Mohon tunggu...
Zaini K. Saragih
Zaini K. Saragih Mohon Tunggu... Dokter - dr. Zaini K. Saragih Sp.KO

Dokter spesialis olahraga, praktek di beberapa rumah sakit di Jakarta. Mantan dokter timnas dan komite medis PSSI. Saat ini sebagai chairman Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI) dan Indonesia representative board SEARADO (South East Asian Ragional Anti Doping Organization)

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Lisensi Klub, Mau Serius atau Dimaklumi Terus?

12 November 2017   11:54 Diperbarui: 13 November 2017   07:17 2559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

2. Klub sebagai entitas bisnis organisasinya sama dengan perusahaan yang harus memiliki SDM. Secara sederhana SDM klub ada dua kelompok:

   - SDM teknis (pemain, pelatih dan official team lainnya), berupa pegawai tetap, atau tidak tetap namun dikontrak jangka panjang. 

   - SDM administrative, yang sangat dianjurkan mengangkat pegawai permanen (full timer) dan digaji secara profesional. Klub juga harus punya sistem administrasi dan keuangan seperti tim marketing, tim finance, legal dan lain - lainnya. Kita lihat di Indonesia, ada berapa banyak sih pemain yang kontraknya lebih dari 3 tahun? ada berapa banyak klub yang punya dokter tim permanen (full time) atau dikontrak jangka panjang? ada berapa klub yang memiliki tim marketing? Bisa dihitung jari. 

3. Klub harus memiliki legalitas dan aturan legalitas ini agak kaku. Dalam artian tidak bisa klub sesukanya berganti owner atau berpindah - pindah tempat. Misalnya, dalam satu kompetisi tidak boleh ada lebih dari satu klub yang ownernya sama. Tapi di Indonesia pernah terjadi kan?

Klub juga tidak diperbolehkan pindah - pindah lokasi (kota). Tidak bisa yang namanya Persija timur pindah owner dan lokasinya jadi ke Palembang. Sekarang kita perhatikan pada kompetisi terakhir, ada berapa banyak klub yang ownernya dan lokasinya tidak jelas juntrungannya? Sungguh lucu.

4. Klub disyaratkan FIFA agar memiliki modal kerja, selain aset properti dan aset pemain. 

Klub di syaratkan memiliki modal cash keras. Minimal untuk membiayai operasional seperti membayar gaji, biaya latihan dan sebagainya. Tidak ada ceritanya klub akan memulai kompetisi namun cash nya tidak cukup untuk memenuhi operasional satu tahun kompetisi, sehingga di tengah jalan ngemis - ngemis ke pemerintah atau melakukan melakukan tindakan tindakan tidak terpuji demi mengejar cash flow.

Apabila semua aturan FIFA dijalankan di Indonesia, mungkin saat ini tidak ada satu pun klub yang lolos kelas A. Pertanyaannya, klub - klub ini ngapain saja selama 35 tahun? Dimana fungsi PSSI sebagai regulator? Hal ini tidak perlu ditanyakan berulang - ulang, karena kita pun sudah tahu jawabannya.

Jika tidak ada satupun klub yang layang masuk kualifikasi A,  lantas bagaimana? 

Kita harus berani jujur dan terbuka. Dengan mengakui liga kita BUKAN PROFESIONAL. Mungkin semi pro. Tapi berdasarkan pengakuan tersebut, kita dapat membuat program kapan kita siap jadi profesional.  Apakah 5 tahun lagi, 10 tahun lagi?  walau membutuhkan waktu tidak apa - apa dijalani saja prosesnya. Apabila perencanaan sudah ditetapkan,  ayo sama - sama kita kawal dan dukung. Tanpa kesadaran dan kemauan serta kerja keras, 35 tahun lagi anak cucu kita akan menulis seperti yang penulis tulis serta kembali mentertawakan sepak bola Indonesia.

Ayo berubah untuk sepak bola Indonesia yang lebih baik lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun