Mohon tunggu...
DS Anwar
DS Anwar Mohon Tunggu... Guru - berusaha memperbaiki segala kekurangan

Menulis untuk berbagi dan bercerita. Sering memandang langit di malam hari sekadar untuk bertasbih, mengagumi benda yang bertebaran di langit, rembulan dan bintang-bintang-Nya.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Surat Terbuka untuk Para Syuhada di Jalur Gaza

4 Juni 2019   09:57 Diperbarui: 4 Juni 2019   10:21 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.liputan6.com

Cianjur, 30 Ramadan 1440-H/ 4 Juni 2019

 

Kepada Saudara Seimanku

di

Tanah Para Syuhada

Assalaamu'alaikum warahmatullahi wabararakaatuh,

Saudaraku, sebenarnya betapa sulit mengungkapkan perasaan ini. Kata dan kalimat ini sangat tersendat, seperti langkah kaki zombie yang diseret-seret tersesat dalam gelap gulita. Sementara dada terasa sesak dan darah berdesir seiring kabar yang selalu dibawa terik tentang kalian di sana.

Kami di sini selalu berdoa dan meminta kepada-Nya, bahwa umur kami ingin selalu sampai dan dipertemukan dengan Ramadan, jauh-jauh hari sejak bulan Rajab dan Sya'ban lalu. Kami yakin, engkau di sana pun demikian. Berdoa yang sama, tapi pasti ada yang berbeda.

Di sini, kami berdoa dalam keheningan, ketenangan dan kedamaian. Bunga-bunga di sini mekar setiap hari, kelopaknya menampakkan keelokan warna-warni, serta semerbak harum. Daun-daun di sini bertasbih dengan segala kesejukan hijau dan rupa-rupa. Kami di sini berdoa dengan perut berisi penuh dengan makanan, minuman segala rasa. Sementara engkau di sana berdoa dengan ketidakpastian. Berdoa di antara bau mesiu dan debu dari reruntuhan rumah dan bangunan. Sementara bunga dan daun musnah tergilas roda-roda besi itu.

Di sini kami menikmati dan mandi cahaya matahari sejak pagi hingga siang, lalu terbuai dengan kemegahan senja di sela-sela punggung gunung yang menjulang. Lalu, ketika malam datang dengan selimut gelapnya, kami menjelajahi keindahan cahaya lampu yang bersina lalu menyasar dan rebah di trotoar, di antara indahnya cahaya bulan dan kerlip bintang-bintang. 

Sementara engkau di sana menikmati pagi dengan suara tembakan, hingga dentuman bom. Jingga senja pun kalah dengan kilauan ledakan api di setiap sudut kota. Sementara saat malam tiba, engkau menyaksikan kilauan dan cahaya dari tank-tank para pembencimu yang bersiap melahap dan meluluh lantakan daging dan tulang-tulang tubuhmu. Moncong popor senapan bersiap menyesap warna-warna merah yang mengalir dari pelipis, dahi, kepala, badan, tangan dan kaki, saudara-saudara kecilmu yang hanya bisa menjerit menyaksikan Ayah-Bundanya terkapar. Allahu Akbar!

Saudaraku, Ramadan kini berada di ujung pintu. Ia hendak berpamit. Bulan pun di atas sana kian menyipit. Ia melambaikan tangan berhias senyuman. Kemarin dua puluh sembilan hari puasa, kami menyantap makan sahur dan ifthar dengan segala jenis kudapan. Di sana mungkin engkau dan para syuhada lainnya masih mencari persembunyian hanya untuk menunaikan ibadah shaummu. Andaipun ibadahmu tertunaikan, namun tidak senyaman di sini.

Di sini kami menyantap makan sahur dan berbuka dengan suka cita, berkumpul dengan sanak keluarga, terkadang teman dan sahabat baru juga kawan lama. Tapi, kami sering melupakan kemuliaan bulan suci dengan segala tawaran dan melimpahnya pahala yang dijanjikan.

Masjid-masjid di sini kian hari kian kosong, penghuninya malah lebih bersuka-cita pergi ke toko, mall dan pusat perbelanjaan. Menenteng, menjinjing dan memborong segala nafsunya. Quran menjadi penghias lemari berbedak berdebu. Tangan betapa sulit menyentuhmya, sementara jemari menari di atas gawai setiap detik dan menit. Dan, kami terkadang lupa bersyukur dalam alunan doa.

Sementara engkau di sana, untuk salat di masjid pun dihalangi. Bersujud pun di tanah berkas dentuman bom, di antara reruntuhan rumah yang rata dengan tanah. Jangankan untuk memenuhi hawa nafsumu untuk berbelanja, sekadar menyantap iftar dan sahur seadanya pun musti kaulangitkan berjuta doa. Sementara lantunan ayat suci selalu berdesir di tiap bibirmu meski kitab-kitab suci itu terbakar api nafsu mereka, para pembencimu.

Saudaraku, hanya ayat-ayat doa yang dapat kami panjatkan di sini. Meski terbentang jarak dan kita tidak pernah saling bertegur-sapa, tetapi keimanan kita menyatukan hati bahwa Allah SWT selalu mendengar setiap doa yang terucap.

Kami di sini menitip pesan pada rembulan Ramadan yang segera pergi agar menyampaikan doa-doa. Semoga Yang Maha Kuasa melindungi engkau dan para pejuang tanah para syuhada di sana. Tetaplah kuat dan tabah. Semoga engkau para penjuang lainnya menjadi penghuni syurga-Nya kelak jika dentuman itu membuat luluh lantak.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Saudara Seimanmu

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun