Seri 1: Jaringan Kereta Cepat Metro Mina & Metro Al Mashaaer Al Mu-gaddassah
Hampir tiga ribu jamaah haji berduyun-duyun keluar dari 12 gerbong kereta Metro Al Mashaaer al Mugaddassah yang berhenti di stasiun Mina 3. Satu gerbong bisa memuat 250 orang duduk dan berdiri. Dengan tertib mereka antri keluar, mengayunkan tangan mereka pada kotak kuning besar pada gerbang keluar, tanpa perlu melambatkan langkah.Â
Chip NFC (near field communication), yang ada pada gelang, berkomunikasi dengan penerima sinyal di kotak tersebut, menandai keluar-masuk jamaah yang bersangkutan secara otomatis. Dari stasiun, para jamaah haji ini langsung menuju lantai empat bangunan Jamarat, tempat mereka akan melontar jumrah.
Kereta ini beroperasi 20 jam sehari selama musim Haji, dengan jarak waktu hanya 1,5 menit dengan kereta berikutnya. Dalam keadaan operasional 100%, kereta ini bisa mengangkut hampir empat juta penumpang, menghilangkan kebu-tuhan akan 53 ribu bus yang selama ini memacetkan jalanan di kawasan Mina dan Arafah.
Jarak 13 kilometer antara perbatasan padang Arafah dan tempat melempar Jumrah di Mina, ditempuh hanya dalam beberapa menit. Suasana di dalam kereta bersih, dengan deretan tempat duduk di sepanjang dinding gerbong, dan dingin. Tidak ada gerbong khusus perempuan seperti di KRL Jabodetabek.
Selain Metro Al Mashaaer al Mugaddassah, ada juga Metro Mina yang melayani sisi lain dari jalur Makkah-Padang Arafah-Muzdalifah-Mina ini.
Mulai dibangun tahun 2009, proyek pembangunan jaringan kereta cepat tersebut diselesaikan hanya dalam waktu 22 bulan oleh China Railway Construction Corporation Limited (CRCC) dengan mempekerjakan delapan ribu tenaga kerja trampil dan tidak trampil, serta lima ribu insinyur.Â
Nilai kontrak pembangunan tahap I adalah 6,7 milyar Saudi Riyal atau setara dengan Rp.26,1 trilyun. Tapi CRCC kemudian mengaku tekor sekitar Rp.8,7 trilyun karena
100 tahun lalu baru ada 29 ribu jamaah ini. Tahun 2018 ini, ada sekitar 2,4 juta jamaah haji yang datang. Dalam 5-10 tahun mendatang, jumlahnya diperkirakan akan melonjak jadi 4,5 juta orang.Â
Bayangkan memindahkan mereka dari satu tempat ke tempat lain, dari satu waktu ke waktu lain sesuai dengan rukun dan wajib haji jika tidak menggunakan sistem transportasi massal cepat ( mass rapid transportation system ) seperti ini.
Seri 3: Kehadiran Wanita dalam Layanan Publik Selama Musim Haji
"Saya senang melihat petugas imigrasi wanita saat mendarat di Jeddah," kata Agus, akademisi muda yang sering bepergian ke berbagai negara. Tahun ini, memasuki usia ke-40, ia menunaikan ibadah haji bersama istrinya. "Mereka bekerja dengan cepat, teliti dan ramah," katanya lagi, "Tidak perlu antri lama."
Antrian imigrasi di bandara Jeddah saat musim haji maupun saat umrah memang cukup sering menjadi keluhan para calon jamaah. Mereka kadang harus antri berjam-jam untuk menyelesaikan pemeriksaan imigrasi.
Keterlibatan wanita Saudi dalam berbagai layanan publik menjadi perhatian tersendiri dalam musim haji kali ini. Selain sebagai petugas imigrasi, wanita Saudi juga terlihat terlibat dalam layanan kesehatan haji, complaint handling di hotel hingga petugas keamanan di pusat perbelanjaan. Sebagian dari wanita-wanita Saudi ini tetap bercadar, sebagian lagi membiarkan wajah mereka terbuka. Semuanya tetap mengenakan abaya.
Ini boleh jadi merefleksikan kebijakan baru dibawah inisiatif Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman bin Abdulazzin al Saud yang memiliki visi 2030, untuk menjadi jantung dunia Arab dan Islam; menjadi kekuatan investasi global serta penghubung tiga benua: Asia, Eropa dan Afrika.
Pelibatan para wanita profesional ini juga merupakan bagian dari upaya meningkatkan kualitas layanan haji dan umrah agar para jamaah memiliki pengalaman yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H