. Misalnya, bunga 20 % dari Rp 1.000.000,- adalah 200.000,-, jika tempo pembayaran yang telah disepakati masih belum juga dilunasi, maka bunganya bertambah 200.000,- sehingga jumlah keseluruhan yang harus dibayarkan adalah 1.400.000,- dan begitu juga selanjutnya. Bila tempo yang disepakti adalah satu bulan, maka jika tidak dapat melunasi hingga satu tahun, maka bunganya dikalikan 12, 200.000 x 12 = 2.400.000,- ditambah piutang pokok Rp. 1.000.000,- menjadi Rp. 3.400.000,-. Benar-benar lintah darat. Ini adalah kenyataan yang ada disekitar tempat penulis hidup. Dalam pengamatan saya, bahkan ada dua orang tetangga yang akhirnya menjual rumah tempatnya tinggal demi melunasi hutangnya yang sudah mencapai belasan juta rupia.
Bank Syari’ah Harus Hilangkan Praktik Renten
Bank Syari’ah yang sistemnya sudah dilaksanakan oleh BMT (Baitul Maal wat Tamwil) atau Koperasi Syari’ah Simpan Pinjam yang sudah tersebar hingga ke pedalaman dan tersebar hampir di setiap Kecamatan dan beberapa Desa harus mampu menghilangkan praktik renten tersebut. Bahkan kehadiran Bank Syari’ah harus mampu menghilangkan bertambahnya angka kemiskinan di daerah, baik pedalaman ataupun perkotaan yang diakibatkan oleh praktik renten.
Sistem Bank Syari’ah, yang menghilangkan bunga dan menggantinya dengan system bagi hasil dari praktik usaha real para nasabahnya tersebut, selain memberikan pinjaman terhadap para pelaku usaha dengan system kepercayaan, juga harus mampu menginventarisir para penduduk miskin untuk dibina menjadi pelaku usaha kecil dan diberi modal dengan pengawasan langsung dari manajemen Bank Syari’ah. Dengan adanya inventarisasi penduduk miskin dan dijadikan sebagai mitra didik dalam bidang usaha kecil, maka dengan sendirinya praktik renten akan hilang dari tengah-tengah masyarakat. Namun tentu ini bukan perkara mudah, sehingga diperlukan manajemen yang solid dan kuat serta berorientasi Lillah.
Mudah-mudahan dengan adanya Bank Syari’ah yang masuk ke pelosok-pelosok praktik renten yang menyengsarakan masyarakat benar-benar pupus. Semoga!
Tulisan ini saya muat juga dalam personal blog www.nahakunaon.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H