Mohon tunggu...
Suhaimi Usuluddin
Suhaimi Usuluddin Mohon Tunggu... ASN DJP Kemenkeu -

"Mari ikut mengamankan APBN, membangun Indonesia" walau yang kita lakukan hanya setitik debu ditengah kegelapan malam.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pajak yang Tidak Populer di Mata Caleg dan Capres

28 April 2014   15:08 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:07 855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada yang asik-asik ketika pemilu calon legislatif di launcing (he..he..emangnya album baru), seperti banyaknya para dermawan blusukan keperkumpulan ibu-ibu, kerumah-rumah warga yang “miskin” tapi berpengaruh dalam pergaulan masyarakat untuk meraup suara pemilih.

Suatu pagi di tempat sarapan, saya disapa oleh kenalan. Beliau seorang wirausaha, pandai bergaul, senang mengikuti sosialisasi pajak walaupun tak diundang, dan tentu saja menurut saya beliau termasuk warga yang baik dimata saya, maklum taat dan patuh bayar pajak.

Beliau kenalan saya ini duduk dan menyapa : Wah banyak hari ini warga yang bahagia, dapat rezeki dari calon-calon legislatif (caleg), tentunya uang yang beredar sangat banyak dan pajak juga ketiban pembayaran PPh lho…?

Benar juga kata kenalan saya ini, jika belanja barang caleg dikenakan PPN, jasa konsultan para caleg dan honor para relawan dipotong PPh. Maka akan ada banyak pertambahan penerimaan negara berupa pajak dari pesta nasional dalam pemilu legislatif ini.

Pembicaraan lainnya, menjadikan topik ini beralih pada calon anggota legislatif, yang pada umumnya mereka hanya berkampanye “sekedar” mengajak warga berangan-angan untuk membangun dan menjadikan daerah pemilihan mereka menjadi baik.

Kenalan ini berkata: Bukankah semua angan-angan para caleg ini, butuh anggaran, butuh biaya yang sangat besar untuk mewujudkannya, tapi kenapa tak satu pun para anggota legislatif ini peduli dengan bagaimana caranya mendapatkan biaya yang notabene berasal dari APBN?

Sungguh masyarakat kita sudah semakin pintar dalam menyikapi tata cara bernegara, cara membangun dan cara menyikapi arus politik global.

Di tengah kesibukan kita, memenuhi hasrat menjadi sukses sebagai pengusaha, piawai menjadi pemimpin, adil dalam menegakkan hukum, jujur menjadi abdi negara dan pintar sebagai wakil rakyat, tentu semuanya butuh biaya.

Menjalankan pemerintahan seperti sebuah perusahaan. Butuh modal yang kuat, seperti sumber daya manusia (SDM) yang handal, butuh integritas dan butuh sumber biaya yang sangat besar.

Pemilu legistatif yang sudah berlalu, memang tidak satu pun caleg mengampanyekan bagaimana cara negara mengumpulkan anggaran untuk membangun.

Pada pemilu calon presiden yang akan datang, tentunya masyarakat berharap bahwa calonnya tidak melulu berangan-angan untuk sekedar membangun sarana dan prasarana, akan tetapi justru membangun negara dari semua sisi, seperti juga membangun mental dan spiritual.

Para capres diharapkan dapat mengampanyekan bahwa untuk membangun negeri ini menjadi makmur dan adil butuh sumber anggaran, seperti pajak dan sumber-sumber daya lainnya.

Bahwa masyarakat jauh lebih berperan dalam mewujudkan pembangunan seperti taat dan patuh dalam membayar pajak, dan jadi pengawas terdepan dalam anggaran dan pembangunan negara.

Negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang dan Cina. APBN mereka malah hampir seratus persen bersumber dari uang pajak.

Arab Saudi dan UEA negara yang kaya sumber daya alam, juga memasukkan pajak sebagai sumber anggaran negara mereka.

Kenapa para caleg dan capres mesti sungkan dan tabu mengampanyekan pajak sebagai sumber keuangan negara? Mungkin ini hanya dugaan semata.

Masalah korupsi dalam kewenangan pemakaian anggaran, bukan jadi penyebab sungkannya kita mengampanyekan pentingnya uang pajak sebagai sumber keuangan negara.

Proses hukum yang tegas dan transparansi pemakaian anggaran yang jelas, membuktikan kita bersungguh-sungguh membangun negara.

Mudah-mudahan para calon anggota legislatif kita di senayan tidak asing lagi dengan kata-kata pajak. Jika mereka bijak, mereka akan mengerti bahwa uang pajak mempunyai andil terbesar dalam menyumbangkan APBN yang direncanakan pemerintah dan yang disahkan oleh DPR.

Artinya pajak harus dikelola dengan profesional, agar masyarakat dapat berperan secara proposional di antara hak dan kewajibannya.

Idealnya mereka akan menguatkan “instansi” pengumpul uang pajak, yaitu Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan aturan-aturan yang bijak dan berkekuatan hukum. Demi menggapai angan-angan kita menjadikan Indonesia yang makmur dan berkeadilan.(Suhaimi, 27 April 2014)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun