Mohon tunggu...
Zaini K. Saragih
Zaini K. Saragih Mohon Tunggu... Dokter - dr. Zaini K. Saragih Sp.KO

Dokter spesialis olahraga, praktek di beberapa rumah sakit di Jakarta. Mantan dokter timnas dan komite medis PSSI. Saat ini sebagai chairman Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI) dan Indonesia representative board SEARADO (South East Asian Ragional Anti Doping Organization)

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Mau ke Mana IDI?

10 Desember 2024   14:20 Diperbarui: 11 Desember 2024   21:55 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo Ikatan Dokter Indonesia (Dok. IDI)

Reformasi yang Dibutuhkan oleh IDI:

  1. Meningkatkan Partisipasi dalam Kebijakan Kesehatan: IDI harus memiliki suara yang lebih kuat dalam pembentukan kebijakan kesehatan. IDI perlu memastikan bahwa kebijakan kesehatan yang diambil mencakup kepentingan tenaga medis, baik dari segi gaji, fasilitas, maupun kesejahteraan kerja. Perubahan yang dihadapi pemerintah terjadi dengan kecepatan sangat tinggi, IDI harus dapat bergerak cepat, fleksibel dan kreatif dalam mengikuti perubahan.
  2. Meningkatkan Program Kesehatan Mental dan Dukungan Sosial untuk Tenaga Medis: IDI harus lebih proaktif dalam menyediakan layanan kesehatan mental bagi anggotanya, termasuk konseling dan dukungan psikologis. Ini penting untuk menjaga kesejahteraan dan efektivitas tenaga medis, terutama dalam situasi tekanan tinggi seperti pandemi.
  3. Adopsi Teknologi dan Inovasi dalam Pendidikan Kedokteran: IDI harus mendorong penggunaan teknologi medis terbaru dan mendigitalisasi pendidikan kedokteran. Program pelatihan berbasis teknologi seperti telemedicine, AI, dan teknologi bedah canggih harus menjadi bagian dari program IDI.
  4. Reformasi Organisasi Internal: Struktur organisasi IDI perlu lebih transparan dan responsif terhadap kebutuhan anggota. Hal ini bisa mencakup penguatan komunikasi internal, penggunaan teknologi untuk memfasilitasi diskusi, serta pengembangan unit-unit yang lebih spesifik sesuai kebutuhan profesional tenaga medis di Indonesia. IDI harus menata berbagai organisasi yang berada di bawah IDI, sehingga dapat terjadi sinkronisasi dengan visi bersama.
  5. Kolaborasi dengan Organisasi Lain: IDI perlu memperkuat kolaborasi dengan organisasi profesi lain, seperti Perhimpunan Dokter Spesialis Indonesia (PDSI), serta dengan asosiasi medis internasional. Hal ini akan memberikan perspektif global yang lebih luas dan memungkinkan berbagi pengalaman serta pengetahuan yang lebih banyak.

Sementara reformasi dalam IDI dirasakan sangat rumit dan pesimis untuk dapat dilaksanakan, ada pendapat yang mengatakan bahwa keberadaan IDI yang sudah terlalu besar dan birokratis mungkin sudah tidak bisa lagi secara efektif mewakili kepentingan seluruh dokter di Indonesia. Dalam konteks ini, pembentukan organisasi profesi tandingan bisa menjadi pilihan.

Organisasi baru yang lebih kecil, lincah, dan berfokus pada isu-isu tertentu---seperti kesejahteraan dokter, teknologi kedokteran, atau advokasi independen bagi dokter---bisa menjadi pilihan alternatif. Ini akan memberikan ruang bagi dokter untuk memilih organisasi yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan profesi mereka.

Namun, mengganti IDI dengan organisasi profesi yang baru mungkin bukan solusi terbaik. Pembentukan organisasi profesi tandingan akan mengarah pada fragmentasi yang tidak perlu, yang malah akan merugikan profesi medis Indonesia secara keseluruhan. Reformasi internal dalam IDI masih menjadi pilihan yang lebih realistis.

Secara umum, merubah IDI mungkin lebih mudah dalam jangka pendek karena sudah memiliki basis yang kuat dan hubungan yang mapan dengan pemerintah serta institusi terkait. Namun, reformasi ini memerlukan komitmen yang kuat dan kesediaan untuk mengatasi resistensi dari dalam organisasi.

Sementara itu, membuat organisasi profesi baru menawarkan fleksibilitas yang lebih besar dalam menciptakan struktur yang lebih modern dan responsif terhadap kebutuhan spesifik, tetapi menantang dalam hal mendapatkan legitimasi dan dukungan dari dokter serta pihak lain. Selain itu, risiko fragmentasi profesi menjadi perhatian besar.

Oleh karena itu, baik merubah IDI maupun mendirikan organisasi baru, keduanya memiliki tantangan besar dan perlu mempertimbangkan faktor koordinasi, kepercayaan, dan tujuan bersama agar tidak merugikan profesi kedokteran secara keseluruhan.

Kesimpulan

IDI, sebagai organisasi profesi yang berperan penting dalam sektor kesehatan Indonesia, harus melakukan reformasi untuk menghadapi tantangan masa depan.

Reformasi ini tidak hanya mencakup pembaruan dalam kebijakan internal, tetapi juga peningkatan peran dalam kebijakan kesehatan nasional, adopsi teknologi modern dalam pendidikan kedokteran, serta penguatan kesejahteraan tenaga medis.

Menggantikan IDI dengan organisasi profesi tandingan bukanlah solusi terbaik. Reformasi internal adalah langkah yang lebih tepat untuk memastikan IDI tetap relevan dan mampu memenuhi tantangan kesehatan Indonesia di masa depan.

Menjelang muktamar IDI tahun 2025, beberapa bulan ini menjadi kewajiban pimpinan IDI untuk mengundang anggotanya (struktur organisasi di bawah IDI) untuk berbicara dan berdiskusi mau bagaimana IDI selanjutnya. Apakah IDI akan tenang-tenang saja seolah tidak terjadi apa-apa, atau IDI melakukan Reformasi besar-besaran, sejauh yang bisa dibayangkan anggotanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun