Mohon tunggu...
Zaini K. Saragih
Zaini K. Saragih Mohon Tunggu... Dokter - dr. Zaini K. Saragih Sp.KO

Dokter spesialis olahraga, praktek di beberapa rumah sakit di Jakarta. Mantan dokter timnas dan komite medis PSSI. Saat ini sebagai chairman Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI) dan Indonesia representative board SEARADO (South East Asian Ragional Anti Doping Organization)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Covid-19 dan Langkah dalam Pengambilan Keputusan

13 Maret 2020   18:31 Diperbarui: 17 Maret 2020   16:49 3981
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Grafik dari: https://medium.com/@tomaspueyo 

Setiap manusia mengemban tanggungjawab, ada yang luas ada yang sempit, yang paling sempit adalah bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri (lahir dan batin, mind-body-soul). 

Semakin luas tanggungjawab semakin banyak pertimbangan yang harus dilakukan dalam mengambil kesimpulan. Misalnya saat kita sendiri saat harus memilih, keputusan dapat diambil seketika, namun saat sudah berdua (misalnya dengan pasangan) pertimbangan akan menjadi lebih banyak.

Jika bertambah lagi anak dan keturunan semakin banyak lagi pertimbangan yang diperlukan sampai mendapat keputusan, demi kemaslahatan bersama. Demikian juga berlaku seperti pada pemerintahan, 

Kepala pemerintahan RT-RW-Kelurahan-Kecamatan-Kabupaten-Provinsi hingga Negara semakin luas yang ditanggungjawabi semakin banyak pertimbangan.

Namun, banyaknya pertimbangan bukan berarti boleh memperlama menunda-nunda pengambilan keputusan. Penundaan pengambilan keputusan hakikatnya memperbesar masalah yang akan terjadi.

Salah satu karakteritik pemimpin yang baik adalah kemampuan mengambil keputusan dengan cepat dan penuh tanggungjawab. Seandainya keputusan yang diambil tidak tepat, berani mengakui dan mengoreksi dengan segera juga merupakan syarat kepemimpinan.

Dalam dunia kesehatan, berdasarkan penyebab penyakit sering dikelompokkan pada penyakit menular (communicable disease) dan penyakit tidak menular (non communicable disease) [dalam berbagai bahasan dan tempat mungkin disebutkan dengan nama yang berbeda, namun hakekatnya kurang lebih sama]. 

Penyakit menular, yang disebabkan infeksi mikroba sering dikonotasikan sebagai penyakait orang susah, tidak mampu atau terbelakang, sedangkan penyakit tidak menular ditujukan pada ke kelompok masyarakat mampu dan sudah berkembang (modern). 

Dulu banyak ilmuwan berkeyakinan bahwa dengan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran (antibiotic dan penemuan lain), penyakit menular (infeksi) akan segera dapat diatasi.

Maka berbondong-bondong fokus dialihkan untuk penyakit tidak menular. Namun kesimpulan itu harus diakui terlalu terburu-buru, karena kemudian silih berganti wabah penyakit infeksi datang tanpa dapat dicegah.

Secara alamiah manusia makhluk unggulan bumi saat ini dianugrahkan keunggulan dalam kemampuan beradaptasi, dan salah satu diantaranya terlihat dalam sistem kekebalan tubuh. 

Manusia memiliki 2 kekebalan, kekebalan bawaan (innate) dan kekebalan adaptif, ini yang membuat manusia masih bertahan di bumi. Kekebalan adaptif dapat diperoleh secara alamiah atau buatan (dengan melakukan vaksinasi). 

Saya sangat yakin tanpa campur tangan aktif manusia, secara alamiah hanya masalah waktu manusia akan memiliki kekebalan natural terhadap potensi infeksi mikroba apa pun. 

Cuma semakin lama waktu yang dibutuhkan, tentu akan semakain banyak korban yang berjatuhan (yang semestinya ada). (World wide endemic = Pandemi). Seleksi alam (natural selection) ini akan meninggalkan generasi yang tangguh terhadap kuman-kuman saat itu. Begitulah terlihat bagaimana mudahnya alam memusnahkan satu spesies tertentu.

Apa yang harus dilakukan? Berpikir dan bertindaklah secara komunitas! Jangan menerapkan pertimbangan personal dalam perspektif penaggulangan wabah, konsep dasarnya adalah;

  • Jika ada suatu daerah terkena wabah, STOP jangan menunjungi daerah tersebut! Jangan tergiur iming-iming tiket murah.
  • Jika anda sedang berada di daerah terkena wabah, STOP, jangan pergi ke daerah lain, jangan sebarkan penyakit kemana-mana. Jangan jadi agen penyebar virus.

Kedua, konsep tersebut adalah ISOLASI. Karena tidak ada gunanya melawan virus tanpa memiliki senjata, sesuai strategi perang, diam sambil mempersiapkan diri, mempersenjatai diri, baru kemudian melakukan perlawanan,

Sebaiknya pemerintah mengedepankan issue kemanusiaan, kesehatan masyarakat diatas issue ekonomi. Saat fase wabah seperti ini, jangan terlalu banyak pertimbangan masalah ekonomi. 

Nanti akan ada waktunya, saat fase wabah telah selesai 3-6 bulan lagi (Allah yang Maha tahu – setelah ditemukan penangkal virus) baru pikirkan masalah kesejahteraan sosial (ekonomi). 

Yang perlu jadi fokus, bagaimana agar sampai selesai masa wabah, tidak banyak rakyat Indonesia yang menjadi korban. Jangan ada kebijakan insentif migrasi antar wilayah, apakah kita mau menyebar virus keseluruh Indonesia?

Keterbukaan menjadi hal yang signifikan, akan membuat masyarakat menjadi sadar. Mari ajak semua masyarkat berpartisipasi bersama melewati masalah ini. Pemerintah pasti tidak akan mampu menjalaninya sendiri, ayo… ajak seluruh komponen masyarakat. Sebagai contoh keterlibatan masyarakat;

  • Pemeriksaan swab virus hanya di satu laboratorium? Yakin bisa? Dengan jumlah masyarakat dan luas wilayah Indonesia? Kalau yang diperiksa cuma sedikit, tidak usah gembira dengan sedikitnya hasil positif! In the beginning, TRUE case might fold several times OFFICIAL case.
  • Pemerintah daerah tidak diajak bersama menangani kasus.
  • Tidak jelas kasus yang positif atau tidak, daerahnya dan seterusnya (bukan sharing data pribadi pasien, tapi informasi public health).

Grafik dari: https://medium.com/@tomaspueyo 
Grafik dari: https://medium.com/@tomaspueyo 

kompas.com 
kompas.com 
Kebijakan tiap negara pasti berbeda, tapi cukuplah contoh banyak negara (China, Iran, Korea, Italia vs Singapura, Taiwan) menjadi pelajaran, apakah masih belum membuat kita sadar dan bertindak?

(Bagian pertama)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun