Mohon tunggu...
DuaBahasa
DuaBahasa Mohon Tunggu... Freelancer - Words are mighty powerful; it's the Almighty's word that perfected our universe

Terus mencoba membuat alihan bahasa yang enak dibaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Meliatkan Pribadi Sang Pengasih (16): Menyimak Anak

25 Juni 2022   11:16 Diperbarui: 25 Juni 2022   11:28 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The Penguin International Thesaurus of Quotations - Rhoda Thomas Tripp

Apa yang disampaikan sosok hebat tadi tidak sampai separuhnya yang terserap otak, tapi darinya saya banyak menimba ilmu. Setelah ceramah yang dihadiri banyak pemerhati budaya tersebut berakhir, saya berkeliling saat rehat untuk mencari tahu apa komentar hadirin yang lain. Umumnya mereka kecewa.

Mereka tahu reputasi sang pembicara karena itu mereka berharap lebih. Apa yang disampaikan, menurut mereka, sulit dimengerti dan membingungkan. Sebagai pembicara, ternyata dia tidak sehebat yang mereka harap. Ada seorang wanita berkomentar begini, dan diamini oleh yang lain, "Kita tidak dapat apa-apa dari dia."

Tidak seperti peserta lain, saya bisa menyimak sebagian besar yang disampaikan sang tokoh hebat karena saya bersedia mendengarkan. Saya bersedia melakukan itu karena dua sebab: pertama, saya tahu bahwa dia luar-biasa dan apa yang dia sampaikan pasti sangat berguna; kedua, karena bidang tersebut menarik bagi saya, saya benar-benar ingin menyerap apa yang dia katakan supaya saya semakin paham dan spiritualitas saya tumbuh.

Upaya saya mendengarkan dia adalah perbuatan cinta. Saya mencintai dia karena bagi saya dia orang yang sangat layak diperhatikan, dan saya mencintai diri saya karena saya mau melakukannya demi pertumbuhan diri sendiri. Karena dia guru dan saya muridnya, dia yang memberi dan saya yang menerima, cinta saya adalah karena keinginan sendiri, dan motivasinya adalah apa yang saya dapat dari hubungan kami dan bukannya apa yang saya dapat berikan kepada dia.

Dan, sangat mungkin dia pun merasakan bahwa konsentrasi, perhatian dan cinta saya begitu besar sehingga dia sendiri memperoleh sesuatu. Kita akan selalu melihat bahwa cinta itu laksana jalan dua lajur, sesuatu yang timbal-balik, yaitu penerima juga memberi, dan pemberi juga menerima.

Tadi adalah contoh bagaimana penerima mendengarkan. Sekarang mari kita bahas bagaimana pemberi mendengarkan, dalam hal ini mendengarkan anak-anak. Proses mendengarkan anak-anak tergantung pada usia sang anak. Untuk saat ini yang akan kita bahas adalah anak usia 6 tahun yang duduk di kelas 1 SD. Seandainya tidak dilarang, anak kelas 1 tidak akan berhenti bicara.

Bagaimana caranya orangtua menghadapi anak yang bicara tanpa putus?

Yang paling mudah mungkin melarang si anak. Sulit dipercaya memang, tapi ada keluarga yang sama sekali melarang anak-anak bicara. Anggapan bahwa "Anak-anak harus terlihat namun tak boleh terdengar" berlaku di keluarga ini 24 jam sehari. Anak-anak dari keluarga yang demikian memang terlihat kehadirannya namun tidak pernah berinteraksi, dan hanya bisa diam-diam memandangi orang-orang dewasa dari sudut ruangan dan menjadi penonton bisu di kejauhan.

Cara kedua (untuk menghentikan celoteh anak-anak) adalah mengizinkan mereka bicara tetapi tidak mendengarkan ocehan mereka. Artinya, anak tidak berinteraksi dengan orangtua melainkan bicara entah kepada siapa, atau bicara sendiri dan suaranya, entah mengganggu atau tidak, terdengar di antara suara yang lain.

Cara ketiga adalah pura-pura mendengarkan, sambil terus asyik dengan apa yang sedang kita kerjakan atau asyik dengan pikiran sendiri, supaya mereka mengira kita masih memperhatikan dan sekali-sekali menanggapi celoteh mereka dengan "iya ... lalu?" atau "bagus...".

Cara yang keempat adalah mendengarkan sambil memilah. Yang dimaksud dengan selektif mendengarkan adalah pura-pura mendengarkan sambil tetap waspada. Saat anak mengatakan sesuatu yang penting, kita pasang telinga sambil berusaha membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik, dengan santai.

Andai cara keempat yang dipakai, ini masalahnya: kemampuan otak manusia tidak terlalu bagus dalam menyaring informasi yang masuk. Dengan begitu, ada informasi tidak berguna yang masuk sementara ada banyak informasi bermanfaat yang terbuang.

Cara kelima dan terakhir, pastinya, adalah mendengarkan anak-anak dengan sungguh-sungguh, memberi mereka perhatian yang penuh dan utuh. Setiap kata kita tangkap dan setiap kalimat kita cerna.

Kelima cara menanggapi obrolan anak-anak diurut berdasarkan kerasnya usaha yang kita lakukan; untuk yang kelima, yaitu mendengarkan sungguh-sungguh, orangtua perlu mengeluarkan tenaga banyak sekali dibanding keempat cara lain yang tidak terlalu menguras energi.

Mungkin ada yang mengira saya menyarankan orangtua untuk selalu menerapkan cara yang kelima, yaitu mendengarkan anak-anak dengan sungguh-sungguh. Sebetulnya tidak!

Alasan pertama, anak usia enam tahun cenderung bicara tanpa henti, dan jika benar-benar mendengarkan mereka, orangtua hampir tidak punya waktu untuk mengerjakan yang lain.

Kedua, mendengarkan dengan sungguh-sungguh itu butuh kerja keras dan banyak menguras tenaga sehingga orangtua tidak akan punya daya lagi untuk melakukan yang lain.

Terakhir, mendengarkan anak-anak bicara sangat menjemukan karena celoteh anak usia enam tahun biasanya memang membosankan.

Jadi, kita sebaiknya menyeimbangkan kelima cara di atas. Ada saatnya anak-anak perlu disuruh diam. Misalnya bila mereka mengganggu dengan celoteh mereka padahal orangtua harus memperhatikan yang lain. Atau ketika mereka menyela pembicaraan orang lain padahal itu tidak sopan. Atau mereka berusaha mendominasi dan bersikap kasar tanpa alasan yang jelas.

Anak-anak seringkali berceloteh hanya karena ingin berceloteh. Jadi, tidak ada gunanya memberi mereka perhatian bila mereka tidak minta perhatian dan mereka sendiri memang tidak keberatan bicara sendiri.

Pada saat-saat tertentu anak-anak tidak puas bila hanya berbicara sendiri dan ingin berinteraksi dengan orangtua, dan untuk itu kita bisa penuhi permintaan mereka dengan pura-pura mendengarkan. Biasanya yang anak-anak ingini pada saat seperti itu bukan komunikasi melainkan sekadar kedekatan, dan dengan pura-pura mendengarkan orangtua akan membuat anak-anak merasa "ditemani", sesuai keinginan mereka.

 

     [bersambung ke bagian 17]

     Diterjemahkan dari buku The Road Less Traveled (Section: Love), karya M. Scott Peck

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun