Mohon tunggu...
DuaBahasa
DuaBahasa Mohon Tunggu... Freelancer - Words are mighty powerful; it's the Almighty's word that perfected our universe

Terus mencoba membuat alihan bahasa yang enak dibaca

Selanjutnya

Tutup

Diary

Yang 'Unik' di Benak Edik

25 Juni 2022   14:57 Diperbarui: 25 Juni 2022   15:04 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

[Ini juga naskah yang terbengkalai 3+ tahun. Temuan nomor 3. Tentang yang 'unik' di benak Edik]

Hello.

Nama lengkapku panjang. Jadi, panggil saja aku 'Edik'.

Aku anak Gen-Z. Aku suka bahasa Inggris dan lumayan mahir bicara Inggris. Tapi ala BekaSel, bukan yang ala anak JakSel.

Aku dulu tambun. Aku gembul, badanku sekal. Apa sebab? Aku suka makan. Tidak pernah cukup dua porsi. Jadilah aku obese. Itu jeleknya banyak makan.

Bagusnya, aku paham banyak soal masak. Dan aku bahagia. Aku tahu hidangan mana yang lezat, mana yang aku beri penten B. Semua aku makan dengan lahap, gembira dan mindful.

Karena suka makan, aku akhirnya suka masak. Dan aku selalu mau tahu banyak soal masak. Alhasil, aku bisa setiap kali makan enak. Dan sering jadi taster setiap kali ada proyek masak besar di rumah.

Gemar makan menurun dari bapak aku. Almarhum orang Batak. Temannya buaaanyak. Ini yang membuat beliau buaaanyak makan. Pernah beliau 'tambuah tujuah' di RM Padang favoritnya.

Bapakku juga suka masak. Andalannya sambal; sambal sagala rupa. Andaliman pasti ada di sambal bikinannya. Katanya rempah ini sehat, enak. Punya rasa khas. Dan bisa bikin lidah jadi kebas, seperti di-anestesi.

Wait, wait ...

Ooohhhh ... aku paham sekarang .... Pantas aku jadi suka makan. Gara-gara andaliman, lidahku dulu itu sering gagal. Gagal memberi tahu otakku. Otakku terlambat sadar bahwa yang lewat di lidah sudah kelewat banyak.

Nah, sekarang tentang ibuku.

Ibuku namanya Louisa. Tapi aku dan kakakku menyebutnya Uwi. Beliau orangnya cool. Orang tua teladan, menurutku. Beliau pendongeng. Juga penyabar. Kadang-kadang bisa marah juga ke aku, apalagi waktu aku masih kecil.

Aku dan ibuku selalu mencari waktu untuk berdua. Berjalan kaki sore-sore untuk bertukar cerita. Bukan tukaran kata sih. Soalnya, aku yang berkata banyak-banyak, ibuku cuma menyimak.

I think this is what people today also do when they need what they call self-healing.

Aku berani mencoba banyak hal karena ibuku juga. Beliau punya prinsip, "Try anything. You've got nothing to lose." And she lives this value.

 Ini contohnya:

Tempo hari beliau pulang dari kantor naik bus feeder Transjakarta. Hanya ada supir. Tidak ada kenek. Ibuku lalu turun tangan membantu. Uwi malam itu menariki uang dari sesama penumpang.

Cool, right? 

Semoga ada penumpang yang membuat IG story tentang ini. Ibuku pasti viral. 

Nah, kalau kakakku, dia itu unik. Unik wajahnya, kata orang. Teman ibuku di India sana memang bilang wajah kakakku menarik. Semenarik sifatnya.

Dia galak (beud) tapi penyayang; suka tiba-tiba mencemberuti aku, tapi bisa juga tiba-tiba menciumi aku. Dia pemberani tapi (seperti) kurang percaya diri.

Sepertinya aku nanti yang lebih awal membuat rekaman gambar dan suara ini. Bukan Kak Joan. Padahal dia dulu sering tampil bareng sesama siswa di sekolah musiknya. Sering juga diminta naik panggung jadi pembawa acara sekolah.

Bicara soal unik, aku sendiri unik, menurutku. Aku fobia kancing. Pergi ke sekolah, sejak dulu, menyiksa batinku. Soalnya, di seragamku ada kancing. Sederet panjang pula.

Aku hanya suka baju kaos, setiap kali ke mana-mana. Syukurlah hobi aku melukis dan cita-cita aku jadi seniman. Dua-duanya 'menghargai' keunikanku tadi. Aku tidak perlu berkantor dengan kemeja berkancing.

Wait, wait .... 

Hmmm ... ada yang melintas barusan, di pikiranku.... Kalau tidak jadi seniman, aku mesti punya restoran sendiri. Atau jadi koki di rumah makan. Yang tidak ada hidangan dari jamur kancing di menunya ....

Dan yang bangkunya semua hadap depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun