Bila mereka mengikuti terapi kelompok untuk pasangan (ini cara yang saya dan isteri serta rekan dekat lakukan untuk konsultasi perkawinan yang sangat serius), mereka ini duduk bersama, bicara atas nama pasangan, menutupi kesalahan pasangan dan berusaha menunjukkan kepada yang lain bahwa mereka kompak, dan mereka percaya bahwa menyatunya mereka memberi sinyal bahwa perkawinan mereka relatif sehat dan kebersatuan ini memang diperlukan untuk memperbaiki perkawinan itu.
Cepat atau lambat, dan biasanya cepat, kami harus memberi tahu hampir semua pasangan bahwa mereka terlalu erat sebagai suami-isteri, terlalu menyatu, dan mereka perlu sama-sama menjaga jarak dalam pikiran mereka agar masalah dapat teratasi dengan baik.
Ada kalanya mereka perlu dipisahkan secara fisik, dan diminta untuk duduk terpisah dalam kelompok. Mereka selalu perlu diminta untuk tidak saling bicara atau saling membela di hadapan yang lain. Kami harus berkali-kali mengingatkan, "Biarkan Mary bicara sendiri, John," dan "Mary, John bisa menjaga diri; dia sanggup."Â
Andai mereka tidak berhenti mengikuti terapi, semua pasangan ini lama-lama belajar bahwa hanya dengan sungguh-sungguh menerima kelebihan dan kekurangan serta perbedaan masing-masing maupun pasanganlah perkawinan bisa menjadi dewasa dan cinta sejati bisa tumbuh.*
[*Mereka yang membaca buku karya pasangan O'Neil Open Marriage akan tahu inilah prinsip dasar pernikahan yang bersifat terbuka. Ini bertolak-belakang dengan perkawinan yang tertutup. Sebetulnya O'Neil sangat berhati-hati dan tidak ingin gegabah mengajak orang menerapkan prinsip perkawinan terbuka. Dari hasil menangani pasangan, saya akhimya berkesimpulan bahwa satu-satunya bentuk pernikahan yang matang, yang sehat dan tidak merusak kesehatan maupun perkembangan jiwa masing-masing adalah perkawinan yang terbuka.]
Lebih Jelas tentang Batasan Ego
Saya sudah jelaskan bahwa pengalaman "jatuh cinta" itu layaknya khayalan yang sama sekali bukan cinta sejati. Sekarang saya ingin katakan yang sebaliknya: jatuh cinta itu sebetulnya sangat, sangat erat kaitannya dengan cinta sejati. Banyak orang salah mengira bahwa jatuh cinta itu salah satu bentuk cinta karena apa yang mereka anggap benar itu memang ada betulnya.
Jatuh cinta juga berhubungan dengan batasan ego; jatuh cinta membuat batas kemampuan seseorang meningkat. Yang membatasi kemampuan seseorang adalah batasan egonya. Kita akan memperbesar batas kemampuan diri dengan bantuan cinta apabila kita mau mendekatkan diri dengan kekasih hati yang ingin kita bantu tumbuhkan spiritualitasnya.Â
Untuk itu, sesuatu yang kita sayangi pertama-tama harus menjadi kesayangan kita; maksudnya, kita harus tertarik dengan sesuatu di luar diri kita sendiri tersebut, tanpa dihalangi hal-hal yang membatasi diri, dan kita harus mengerahkan segenap tenaga dan mencurahkan segala perhatian.
Proses untuk menarik, mengupayakan dan memperhatikan itulah yang oleh psikiater disebut "kateksis". Menurut mereka, kita "mengkateksiskan" sesuatu yang kita sayangi. Namun, pada saat kita mengkateksiskan sesuatu di luar diri sendiri, dari sisi kejiwaan kita juga menyatukan gambaran tentang sesuatu tadi ke dalam diri kita.
Kita ambil contoh pria yang berkebun karena hobi. Hobinya menyenangkan sekaligus menyita perhatian. Dia "cinta" berkebun. Bagi dia, kebunnya sangat berarti. Pria tersebut sudah mengkateksiskan kebunnya. Menurutnya, kebun tersebut sangat menarik; dia meluangkan banyak tenaga untuk kebun tadi, dia mencurahkan perhatian pada kebunnya -- saking cintanya, dia rela bangun pagi-pagi pada hari Minggu untuk ke kebun lagi.Â