Mohon tunggu...
Zaini K. Saragih
Zaini K. Saragih Mohon Tunggu... Dokter - dr. Zaini K. Saragih Sp.KO

Dokter spesialis olahraga, praktek di beberapa rumah sakit di Jakarta. Mantan dokter timnas dan komite medis PSSI. Saat ini sebagai chairman Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI) dan Indonesia representative board SEARADO (South East Asian Ragional Anti Doping Organization)

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Aplikasi IPTEK dalam Olahraga

16 September 2014   06:03 Diperbarui: 13 November 2017   07:59 1054
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cabang keilmuan olahraga telah berkembang di Indonesia semenjak awal kemerdekaan. Tidak mudah mencari literatur yang menjelaskan awal berdirinya institusi pendidikan keolahragaan, namun diperkirakan hal tersebut terjadi diakhir tahun 50-an atau awal 60-an dengan berdirinya Sekolah Tinggi Olahraga (STO) di berbagai kota besar di Indonesia. Selanjutnya STO berevolusi menjadi beberapa bentuk hingga akhirnya menjadi satu disiplin Ilmu Keolahragaan.

Meski memiliki sejarah cukup panjang, sering terdengar komentar minimnya penerapan Iptek (sports science) dalam mengembangkan prestasi olahraga. Hampir setiap tahun kita mendengar ada pengurus besar cabang olahraga memperkenalkan alat, tehnik, metoda canggih, yang pengadaannya membutuhkan biaya yang sangat besar untuk aplikasi sports science.

Namun kenyataannya jauh dari harapan, prestasi olahraga kita seolah berjalan di tempat, saat negara-negara tetangga bahkan berlari. Alih-alih maju, posisi atlet kita tersusul bahkan tertinggal dibandingkan atlet tetangga. Beberapa cabang olahraga yang dulu sudah menjadi tradisi, sekarang menjadi asing prestasi. Seperti bulutangkis, dimana kita kehilangan juara dunia, juara All-England.

Sebaran pusat pendidikan keolahragaan di seluruh Indonesia, setiap tahun meluluskan ribuan sarjana atau ahli olahraga, kita punya ribuan S2 dan S3 tapi mengapa banyak keluhan aplikasi iptek belum ada? Apa masalahnya?

Ada banyak faktor yang mempengaruhi kemunduran prestasi olahraga, diantaranya menurut pemikiran saya adalah ketiadaan dana dan penerapan iptek (sports science). Pendapat umum untuk mengaplikasikan sports science diperlukan dana yang besar untuk membeli alat dan perlengkapan canggih dari luar negeri, begitu canggihnya terkadang saat alat tersedia ternyata tidak dapat dimanfaatkan karena tidak ada yang mampu mengoperasikannya. Memprihatinkan.

Para pengurus cabang olahraga menyimpulkan aplikasi IPTEK sebagai penggunaan peralatan canggih berharga mahal, padahal penerapan IPTEK adalah penerapan METODA ILMIAH dalam pengembangan olahraga. Metoda ilmiah adalah suatu proses untuk menjadi lebih baik yang dimulai dengan pengumpulan data, dilanjutkan dengan perumusan masalah, hipotesa solusi, eksperimen dan penerapan. Kita sangat lemah dalam pengumpulan data. Apa yang terjadi dan dialami hanya berlalu begitu saja tanpa pencatatan yang sistematis.

Beberapa tahun yang lalu, saya mendapat kesempatan menghadiri sebuah presentasi sports science oleh pakar olahraga dari Jerman, dan sungguh saya terpana sepanjang acara. Topik yang dibahas adalah tentang sports science secara umum, sang professor menjelaskan bahwa di Jerman, ada beberapa pusat pendidikan yang ditetapkan menjadi pusat penelitian cabang olahraga. Dan yang membuat saya kagum mereka mempunyai pusat penelitian untuk cabang bulutangkis!

Profesor tersebut dapat memberikan data tentang bulutangkis demikian lengkap, misalnya data karakteristik atlet yang cocok untuk bermain bulutangkis, profil pemain-pemain bintang, bagaiman cara bermain, dan seterusnya. Itu semua dapat terjadi dengan mengumpulkan data secara sistematis dan terus menerus. Dengan data yang lengkap dapat diciptakan pebulutangkis yang mempunyai potensi besar untuk menjadi sang juara.

Jika kita ke Cipayung, pusat penelitian bulutangkis Indonesia, pertanyaannya apakah kita memiliki basis data seperti itu? Atau paling tidak mendekati?

Apakah kita tahu tipe tubuh yang ideal bagi pebulutangkis, umur terbaik untuk memulai berlatih khusus, bagian lapangan mana yang secara statistik harus diserang dan seterusnya. Dapat dikatakan kita tidak mampu menciptakan pebulutangkis hebat, dan selalu hanya menunggu bakat besar dilahirkan, kita menunggu kelahiran Rudy, King, Christian, Susi, Imelda dan beberapa pendekar bulutangkis lain, sementara negara tetangga selalu melahirkan banyak atlet yang juara silih berganti.

Semoga pemerintahan baru memasukkan bidang olahraga dalam kerangka “Revolusi Mental”, sehingga olahraga kita “ramai” tidak hanya soal organisasi, kisruh pengurus, sengketa KONI-KOI dan saling tumpang suh dengan kementrian olahraga.

Ayo ramaikan olahraga Indonesia dengan berita prestasi, juara Asia, juara Dunia, juara olimpiade, sepakbola lolos ke final Piala Dunia, dimulai dengan mengumpulkan data secara sistematis dan berkelanjutan. SEMANGAT!

Salam Olahraga.

dr. Zaini KS Sp.KO

Hadiri Seminar Awam: Meningkatkan Prestasi Olahraga dengan Sports Medicine dan Penanganan Cedera akibat Olahraga di Royal Sports Medicine Centre, Rumah Sakit Royal Progress, Jalan Danau Sunter Utara, Sunter Paradise I, Jakarta. Tanggal 27 September 2014, pukul 08.00 s/d 12.00. C/P 0216400261 ext. 1024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun