Mohon tunggu...
Zaini K. Saragih
Zaini K. Saragih Mohon Tunggu... Dokter - dr. Zaini K. Saragih Sp.KO

Dokter spesialis olahraga, praktek di beberapa rumah sakit di Jakarta. Mantan dokter timnas dan komite medis PSSI. Saat ini sebagai chairman Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI) dan Indonesia representative board SEARADO (South East Asian Ragional Anti Doping Organization)

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Satlak Prima Dibubarkan, Olahraga Indonesia Mau ke Mana?

23 Oktober 2017   06:17 Diperbarui: 23 Oktober 2017   19:42 3036
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari lalu terjadi peristiwa besar bagi dunia olahraga Indonesia, Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) dibubarkan. Buat sebagian besar masyarakat, pembubaran Satlak Prima ini mungkin bukan merupakan peristiwa penting dan berdampak besar, namun bagi dunia olahraga, peristiwa ini akan merubah banyak hal, terutama dalam pembentukan atlet unggulan yang akan bertanding membawa nama Indonesia pada kompetisi internasional.

Penyiapan atlet unggulan secara sistematis dimulai sejak 2009 dengan berjalannya PAL (Program Atlet Andalan), tidak berlangsung lama, pada tahun 2010 pemerintah membuat program yang lebih komprehensif bernama PRIMA (Program Indonesia Emas). Prima adalah Program Pemerintah untuk menciptakan Atlet Andalan Nasional yang mampu berprestasi di tingkat internasional. Mengapa diperlukan suatu program khusus seperti PRIMA, karena pada saat itu dianggap PB atau PP cabang olahraga tidak mempunyai sumberdaya yang cukup untuk menciptakan atlet unggulan yang berdayasaing tingkat internasional. Pemerintah berharap, melalui Prima, sumber daya tersebut dapat diberikan. Dari mulai SDM, sarana prasarana, dukungan iptek serta keuangan.

Di awal berdirinya, PRIMA menunjukkan hasil yang bagus, karena berhasil mengimplementasikan iptek dalam olahraga Indonesia. Namun dalam jangka panjang jelas PRIMA tidak akan memberikan manfaat yang besar. Seperti terlihat pada perkembangannya, tahun demi tahun prestasi atlet Indonesia cenderung menurun dibandingkan dengan negara tetangga atau dunia internasional.

Di mana kelemahan PRIMA?

Melalui sports science, kita semua tahu, bahwa menyiapkan atlet berprestasi itu bukanlah program instan. Atlet mesti disiapkan sejak dini. Persiapan dini tersebut tentunya dengan melibatkan ilmu pengetahuan dan teknologi olahraga. Inilah yang tidak ada di Prima. Target Prima adalah atlet yang sudah jadi. Prima menyeleksi atlet yg sudah berprestasi. Tidak ada program yang menyentuh persiapan dini. Jika pada masa awal tersebut atlet tidak tumbuh dan berkembang maksimal, maka potensi fisiknya tidak akan keluar secara maksimal.

Itu menjelaskan mengapa di awal Prima terlihat berhasil, namun kemudian menjadi stagnan. Kesalahan yang timbul di awal atlet berlatih tidak akan dapat diperbaiki pada fase berikutnya.

"Damage done between ages 6-10 and 10-16 cannot be fully corrected (players/athletes will never reach their genetic potential) and national training or sport centers receiving mediocre athletes, regardless of funding and expertise, cannot recover from the 'damages' of earlier training." (Balyi, 2005)

Masalah utama olahraga Indonesia ada di sistem persiapan jangka panjang, bukan dipendanaan semata. Bagaimana kita menyiapkan anak-anak dengan baik dan benar, dengan melibatkan iptek olahraga. Sayangnya hampir semua cabang olahraga bekerja dengan sistem instant, training centre dan sebagainya. Tidak ada yang mengembangkan secara continue, jangka panjang tidak terputus-putus menyesuaikan dengan event (kejuaraan).

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi
Problem kedua PRIMA adalah, karena bersifat sentralisasi, banyak kegiatan yang dijalankan Prima tidak sesuai dengan kebutuhan cabor. Sering terjadi konflik antara PRIMA dengan PB/PP.

Risiko pembubaran Prima.

Dengan dekatnya waktu "hajatan" besar Asian Games (hanya sekitar 10 bulan), sebenarnya pemerintah telah melakukan tindakan yang sangat berani dengan membubarkan Prima, tapi upaya ini patut mendapat acungan jempol, dengan kegagalan demi kegagalan (dari 2 Sea Games) tindakan radikal harus dilakukan. Namun setelah pembubaran bagaimana?

Ada dua skenario yang mungkin terjadi:

  • Fungsi Prima dijalankan oleh KONI. Cara ini sangat tidak direkomendasikan, karena dapat dikatakan tidak ada perubahan sistem, istilahnya BAU, Business As Usual, yang terjadi hanya perubahan nama organisasi pengelola, pengelola, dan mungkin sedikit sistem keuangan dan administrasi. Kelebihannya adalah, persiapan atlet tidak akan mengalami goncangan yang berat, ini cukup penting, mengingat Asian Games yang sudah dekat.
  • Fungsi Prima dijalankan oleh PB/PP cabor dengan KONI sebagai pengawas. Pilihan ini akan sangat menantang, namun tentunya akan memiliki risiko lebih besar pada Asian Games nanti, tapi no risk no gain, higher risk better return bukan? Ada beberapa tantangan besar yang akan dihadapi, utamanya adalah masalah sumberdaya.
  • Tenaga sports science; strength conditioning, sports medicine, physiotherapy, dietician, biomechanics, psychology dll.
  • Sarana dan prasarana; alat latihan, medis dll.
  • Tenaga administratif dan keuangan; tanpa memiliki tenaga yang terampil, tidak dapat kita bayangkan sulitnya pengelolaan anggaran yang akan diberikan pemerintah. Setiap anggaran yang diberikan tentunya wajib dipertanggungjawabkan, dan prosedurnya tidak mudah dilakukan.

Untuk cabor yang memiliki sumber daya yang memadai, opsi kedua ini akan sangat mendewasakan, memberikan hak otonomi, kesempatan kepada masing-masing cabor untuk berkembang sesuai dengan potensi maksimalnya. Namun bagi kebanyakan cabor, yang tidak memiliki sumberdaya yang cukup, ini akan menjadi bencana.

Sebagai bagian dari komunitas sports science (penulis adalah ketua dan salah satu pendiri ISESS -- Indonesia Sports and Exercise Science Society) momentum ini seharusnya dimanfaatkan sebagai era baru menyiapkan atlet unggulan Indonesia. Dan itu dimulai dengan mendirikan suatu badan ilmu olahraga (Indonesia Sports Science Institute). Suatu badan yang memiliki sumberdaya untuk mengembangkan olahraga Indonesia. Sumber daya itu antara lain:

  • SDM kepelatihan olahraga.
  • SDM kedokteran olahraga.
  • Sarana dan prasarana pendukung

Salah satu unit teknologi tinggi di kemenpora adalah Rumah Sakit Olahraga Nasional, namun sayangnya, hingga 4 tahun diresmikan, RSON belum dapat bergerak maksimal disebabkan masalah perizinan yang belum dikeluarkan Kemenkes. Izin Rumah sakit olahraga tidak akan dapat dikeluarkan karena berada di luar SKN (sistem kesehatan nasional). Kementerian Kesehatan tentu tidak mungkin mengeluarkan izin dengan melanggar undang-undang yang berlaku.

Di samping itu, dengan membawa nama "rumah sakit" dan memperhatikan sarana dan prasarana yang dimiliki, sangat terlihat ketidaksesuaiannya, seperti:

  • SDM, rumah sakit tidak memiliki ketenagaan kepelatihan olahraga, biomekanik, atau strength conditioning dll.
  • Unit kerja, bagian analisis gerak, high performance dll, tidak ada di rumah sakit
  • Target pengunjung yang diharpkan adalah atlet yang akan meningkatkan performance, bukan atlet yang menderita sakit.

Memperhatikan hal ini, ide saya adalah; kemenpora mengubah institusi Rumah Sakit Olahraga Nasional menjadi Institusi Olahraga Nasional, seperti lazimnya ada di negara-negara lain. Institusi disini bukan dalam artian perguruan tinggi, tapi lebih kepada pusat iptek olahraga. Sumber daya rumah sakit yang sebelumnya ada, dapat tetap dimanfaatkan dengan mendirikan klinik olahraga sebagai salah satu unit fungsional institut olahraga ini. Jadi harapan Kemenpora untuk dapat memiliki unit layanan medis terhadap atlet tetap dapat diwujudkan secara legal. Sebagai klinik olahraga izin akan lebih mudah diperoleh dan dapat masuk kedalam SKN.

Jika institute ini terbentuk, semua cabor dapat memanfaatkan sumber daya yang ada untuk meningkatkan kemampuan atlet mereka. Pemanfaatannya tidak terbatas hanya untuk atlet elit saja, namun dari berbagai jenjang usia.

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi
Disamping itu, salah satu tugas utama institute adalah mengembangkan olahraga dengan baik dan benar. Institute berkewajiban menyebarkan konsep dan penerapan sports science di seluruh Indonesia. Meneliti olahraga apa yang cocok dengan masyarakat kita, mempersiapkan sistem atlet sejak dini, meneliti dan mengembangkan olahraga unggulan dan sebagainya.

Jika ini berkembang, diharapkan dalam 10 tahun ke depan Indonesia akan menjadi 5 besar negara dengan prestasi olahraga terbaik di Asia. Itu tentu harapan pemerintah dan kita semua. Semoga.

Artikel ini dikontribusikan di: Eye Soccer

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun