Mohon tunggu...
donny somawidjaya
donny somawidjaya Mohon Tunggu... Konsultan Hukum -

Penulis adalah Analis alias tukang mikir, pengamat hukum , Politik, Ekonomi, Agama, penggiat UMKM dan praktisi hukum bisnis yang suka menabung Amal dengan berbagi. for discussion dswidjaya01@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Fenomena "Snowden" dan Konsep "National Security" bagi Kesejahteraan Indonesia

10 Januari 2017   14:13 Diperbarui: 10 Januari 2017   14:24 1445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Siapa yang tidak kenal dengan Edward Snowden , pria yang dianggap sebagai pahlawan sekaligus pengkhianat bangsanya sendiri dan menjadi incaran nomor wahid imtelijen Amerika Serikat - CIA, sosoknya menjadi target utama CIA yang sangat dikhawatirkan sekaligus ditakuti, bukan para teroris atau pemimpin dunia non liberalis. 

Sebagai mantan CIA / NSA yang ahli dibidang ICT dengan berbekal masa dinas di CIA / NSA yang lebih dari cukup,  serta posisi penting di CIA/NSA membuatnya sangat memahami seluk beluk serta sepak terjang CIA, tidak heran CIA khawatir dengan Snowden. Kekhawatiran CIA menjadi kenyataan ketika Snowden dengan alasan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia dan rasa kemanusiaan membongkar maksud dan tujuan CIA yang menjadi sangat kontroversial, bahkan Presiden Obama pun turun tangan., tidak hanya itu bahkan Presiden  Vladmir Putin memberikan suaka bagi Edward Snowden atas keberaniannya.  

Ada hal yang menarik dari perjalanan hidup  Edward Snowden yang menjadi perhatian penulis,  mungkin juga menjadi konsen kita bersama sebagai bangsa Indonesia apabila mencermati  kesimpulan pendapat Sowden yang menyatakan “CIA its not only about terrorism, its political how to take control over society and to control every countries in economy , social, politic..” pernyataan Snowden perlu digaris bawahi dalam hal ini. Tindakan Sowden dianggap membeberkan rahasia negara yang terkait dengan National Security Amerika Serikat, hal inilah yang menjadi perhatian dunia beberapa waktu yang lalu.

Sekedar mengingatkan kembali dengan mencermati lebih jauh pentingnya bagi bangsa Indonesia dalam fenomena Snowden adalah dalam kaitannya dengan konsep “National Security” Negara Indonesia, sejauh mana pemerintah negara kita melindungi apa yang menjadi konsen kepentingan nasional bangsanya, bagaimana mengantisipasi serangan asing khususnya yang bersifat non fisik terutama masalah ekonomi dan konsep neoliberalis. Akhir akhir ini  di Indonesia isu yang menjadi sorotan  utama di berbagai media massa adalah isu Tenaga Kerja Asing dan ekonomi yang dikuasai asing, mengingat isu ini ada kaitannya dengan kesejahteraan bangsa Indonesia pada khususnya.   

Jika menyimak lebih dalam fenomena Sowden kita dapat mengambil pelajaran berharga dari sejarah panjang Amerika Serikat yang mengedepankan konsep " National Security" sebagai sesuatu yang tidak dapat ditawar dan sangat mendasar bagi Amerika Serikat. Lebih jauh konsep tersebut pada hakikatnya tidak hanya ada di Amerika Serikat namun juga diseluruh negara berdaulat khususnya negara besar dan maju yang sudah mempunyai konsep yang cukup maju terkait konsep "National Security" nya, namun demikian memang Amerika Serikat berhasil melakukan pemutakhiran pada konsep "National Security" nya yang menjadikannya sebagai negara maju dan berkuasa. Oleh karenanya kita diharapkan memahami dengan baik dari pengalaman Amerika Serikat terkait "national Security"nya guna dapat mengembangkan, mewujudkan dan mengimplementasikan konsep tersebut bagi kebaikan dan kesejahteraan bangsa Indonesia. 

Dengan kembali pada sejarah Amerika Serikat  dan berkaca pada cita-cita idealis Amerika Serikat diwaktu lampau dengan mewujudkan kesejahteraan bagi warga negaranya dan negaranya,  dengan menciptakan suatu konsep “National Security” , dimana bagi Amerika Serikat konsep tersebut merupakan fundamental yang sangat hakiki yang tidak dapat ditawar guna mewujudkan kesejahteraan Negara dan warga negarnya, oleh karenanya Amerika Serikat membuat Konsep “National Security” yang meliputi banyak hal yang merasuk ke seluruh sendi kehidupan dalam rangka mencegah adanya ancaman bagi khususnya kesejahteraan warga negaranya. 

Dalam bahasa yang sangat sederhana Amerika Serikat menganggap bahwa kesejahteraan warga Amerika Serikat adalah yang utama,kesejahteraan dapat terwujud jika kondisi internal dan eksternal negaranya terkendali dari segala sisi ancaman terhadap kesejahteraan dari berbagai bidang, untuk mengontrol keadaan eksternal dan internal tersebut dibentuk suatu konsep dasar yaitu “National Security” dimana konsep ini nantinya akan mengendalikan roda pemerintahan.   Konsep “national security” sendiri tidak hanya berkembang di Amerika Serikat, namun Amerika Serikat mampu mengembangkan kosep ini lebih advance dari negara lain. Sejarah konsep “National Security” bertitik tolak pada perjanjian perdamaian Westphalia (1648)  yang pada akhirnya berdasarkan pengalaman peperangan yang panjang, mendorong para filsuf dan negarawan untuk memikirkan konsep suatu negara berdaulat. Teori kontrak sosial  Thomas Hobbes dan terutama yang dikembangkan oleh Jean Jacques Rousseau menjadi titik tolak konsep “National Security”, di mana pada dasarnya negara ada karena adanya penyerahan kekuasaan dari suatu komunitas/masyarakat guna melindungi kepentingan bersama masyarakat tersebut (kehendak umum).  

Dari konsep ini berkembang pentingnya fungsi suatu negara untuk menjaga kesejahteraan dan keamanan di wilayahnya . Mendasarkan pada pemikiran tersebut dan arsip-arsip sejarah terkait “National Security” , pada tahapan selanjutnya konsep “National Security” berkembang dalam tiga periode utama : periode perang dunia kedua, periode perang dingin, dan periode berakhirnya kekuasaan Uni Soviet. Amerika Serikat mengembangkan konsep tersebut dengan baik pada Periode Perang Dunia Kedua, hanya saja pada periode perang dunia kedua konsep tersebut masih bersifat konvensional dimana ancaman masih dikonstruksikan sebagai ancaman fisik militer, namun pada tahapan perkembangannnya pasca berakhirnya soviet Amerika Serikat telah memodifikasi bahwa ancaman tidak lagi bersifat fiisik militer namun bersifat non fisik. Konsep ini mulai dipikirkan Amerika Serikat selama perang dunia kedua (1943-1944), terkait bagaimana dan apa yang terjadi setelah perang berakhir guna melindungi negaranya dan warganegaranya dari ancaman[1].

Pada masa perang dingin konsep “national Security” mengalami pergeseran makna, meskipun pada periode ini masih menitikberatkan pada penguatan bidang  militer guna proteksi atas ancaman militer. Dengan berakhirnya kekalahan Jerman berikut pasukan poros (Axis), menyisakan dua kekuatan besar paska perang dingin yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet. 

Pada masa ini dibentuk organisasi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB-1945) guna mencegah kembali pecahnya perang dunia. Perdamaian dunia menjadi hal yang sangat penting yang menjadi perhatian semua negara termasuk apa yang dicita-citakan oleh organisasi PBB. Mendasarkan pada depresi hebat akibat perang di segala bidang termasuk kehancuran ekonomi, PBB memperkuat baik advokasi maupun strategi terkait pentingnya perdamaian dunia, hal tersebut dimaksudkan agar setiap negara dapat memperoleh kesejahteraan yang berkeadilan  hanya dengan perdamaianlah suatu negara dapat mencapai kesejahteraan dan kehidupan yang layak bagi rakyatnya. Dalam atmosfir perdamaian, masing masing negara mulai membangun kembali negara dan masyarakatnya yang hancur akibat perang dunia. 

Pada masa ini negara-negara yang sebelumnya sudah mengenal konsep “National Security”dalam bentuk yang tradisional, mengingat hadirnya PBB dengan misi perdamaiannya, dua negara adidaya tersebut yang terikat dengan misi Perdamaian PBB tidak lagi dapat menggunakan kekuatan militer kecuali untuk mempertahankan diri dari ancaman fisik militer dari negara lain. 

Meskipun demikian Uni Soviet tetap melakukan ekspansi wilayah kekuasaannya dengan tujuan pemanfaatan dan eksplorasi sumber daya alam dan manusia melalui ideologi sosialis komunis  guna membangun ekonomi dari kekacauan politik dan  ekonomi paska perang dunia kedua,  memang pada masa itu faktanya ideologi sosialis diterima sebagian besar Eropa dan Asia, sehingga menurut pandangan Amerika Serikat, Uni Soviet yang mencoba menguasai secara penuh wilayah Eurasia (Eropa Asia), dengan metode ideologi dikhawatirkan secara ekonomi dunia akan dikuasai Uni Soviet, dan Uni Soviet akan bangkit dari keterpurukan dan mutlak sebagai penguasa, dan Amerika akan menjadi tergantung pada Uni Soviet mengingat kesejahteraan rakyat Amerika membutuhkan pasar bebas dan akses terhadap bahan baku (sumber daya alam) yang dikuasai oleh Uni Soviet. Kekhawatiran tersebut direspon oleh aparatur pertahanan Amerika Serikat yang secara ekstrim dalam beberapa dokumen rahasia menyatakan bahwa Amerika Serikat harus menghadapi langkah Uni Soviet dalam menguasai Eurasia sebagaimana disampaikan Jenderal John Deane (kepala misi militer Amerika Serikat di Moskow), termasuk dengan cara mendirikan otoritas ekonomi di Eropa Barat sebagai cara memblokade penguasaan Uni Soviet terhadap Eurasia sebagaimana disarankan oleh Dwight David Eisenhower dan Lawrence J Lincoln (diakhir perang dunia II)  kepada komite paska perang. 

Pada Periode ini telah dipikirkan oleh Amerika Serikat bagaimana memproteksi diri dari ancaman Uni Soviet baik ideologi maupun ekonomi. Pada dasarnya Amerika Serikat setuju memproteksi diri, namun beberapa perwira Amerika Serikat tidak setuju dengan konsep pertahanan nasional yang memamerkan kekuatan militer (konsep tradisional) seperti yang disampaikan oleh Eisenhower dan G.V Strong. Di samping alasan menjaga hubungan baik Rusia-Amerika, juga serangan tidak lagi berbentuk fisik militer, namun ideologi maupun ekonomi (pada saat itu). 

Salah satu ide pemikiran dan strategi Amerika di antaranya aktif dalam kerjasama internasional, hubungan diplomatik dengan mempromosikan liberalisasi dengan maksud agar Amerika mempunyai akses pasar di dunia yang tidak dapat diblok oleh Uni Soviet dengan Ideologinya guna kesejahteraan bagi rakyat Amerika, termasuk mempromosikan demokrasi dengan justifikasi Hak Asasi Manusia. Keterlibatan Amerika terkait liberalisasi dapat dilihat pada tatanan perdagangan Internasional   sejak konfrensi Bretton Woods 1944, pembentukan GATT 1947, ITO 1948, Pembentukan PBB (1945). 

Pengaruh ideologi Uni Soviet sosialis komunis sangat dikhawatirkan Amerika Serikat, di mana hal tersebut dapat berdampak pada kesejahteraan Amerika Serikat sendiri dalam hal Uni Soviet dengan ideologinya dapat menguasai sebagian besar wilayah dunia yang dapat berakibat terisolasinya Amerika Serikat baik dari sisi politik dan ekonomi, dalam hal ini kemiskinan menjadi perhatian Amerika Serikat, oleh karenanya perlu mengambil langkah srategis guna mengeliminasi ideologi tersebut dan membentuk perangkat nasional guna melindungi kepentingan nasional. Mendasarkan pada perkembangan konsep “National Security” tersebut, Amerika Serikat membentuk National Security Act 1947 di mana dalam undang-undang tersebut pada dasarnya dimaksudkan untuk menciptakan perlindungan/proteksi bagi warga negara Amerika Serikat dari segala ancaman.

Untuk mewujudkan system proteksi tersebut National Security Act 1947 (saat ini telah diamandemen dengan inti yang sama)  mengimplementasikannya dengan membentuk instrument perlindungan nasional dengan membangun lembaga-lembaga yang dimaksudkan untuk melindungi kepentingan nasional Amerika Serikat  dari segala ancaman yang meliputi: pertahanan baik militer dan non- militer, dewan riset dan pengembangan, National Security Agency , intelejen, di samping itu undang-undang ini juga mewajibkan  Presiden memberikan laporan tahunan terkait strategi proteksi dalam “National Security Strategy”(NSS)

Dalam tahapan ini ancaman tidak lagi mendasarkan pada ancaman militer semata namun juga berkembang kearah ancaman ideologi/politik serta dikemudian hari ancaman ekonomi.  National Security Act 1947 (undang-undang “national Security”) mencakup banyak hal terutama kordinasi antar  lembaga-lembaga garda pertahanan , militer ,  Central Inteligent Agency (CIA) ,  National Security Agency (NSA). Pada intinya National Security Act 1947 memberikan panduan/arahan bagaimana cara melindungi negara dan warga negara Amerika Serikat dari segala Ancaman yang dapat menyebabkan tingkat kesejahteraan terreduksi, dengan mengkordinasikan semua lembaga pertahanan dan lembaga informasi intelijen agar dapat merumuskan strategi dan tindakan apa yang akan dilakukan Amerika Serikat terhadap segala bentuk perubahan dunia yang dapat dikategorikan sebagai ancaman. 

Jika kita mengintip National Securiotzy Act 1947 yang mewajibkan Presiden Amerika Serikat membuat National Security Strategiy (NSS) setiap tahun akan tampak hal hal apa saja yang dapat dikategorikan sebagai ancaman, berdasarkan National Security Strategy tahun 2015 yang dikategorikan sebagai ancaman bagi Amerika Serikat adalah : Isu ancaman militer, Isu ancman politik/ideology, Isu ancaman lalulintas perdagangan illegal Narkotik dan obat berbahaya dan beracun, Isu ancaman Ekonomi,           Isu ancaman Energi, Isu ancaman lingkungan hidup, Isu ancaman terorisme, Isu ancaman ilmu pengetahuan dan teknologi, Isu ancaman terhadap kesehatan , Isu ancaman Hak Asasi Manusia (human security) dan terakhir ancaman cyber.

Tampak bahwa sangat luas cakupan dari national security Amerika Serikat sehingga membuat pagar yang sangat rapat. Sebagai impelementasi dari NS Act 1947 contoh misalnya terkait isu ekonomi yang harus dihadapi Amerika serikat terkait investasi asing yang dianggap dapat mengancam stabilitas ekonomi nasional jika tidak di kontrol, penyerapan tenaga kerja asing yang dapat merugikan warga negara Amerika Serikat dsb, dalam tatanan investasi asing mendasarkan pada NS Act 1947 Amerika Serikat membentuk  CFIUS (The Committee on Foreign Investment in The United States- sekitar tahun 1973/1974) dibawah kordinasi  departemen keuangan Amerika Serikat . lembaga tersebut berfungsi memberikan informasi pada presiden serta memfilter penanaman modal asing yang pada waktu itu banyak menguasai perusahaan di Amerika yang dianggap sebagai ancaman terhadap negara dan warga negara amerika serikat di sektor tenaga kerja dan ekonomi , khususnya investasi asing di bidang teknologi. CFIUS sendiri beranggotakan masing-masing dari Department of the Treasury (chair), Department of Justice, Department of Homeland Security,  Department of Commerce, Department of Defense, Department of State,  Department of Energy,    Office of the U.S. Trade Representative,    Office of Science & Technology Policy , dan partisipan dalam  CFIUS’s: Office of Management & Budget,    Council of Economic Advisors,  National Security Council,  National Economic Council, Homeland Security Council dan Direktur intelijen. Hasil dari filterisasi CFIUS adalah boleh atau tidak asing berinvestasi di negaranya meskipun amerika serikat mempunyai negative list investasi.

Dalam tatanan ekonomi dan perdagangan global Amerika Serikat aktif selalu ikut serta baik sebagai pionir maupun promotor seperti misalnya implementasi dari NS ACT 1947 terkait ancaman pengangguran di AMerika Serikat yang peru disolusikan dan ancaman perdagangan Cina yang menyebabkan lemahnya sektor perdagangan Amerika Serikat terutama agrikultur yang juga merupakan ancaman terhadap ekonomi dan kesejahteraan Amerika Serikat sehingga Amerika Serikat aktif berperan dalam baik multilateral agreement, regional maupun bilateral yang mengikat para anggota untuk menampung produk Amerika Serikat dan tenaga kerjanya akhir-akhir ini sebagai contoh nyata adalah Trans Pacific Partnersip Agreement ( TPP) yang pada intinya isinya adalah memberikan akses serta kemudahan bagi ekonomi Amerika Serikat terhadap ancaman Cina, meskipun banyak dari isi TPP yang dapat merugikan negara anggota lainnya khususnya negara berkembang.

Dalam kasus intelijen adalah sebagaimana digambarkan oleh Snowden, dimana global monitoring dilakukan dalam rangka mengawasi dan mengantisipasi suatu aksi baik dibidang ekonomi, sosial, politik, lingkungan hidup, ebergi yang dilakukan baik oleh negara, korporasi maupun pribadi yang dapat mengancam kesejahteraan Amerika Serikat. Dalam kasus Snowden AMerika Serikat harus menjadi nomor satu sebagai negara pengendali. Tidak heran jika Amerika Serikat melalui CIA juga turut mengendalikan sejarah seperti misalnya jika benar dilakukan di Indonesia pada masa transisi pemerintahan Sukarno kepada Orde Baru. hal tersebut semata kembali kepada National Security ACT AMerika Serikat yang sangat luas cakupannya, dimana Indonesia mungkin dianggap sebagai sumber energy yang harus dikuasai jika tidak akan dikuasai Rusia yang akan memenangkan pertarungan.

Terlepas dari bagaimana Amerika Serikat bertindak berdasarkan NS Act 1947, yang perlu kita pelajari adalah bagaimana Indonesia memformulasikan secara efektif dan efisien terkait “National Security” Indonesia, Indonesia sendiri memang mengartikan “National Security” sebgai keamanan nasional dan telah mempunyai Undang-Undang terkait Keamanan Nasional yaitu  Undang-Undang No 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, di mana dalam Undang-Undang tersebut konsep “National Security”/ keamanan nasional masih mendasarkan pada konsep militer, meskipun beberapa para ahli di Indonesia sudah mengenal konsep “national security” modern namun Undang-Undang masih belum mengalami perbaikan, disamping itu Undang-Undang tersebut tidak memberikan skenario yang sangat detail  bagaimana kordinasi antar lembaga negara terkait isu ancaman nasional multidimensi (non militer) sebagaimana NS Act 1947. 

Sebagai contoh misalnya Undang-Undang Penanaman Modal mengatur bagaimana investasi asing masuk ke Indonesia selain yang diatur dalam daftar negative investasi yang dilakukan oleh BKPM, dalam hal ini tentu kordinasi dibutuhkan misalnya menurut BKPM bisa saja boleh untuk investasi namun menurut kementerian pertahanan atau BIN bisa jadi itu ancaman, namun demikian kewenangan ada pada BKPM tidak seperti lembaga CFIUS di Amerika Serikat. 

Misalnya sebagai contoh ketika Operator telekomunikasi di Indonesia di operasikan oleh investor asing atau bekerjasama dengan investor asing , ini dapat membahayakan warga negara dan negara Indonesia karena informasi bisa menjadi tidak lagi privasi, termasuk juga didalamnya ketika para operator telekomunikasi terutama operator selular yang membeli infrastruktur jaringan teelekomunikasi dari perangkat asing yang masuk tanpa filterisasi, tentunya akan membahayakan ketika regulasi tidak seketat Amerika Serikat. Demikian juga dengan perangkat ponsel (device) yang masuk perlu dilakukan penyaringan secara detail apakah aman digunakan atau tidak baik dari sisi privasi maupun fisik, meskipun dalam ponsel sudah dibatasi dengan regulasi TKDN.

Semoga Indonesia melihat pentingnya Undang-Undang terkait “ National Security” bagi perlindungan dan kesejahteraan warga negara Indonesia sendiri.  Apa yang dikatakan Snowden mungkin ada benarnya, dan tentunya NS ACT 1947 Amerika Serikat bisa jadi merupakan ancaman bagi Indonesia sendiri oleh karenanya  hendaknya dijadikan bahan pemikiran dalam merumuskan kebijakan nasional.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun