Mohon tunggu...
Dudi Ridwandi
Dudi Ridwandi Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis, Mahasiswa, dan Administrasi

Sederhana, ndeso

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Markotop dan Kemetak (Karma Polisi 1)

19 September 2019   09:14 Diperbarui: 19 September 2019   09:39 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kemetak bercerita mengenai masa lalu yang tidak mengenakkan tentang polisi (oknum) kepada teman kecilnya si Markotop. Sewaktu muda beliau sering berurusan dengan yang namanya polisi. Dari masalah berantem, tawuran dengan lain sekolah semasa SMA, maupun demo ke dewan mengenai kenaikan upah minimum kota (UMK) mewakili serikat pekerja nasional (SPN). Apalagi di jalan sering kena razia polisi atau operasi lalu lintas.

Kebenciannya terhadap polisi itu sudah mendarah daging. Dia beranggapan bahwa polisi itu arogan, angkuh dan selalu mencari-cari kesalahan orang yang berkendaraan. Salah satu kejadian yang termasuk menyebabkan dia benci terhadap polisi, ketika dia mau berangkat kerja dan tiba-tiba disalip polisi serta diberhentikan kendaraannya. Polisi menanyakan surat-surat kendaraan Kemetak dan semuanya ternyata lengkap. 

Lalu Kemetak tanya apa kesalahannya? Polisi tersebut menjelaskan bahwa kesalahannya dia  mengendarai motornya dengan kecepatan yang lebih . Sontak Kemetak kaget, disaat jam kerja sudah mepet lumrah dia naik kendaraannya kencang supaya tidak terlambat. Lagian kecepatannya masih bisa dibilang normal. Tapi oknum polisi tersebut tidak menghiraukan dan tetap saja memberi sanksi. 

Sanksinya adalah melanggar lalu lintas 1 pasal yaitu dengan denda sebesar Rp. 50.000,-.  Dengan kesalnya Kemetak memberikan Rp. 50.000,- dan segera melanjutkan naik motornya supaya cepat sampai di tempat kerja. Kejadian itu terjadi sampai beberapa kali semasa hidupnya. Kebencian pun bertambah.

" Mar, kalau teringat kejadian-kejadian terhadap polisi itu saya selalu marah, dendam, dan tidak bakal bisa dilupakan " cerita Kemetak.

" Ya tidak semua polisi begitu, Tak. Masih banyak polisi itu yang baik kok, mengayomi dan juga memberi rasa aman terhadap kita-kita masyarakat sipil. Kamu jangan dendam sama polisi, dia kan cuma menjalankan tugas." sambung Markotop.

" Menjalankan tugas apanya, lha wong surat lengkap masih saja mencari-cari kesalahan. Yang jelas dia ingin cari uang buat sarapan ", lanjut Kemetak dengan sewotnya.

Lalu Markotop mencoba menenangkan Kemetak, " Tak, jangan su'udzon dulu, mungkin kamu juga ada benarnya, tetapi itu kan cuma oknum saja, tidak semua polisi begitu."

Tiba-tiba si Sanip, anaknya Kemetak datang dengan rasa gembira  dan menghampiri mereka berdua serta berkata kepada Kemetak, " Pak, Alhamdulillah saya diterima di kepolisian. Tadi saya lihat pengumumannya ada nama saya. Terima kasih do'anya ya Pak."

Kemetak pun terdiam dan tertunduk. Entah malu kepada Markotop atau malu terhadap dirinya sendiri yang selama ini dia benci (polisi), ternyata anaknya sendiri jadi polisi.

Markotop pun tersenyum dan mencubit lengan Kemetak sambil berkata, " Tak, masih benci sama polisi ngga' nih ? Hehehe."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun