Bulan puasa tentunya memiliki perbedaan yang kental dengan bulan-bulan biasanya. Bulan kesembilan di Tahun Hijriyah ini selain memiliki banyak keistimewaan, juga memiliki keunikan dan tentu saja berbeda dibanding dengan 11 bulan lainnya. Perbedaan utama adalah jelas bahwa setiap yang mengaku muslim dan sudah berusia baligh tentu wajib menjalankan ibadah puasa (semenjak terbit hingga terbenam fajar). Karena puasa Ramadan termasuk ke dalam salah satu Rukun Islam.
Dalam hal keistimewannya yaitu bahwa setiap melakukan kebaikan atau amal saleh sekecil apapun di bulan Ramadan akan mendatangkan yang pahala berlipat ganda. Selain itu juga masih banyak keistimewan lainnya yang membuat semua ummat muslim berlomba-lomba dalam berbuat baik dan beramal saleh sebanyak-banyaknya di bulan Ramadan, tidak hanya menahan dahaga dan lapar saja.
Kaitannya dengan keunikan adalah bahwa biasanya berhubungan dengan kebiasaan atau adat dan budaya di masing-masing negara. Indonesia sebagai salah satu negara dengan populasi penduduknya yang mayoritas muslim dan beragam budayanya tentu memiliki keunikan di bulan puasa ini. Baik dari segi olahan/menu makanan juga dalam hal tradisi hingga kebiasan menunggu waktu berbuka puasa, waktu maghrib tiba.
Bila dikaitkan dengan kebiasan atau kesukaan yang dilakukan saat menunggu waktu berbuka, setiap orang tentu memiliki cara berbeda. Ada yang mengisinya dengan kegiatan keagamaan---biasanya untuk anak-anak dan remaja sering ada mengikuti kegiatan pesantren kilat. Ada juga yang sekadar jalan-jalan menghadbiskan waktu (ngabuburit) dengan sambil berbelanja.
Sementara bagi saya sendiri dalam menunggu waktu berbuka puasa tentunya melakukan kegiatan yang benar-benar disukai. Di antaranya menulis, membaca, merawat tanaman, dan membuat menu untuk berbuka yang disukai oleh keluarga.
Kenapa menulis bisa dilakukan dalam sebuah gawai atau handphone? Karena beberapa tulisan yang sudah berhasil diterbitkan menjadi buku, di antaranya berawal dari kebiasaan menulis dalam telepon seluler tesebut. Jadi bagi saya telepon seluler/gawai bukan hanya untuk status sosial apalagi menggunakan gawai yang ber-merk atau mahal, tetapi lebih ke fungsi dan kegunannya. Daripada membuat status galau, akan lebih baik jika digunakan untuk menangkap ide yang tiba-tiba muncul, lalu diketik dalam media tetentu dengan menggunakan ponsel. Kadang saya berhenti memarkirkan kendaraan roda dua yang sering digunakan sehari-hari untuk bekerja, di pinggir jalan (tentunya mencari yang agak aman), kemudian menulis ide yang tiba-tiba "nemplok" di kepala begitu saja.Â
Setelah berhasil saya catat atau tulis beberapa kalimat atau paragraf, lalu saya simpan dan melanjutkan perjalanan lagi. Baru nanti setelah ada waktu luang barulah disunting atau dilanjutkan lagi menulisnya. Alhamdulillah, dari beberapa buku yang sudah diterbitkan, dua buku puisi pun lahir tak lepas dari bantuan gawai yang kemudian disunting dan disempurnakan lagi melalui komputer sebelum dikirm ke penerbit untuk dijadikan buku atau untuk diikutsertakan dalam berbagai lomba menulis.
Ketiga menu tersebut selain dapat diterima dan disuka seisi rumah, cara membuatnya cukup mudah, dan bahan-bahannya pun gampang ditemui di warung terdekat. Bahkan terkadang anak-anak ikut terlibat dalam membuatnya sehingga waktu "ngabuburit" semakin menyenangkan.
Cianjur, 15 Ramadan 1440-H/ 20 Mei 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H